Redaksi, Vox NTT-Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende merupakan situs bersejarah dimana Presiden pertama RI, Soekarno menjalani hukuman pengasingan sebagai tahanan politik oleh pemerintahan Belanda.
Setelah dikucilkan oleh Kolonial Belanda dari Jawa dalam masa pergerakan di Bandung, Bung Karno “terpenjara” di Ende, Flores bersama keluarganya. Ia diasingkan di sana selama empat tahun lamanya (1934-1938).
Pada tanggal 14 Januari 1934, Bung Karno bersama istrinya Inggrit Garnasi, mertua perempuan Bung Karno, Ny Amsi serta anak angkatnya Ratna Djuami (Omi) tiba di Pelabuhan Ende yang sekarang menjadi Pelabuhan Bung Karno.
BACA:Bung Karno dan Rumah Pengasingan di Ende
Kala itu, Bung Karno memilih hidup di pesisir pantai untuk memudahkan informasi ke Jawa. Sebuah rumah yang letaknya di Jalan Perwira, sekitar 500 meter dari bibir pantai, menjadi tempat tinggal Bung Karno selama di sana.
Rumah milik H. Abdulah Ambu Waru itu, memiliki bangunan arsitek lawas zaman Koloni Belanda. Rumah ini memiliki empat kamar. Kamar paling belakang adalah kamar Sholat Bung Karno dan keluarganya.
Sebelumnya Bung Karno pernah bangun Mushola dari kayu persis di belakang rumah samping kanan. Setelah rubuh, Mushola itu dipindahkan di kamar belakang yang saat ini sudah terkunci rapat.
Sebagaiamana yang telah diketahui dari berbagai sumber sejarah, Ende adalah rahim permenungan Bung Karno dalam dialektika penemuan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Mantan Wakil Presiden, Boediono telah meresmikan sejumlah situs sejarah ini pada tanggal 1 Juni 2012 setelah dilakukan renovasi.
Renovasi dilakukan secara total, mulai dari dinding, lantai sampai atap, tetapi tidak mengubah bangunan lama.
Salah satu tujuan merenovasi Situs Bung Karno di Ende adalah untuk membuat ikatan batin antara Ende dan Republik Indonesia, antara satu generasi dengan generasi yang akan datang.
Sayangnya, situs tersebut seolah diabaikan begitu saja. Pemerintah daerah Ende baerdalih bahwa situs tersebut adalah tanggungjawab pemerintah pusat dan belum dihibahkan ke Pemda Ende.
“Yang berhak adalah kementrian yang mempunyai aset sejarah,” ujar Bupati Ende, Marselinus Y.W. Petu saat ditanya VoxNtt.com di Lantai II Kantor Bupati pada Kamis, (26/01/2017) lalu.
BACA:Taman Bung Karno, Situs Sejarah yang Tak Terurus
Bupati menjelaskan Pemda telah menyurati Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyerahkan tugas pengelolaan situs kepada Pemerintah Daerah. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari Kementrian.
Keberadaan situs bersejarah ini memang ditelantarkan. Pantauan VoxNtt.com, pada Kamis (19/1) lalu, terdapat sampah berserakan di Taman Bung Karno.
Kolam air persis di bawah patung Bung Karno terlihat kering. Bau busuk tercium pada beberapa tempat dan taman tersebut sudah tidak terurus lagi.
Sampah plastik bertebaran di dalam kolam, di saluran air dan di sekitar pelataran. Belum lagi bau bangkai yang cukup menyengat.
BACA:Pemkab Ende Sebut Situs Bung Karno Otoritas Pemerintah Pusat
Beberapa tempat sampah yang dulu disumbangkan oleh relawan taman Bung Karno kini hilang. Perilaku pengunjung yang tidak teratur dengan memanjat patung untuk berpose bersama patung Bung Karno juga sangat meresahkan.
Mirisnya, walaupun penelantaran situs ini telah menuai kecaman dari berbagai pihak, namun lagi-lagi belum ada respon yang cepat dari pemda maupun pemerintah pusat khususnya dari kementrian pendidikan dan kebudayaan.
Pemerintah seakan-akan mati rasa dengan nilai sejarah yang terpancar dari situs ini. Alibi soal kewenangan antara pemda dan pusat tentunya tidak dapat diterima begitu saja.
Pemda Ende seharusnya tidak menunggu pemerintah pusat menyerahkan aset ini, baru mulai melakukan pemeliharaan.
Jika secara administrasi kepemilikan situs menjadi tanggungjawab pusat, maka setidaknya pemda Ende bisa berkontribusi untuk mengurus kebersihan di lingkungan sekitar.
Sebaliknya kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga tidak boleh menutup mata atas persoalan ini. Jika memang situs ini menjadi tanggung jawab pusat, maka sangat tak masuk akal kalau tak mampu mengeluarkan anggaran untuk pemeliharaan situs sejarah ini.
Seharusnya di era presiden Jokowi yang diusung oleh Partai berideologi Nasionalis-Marhaenis (PDIP), lebih memperhatikan peninggalan-peninggalan bersejarah khususnya artefak dan gagasan-gagasan besar Bung Karno.
Jika memang jangkaun pusat untuk mengurus aset ini terlalu jauh maka sebaiknya dihibahkan saja ke Pemda Ende agar lebih diperhatikan.
Jangan sampai dengan urusan sepele yang seharusnya tidak memakan waktu berlarut-larut, situs bersejarah tempat dimana cikal-bakal lahirnya Pancasila sebagai dasar negara akhirnya ditelantarkan. Generasi masa depan bangsa ini pun terancam amnesia kronis terhadap sejarah bangsanya sendiri.
Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau disingkat “Jasmerah” adalah pesan terkenal yang diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, tanggal 17 Agustus 1966.
Bung Karno mengatakan kepada rakyat Indonesia bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa pahlawannya.
Tentunya masyarakat, pemda Ende dan pemerintah pusat dapat mengenang perjuangan pahlawannya melalui situs sejarah, termasuk situs rumah pengasingan Bung Karno di Ende. (Irvan Kurniawan/VoN)