Borong, Vox NTT- Keputusan soal pemecatan Asty Dohu dari Tenaga Harian Lepas (THL) oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Infokom) Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Hironimus Nawang merebak di kalangan masyarakat.
Betapa tidak, sejak Asty Dohu menerima surat pemberhentian pekan lalu, sejumlah media online ramai memberitakan. Pasalnya, selain menerima pemecatan ia juga dikabarkan mendapatkan kekerasan verbal berupa kata makian anjing oleh Kadis Nawang.
Kadis Nawang sendiri memang sudah menyampaikan alasan seputar pemecatan itu. Kepada wartawan di ruang kerjanya, 9 Oktober 2017 dia mengungkapkan dirinya memecat Asty Dohu lantaran tidak sering masuk kantor.
Pemecatan Asty Dohu kata Nawang, merupakan akumulasi dari kesalahan sebelumnya.
“Dia (Asty Dohu) tidak masuk kantor selama sebulan, pergi ke Jakarta, terus ada hari dengan keterangan TB yang artinya tanpa berita. Saya punya dokumen ketidakhadiran, tetapi kesalahan itu saya maafkan,” terang Kadis Nawang.
Bahkan kata dia, Asty Dohu hanya bekerja 1,5 jam per-hari. Padahal menurut ketentuan PNS dan THL harus bekerja selama 8 jam per-hari.
Namun Asty Dohu kepada VoxNtt.com, Selasa (10/10/2017) mengaku dalam surat pemberhentiannya tidak ada alasan terkait ketidakhadiran sebagai dasar pemecatan oleh Kadis Nawang.
Dalam surat itu kata dia, alasan Kadis Nawang hanya menyampaikan bahwa pihaknya tidak lagi membutuhkan tenaga Asty Dohu.
“Saya tidak tau lagi kenapa dalam surat pemberhentian saya tidak dituliskan alasan ketidakhadiran itu. Saya menduga alasan itu dibuat setelah ramai dibicarakan banyak kalangan dan dibuat belakangan,” ujar dia.
Surat Pemecatan Dipertanyakan
Salah satu pihak yang merasa aneh dengan isi surat tersebut ialah Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng, Dionisius Upartus Agat.
Seharusnya, kata Agat, dalam surat pemecatan harus dibubuhi dasar pemecatan yang jelas seperti, bentuk pelanggaran yang dilakukan Asty Dohu.
Dasar pelanggaran ketentuan inilah kemudian berfungsi untuk meminimalisasi interprestasi hanya karena like and dislike di balik pemecatan Asty Dohu.
Apalagi Dinas Kominfo Matim lanjut Agat, merupakan instansi negara bukan perusahan pribadi yang bisa saja seenaknya memecat orang tanpa kompromi.
“Asty Dohu ini kan diangkat melalui Surat Perjanjian Kerja (SPK) dengan Surat Keputusan (SK) Kadis, jadi mestinya sebelum memecat harus mempertimbangkan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003,” ujar Agat.
Dia menjelaskan dalam UU tersebut jika ada pelanggaran sesuai perjanjian, maka wajib melakukan beberapa tahapan sebelum dipecat.
Tahapan-tahapan itu yakni, teguran lisan dan tertulis berupa surat peringatan I, II, dan III.
“Sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai tiga kali berturut-turut dalam 6 bulan terhadap pelanggaran yang sama, baru dilakukan pemecatan,” jelas Agat.
Sementara itu, Kadis Nawang ketika dihubungi melalui ponselnya belum merespon seputar isi surat pemberhentian tersebut.
Dikonfirmasi lewat pesan singkat (SMS) pun hingga berita ini diturunkan belum dibalas Kadis Nawang.
Aturan Pemecatan THL Kewenangan Kepala OPD
Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Matim Mateus Ola Beda menyatakan aturan pemecatan THL di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) adalah kewenanngan kepala OPD itu sendiri.
Hal itu dijelaskan Sekda Ola Beda saat ditemui usai berdialog dengan GMNI Cabang Manggarai di Kantor Bupati Matim, Senin (09/10/2017).
“Di perjanjian kerjanya jelas, di situ sudah diatur, kalau mereka melanggar 10 poin itu, kewenangan pimpinan OPD bisa pecat. Jadi, itu kewenangan OPD. Di dalam surat perjanjian tertulis, mereka tanda tangan di atas meterai 6.000,” jelasnya.
“Selanjutnyanya pak Bupati termasuk saya akan komunikasikan soal ini. Pasti kami akan panggil Kadis Kominfonya,” katanya lagi. (Adrianus Aba/Nansianus Taris/VoN)