Kota Kupang, VoxNtt.com-Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) serentak pada Februari 2017 tidak akan menyelesaikan persoalan masyarakat di daerah tambang.
Pemilukada ini tidak lebih dari sekadar ajang merebut kuasa dan jabatan bagi segelintir elit dan politisi untuk terus mengakumulasi kapital keuangan bagi diri sendiri, kelompok mereka dan partai politik.
Lebih dari itu, pesta lima tahunan ini juga momentum bagi para pebisnis berbasis lahan skala besar yang sedang mencari jaminan politik dalam melanggengkan usaha mereka di daerah tambang.
Demikian wanti-wanti Jaring Advokasi Tambang (Jatam) Nasional dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT jelang pilkada serentak di beberapa kabupaten/kota di Indonesia.
Melky Nahar, kepala kampanye JATAM Nasional kepada VoxNtt.com, Selasa (07/02/2017) mengatakan politik dan investasi tambang bagaikan dua sisi mata uang.
Hal ini terbukti dari laporan dari Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Litbang KPK) berjudul, “Studi Potensi Benturan Kepentingan Dalam Pendanaan Pilkada 2015”.
Dalam laporan itu, dipaparkan biaya yang dibutuhkan untuk menjadi Walikota/Bupati mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar, sedangkan untuk menjadi Gubernur bisa mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 100 miliar.
Selanjutnya, Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), menunjukkan total harta kekayaan calon Kepala Daerah pada 2015 rata-rata hanya mencapai Rp 6,7 miliar.
Dijelaskan Melky, dari data tersebut ternyata kekayaan para calon kepala daerah tidak sebanding dengan kebutuhan biaya yang sangat besar dalam kontestasi Pemilukada langsung.
“Untuk menutupi kebutuhan biaya tersebut para kandidat giat mencari sponsor. Para pebisnis melihat persoalan di atas sebagai salah satu celah untuk mendapatkan jaminan kenyamanan dan keberlangsungan investasi mereka” beber Melky.
Ijon Politik
Salah satu pendekatan yang sudah menjadi pengetahuan umum adalah dengan menunggangi dan mengendalikan para kandidat melalui pembiayaan pencalonan dan kampanye sebagai praktik ijon politik.
Ijon politik ini menurut Melky adalah bentuk hubungan saling menguntungkan antara pelaku bisnis dan politisi.
“Modal finansial untuk kebutuhan politik Pemilukada ditebus dengan jaminan politik untuk pemberian ataupun pengamanan konsesi perizinan” jelasnya.
Lebih jauh ia meminta seluruh masyarakat di kabupaten/kota yang mengikuti Pilkada serentak untuk mengontrol sekaligus mewaspadai ijon politik menjelang pilkada serentak 2017 mendatang.
Ia menengarai dampak dari ijon politik seperti itu tidak akan memperjuangkan agenda krisis yang dialami masyarakat.
Sebaliknya mereka justru memperjuangkan keamanan investasi dari pemilik modal, sponsor mereka. (BJ/VoN)