Kota Kupang, VoxNtt.com-Cerita tentang prahara di internal tubuh partai golongan karya (Golkar) bagai film bersambung yang tak pernah habis.
Dua tahun lalu (30/11/2014) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai bersimbol beringin itu mengalami pecah kongsi setelah musyawarah nasional (munas) Bali yang berakhir ricuh.
Kericuhan ini menyebabkan partai tertua ini terbelah menjadi dua (dualisme) kepengurusan yakni versi Aburizal Bakrie dan versi Agung Laksono.
BACA: Medah: Partai Golkar Sempat Terpecah
Saat ini memang konflik internal mantan partai yang menjadi penguasa selama 32 tahun itu agak dingin di tingkat pusat .
Namun di daerah, ternyata masih diwarnai perpecahan. Hal ini dipicu oleh tindakan otoriter oleh DPD I dan diduga kuat ada politik uang yang mengalir ke arena Musda pada Musyawarah Daerah (Musda) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ke IX kabupaten Manggarai, Jumat (9/12/2016).
Berawal dari Surat Mandat
Dalam Musda yang berlangsung mulai tanggal 8-9 Desember 2016 lalu, ada kelompok kader yang tak menerima hasil musda karena penetapan Simprosa Gandut atau yang biasa disapa Osi Gandut sebagai ketua dinilai cacat mekanisme dan politik uang.
Pasalnya, saat pemilihan berlangsung sekretaris komisariat kecamatan (komcat) Rahong Utara Marselinus Ebok diusir dari dalam ruangan serta hak suaranya dicabut sepihak oleh pimpinan sidang Gady Buli tanpa meminta pertimbangan dari forum musda.
Gady adalah pengurus DPD I NTT sekaligus pimpinan sidang dalam Musda itu.
Informasi yang dihimpun VoxNtt.com, Marsel diusir Gady karena tak mengantongi surat mandat dari ketua komcat Rahong Utara, Ansel Serak. Kini Ansel sudah lama meninggalkan Manggarai dan berdomisili di Papua.
Keberadaan ketua komcat Rahong Utara yang sudah lama di Papua ini, rupanya diketahui oleh Osi Gandut sebagai Ketua DPD Kabupaten Manggarai.
Karena ketua Komcat sudah di Papua, surat undangan Musda akhirnya ditujukan ke Marsel Ebok sebagai Sekretaris.
Dalam rapat persiapan musda, Marsel pun ditetapkan sebagai perwakilan Ketua Komcat Rahong Utara dalam pemilihan ketua DPD Musda ke IX Manggarai. Penetapan itu telah diplenokan dalam pra-musda beberapa waktu sebelumnya.
Alasan ini sudah dikemukakan Marsel kepada Gady Buli selaku pimpinan sidang, namun Gady yang saat itu tampak sangat otoriter mengusir Marsel dari ruangan dan mencabut hak suaranya dari komcat Rahong Utara.
Dari sinilah awal perpecahan dimulai.
Sikap otoriter pimpinan sidang ini menyebabkan rasa malu yang luar biasa bagi Marsel yang konon berasal dari keluarga yang serba golkar, sejak dari nenek moyangnya hingga ke dia sekarang.
Pius Gondolfus Botwin, ketua komcat Ruteng yang saat itu menjadi pesaingnya Osi Gandut melakukan protes keras atas diusirnya Marsel.
Menurut dia ini adalah bentuk permufakatan jahat yang sudah dilakukan oleh DPD I dan DPD II kabupaten Manggarai yang kemudian ‘melacuri’ forum musda yang bermartabat itu.
Saat dihubungi VoxNtt.com (11/12), Pius Gondolfus Botwin atau yang sering dikenal Goni Obot itu menjelaskan bahwa apa yang dilakukan Gady Buli bersama Osi Gandut adalah bentuk pelacuran terhadap organisasi partai.
“Ini bentuk pelacuran organisasi. Ada perselingkuhan kepentingan diantara keduanya” kata Goni.
Goni menduga, diusirnya Marsel dari dalam ruangan karena disinyalir tak memilih Osi yang saat itu diinginkan DPD I NTT.
Polemik Suara
Menurut Goni DPD I NTT bersama Osi Gandut juga telah bersekongkol dalam penentuan hak suara bagi Angkatan Muda Golkar (AMPG) dan Kesatuan Perempuan Partai Golar (KPPG).
“Sesuai dengan pasal 5 tata tertib Musda Golkar XI Kabupaten Mangggarai, mengatur bahwa yang mempunyai hak suara yakni DPD NTT satu suara, DPD II satu suara, Dewan Pertimbangan satu suara, Komcat satu suara, sementara AMPG dan KPPG satu suara” kata Goni.
Menurut dia, harusnya kedua organisasi sayap ini (AMPG dan KPPG) harus berkordinasi terlebih dahulu dalam menentukan pilihan.
Namun saat pemilihan berlangsung AMPG secara sepihak memilih Osi Gandut tanpa dikordinasikan dengan KPPG yang diketuai oleh Mery Midan.
Selain ketimpangan suara organisasi sayap, Goni juga mempertanyakan legalitas suara dari ketua dewan pertimbangan Golkar Manggarai, Kosmas Jalang yang dalam Musda tersebut dimandatkan kepada istrinya.
Sementara dalam mekanisme yang disebutkan Goni, jika ketua dewan pertimbangan berhalangan maka harus diambil alih oleh wakil ketua yakni saudara Lorens Haru Bea. Namun anehnya, Lorens pun diusir dari arena Musda.
Saat ditanya dasar aturan pengalihan suara ke istrinya Kosmas Jalang, Goni mengaku pimpinan sidang tidak mampu mempertanggungjawabkan dasar aturannya.
Ditambahkan Goni, sebelumnya DPD I NTT bersama Osi Gandut sudah bersekongkol di salah satu rumah makan di Ruteng, sebelum Musda dilaksanakan.
“Karena itu saya menilai kemenangan Osi ini sarat intervensi kepentingan DPD I” pungkasnya.
Atas dasar kejanggalan ini, akhirnya sebagian DPD Mangggarai dan Komcat pendukung Goni Obot walk out dari forum musda.
“Sehingga musda Golkar kali ini tidak bisa diterima dan mengalami cacat mekanisme serta harus dibatalkan demi hukum” tegas Goni.
Politik Uang
Kejanggalan lain menurut Goni adalah Osi Gandut melakukan transaksi jual beli suara pada beberapa Komcat dan bukti transaksi berupa uang dan kwitansi sudah dikantongi Goni bersama pendukungnya.
Disampaikan Goni uang tersebut mengalir ke tiga Komcat yakni Komcat Rahong Utara atas nama Marselinus Ebok, Kecamatan Satar Mese Utara dengan nama Matias Rarut, dan kecamatan Satar Mese Barat dengan nama Pius Pele. Ketiga Komcat ini masing-masing mendapat Rp. 10 juta.
Namun sejumlah uang itu menurut Goni diserahkan ke pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti.
“Kami takut simpan uang sogok Pak” tegasnya kepada VoxNtt.com.
Ia mengaku beberapa kejanggalan yang disertai bukti-bukti kecurangan ini, telah melaporkan Osi dan DPD I ke Kepolisian resot Kabupaten Manggarai.
Sampai saat ini Ketua DPD I NTT Golkar, Ibrahim Medah telah dihubungi untuk mengonfirmasi polemik tersebut, namun pesan WA yang terkirim belum dijawab. Sementara Osy Gandut, belum bisa dihubungi. (BJ/VoN).
Foto Feature: Pius Gondolfus Botwin