Kefamenanu,Vox NTT-Bupati Timor Tengah Utara (TTU), Raymundus Sau Fernandez disebut-sebut telah memerintahkan kepala Desa Naiola Timur, Kecamatan Bikomi Selatan, Jorge Ulan untuk menahan jatah beras rawan pangan dari 11 kepala keluarga yang terlibat dalam aksi demonstrasi bersama aliansi perjuangan rakyat.
Demonstrasi tersebut guna menuntut kejelasan dari hak atas tanah yang sementara ini ditempati para warga.
Selain jatah beras, pelayanan administrasi terhadap ke 11 KK pun harus dihentikan hingga para pendemo menyampaikan permohonan maaf langsung kepada bupati 2 periode tersebut.
Hal tersebut terungkap dalam konferensi pers yang digelar oleh ke-11 KK tersebut di rumah salah satu kelurga yang bantuannya ditahan kades, di Oebkin, Desa Naiola Timur, Selasa (08/08/2017).
Salah satu perwakilan warga, Mateus Elu saat diwawancarai awak media mengungkapkan, sekitar 2 hari lalu dirinya mendatangi kepala desa, Jorge Ulan guna mempertanyakan alasan dirinya dan 10 kk yang lain tidak mendapatkan jatah beras rawan pangan.
Namun, saat dia menanyakan hal tersebut kades mengaku, diinstruksi oleh Bupati dan sebagai bawahan dirinya (kades) tidak bisa membantah.
“Benar saya sendiri ketemu dengan pak desa dan pak desa omong bilang ini atas instrusksi pak bupati jadi semua bantuan itu harus dicabut,” ungkap Elu.
Selain jatah beras, Elu melanjutkan, sesuai penjelasan kades bahwa bupati juga perintahkan agar semua pelayanan administrasi tidak boleh dilayani hingga dirinya dan para warga yang melakukan demonstrasi menyampaikan permohonan maaf kepada Bupati.
Elu meminta, jika benar karena melakukan demonstrasi lalu hak mereka dicabut, maka dirinya meminta pemerintah mulai dari tingkat daerah hingga pusat agar membuat pernyataan hitam diatas putih agar mereka mendapat kepastian.
“Masa kami demo juga salah, kalau memang hak kami mau dicabut ya buat pernyataan yang jelas mulai dari daerah sampai pusat biar jelas. Sehingga kami anggap saja orang asing tapi kami tetap cinta merah putih,” tegas Elu.
Senada dengan Elu, warga lainnya Petrus Bria mengaku kesal dengan kebijakan sepihak yang dikeluarkan oleh bupati tersebut.
Pasalnya pihaknya melakukan demonstrasi lantaran hak sertifikat atas tanah yang sudah ditempati sejak 18 tahun lalu, tidak kunjung diterbitkan.
“Kami ini rata-rata berasal dari Oekusi, kami datang ke sini karena kami cinta merah putih tetapi kenapa kami diperlakukan seperti ini?”sesal Bria.
Ia mengaku pada tahun 2016 lalu pihaknya masih menerima bantuan, namun sejak 2017 ini semua hak mereka sudah tidak diberikan sehingga dirinya merasa seperti orang asing.
Bria juga mengungkapkan bahwa apabila benar, di negara ini demonstrasi itu salah lalu kenapa pihak kepolisian tidak menangkap dan menahan pihaknya saat demonstrasi berlangsung.
Ia mengaku saat demonstrasi berlngsung pihak kepolisisan malah mengawal, hingga aksi demonstrasi selesai.
Terpisah, Kepala desa Naiola Timur saat dikonfirmasi awak media di kantor desa mengakui bahwa dirinya menahan jatah beras dari ke-11 KK tersebut atas perintah bupati.
Selain itu, kades Jorge pun mengaku dirinya diinstruksikan untuk tidak melakukan pelayanan administrasi terhadap ke-11 warga yang tidak mengikuti pertemuan di kantor Bupati, guna mengklarifikasi terkait aksi demonstrasi yang dilakukan oleh warga bersama kelompok mahasiswa. Pertemuan tersebut digelar pada pertengahan bulan juni lalu.
“Tanggal 15 juni pagi itu saya dengan masyarakat pakai 2 oto ke lantai 2 (Kantor bupati), jumlah yang hadir ada 53 orang dan kami di depan pak bupati sampaikan klarifikasi bahwa itu yang demo itu, hanya orang-orang yang katanya mewakili desa Naiola Timur tapi kami tidak dan saat itu bupati terima klarifikasi dari kami,” jelasnya.
“Namun saat itu ada penekanan dari pak bupati bilang pak desa tolong perhatikan orang-orang yang tidak ikut agar segala bantuan tidak boleh dikasih, kalau tidak percaya saya ada banyak saksi,” jelasnya.
Dalam pertemuan tersebut lanjutnya, Bupati Ray pun menuturkan, saat kelompok masyrakat tersebut melakukan aksi demonstrasi banyak bahasa yang dikeluarkan, sehingga bupati mempersilahkan agar ke-11 warga itu mencari pemimpinnya sendiri.
Kades Jorge pun mengungkapkan, dirinya sudah berusaha agar para warga tersebut pergi meminta maaf kepada bupati secara adat ketimuran, namun hingga kini tidak dipindahkan.
Sehingga dirinya tidak berani untuk memberikan bantuan apapun, termasuk pelayanan administrasi lantaran takut dianggap melanggar perintah bupati
“Total beras rawan pangan ada 1800 kg yang akan dibagi ke-204 kk sehingga setiap kk dapat 8 kg, jatah ke-11 warga tersebut masih saya simpan. Jadi kalau sudah pergi minta maaf ke bupati, maka saya akan langsung bagi,” tegasnya.
Sementara itu bupati Raymundus Sau Fernandes hingga berita ini diturunkan tidak menanggapi sms konfirmasi, yang dikirim media ini.(Eman/VoN)