*) Puisi-Puisi Markward MauSino Manlea

Kampusku Kuning Hari Ini

Kampusku kuning hari ini

Ada ranting kering dan dedaunan pucat pasi

Merana menunggu datangnya musim penghujan

Seorang  mahasiswi junior berkaos kuning…

Ranum gemulai  bermata jelita

Dia primadona dan pujaan  kami

Beberapa  mahasiwa pakai tas kuning

Berikrar setia menyelamatkan bumi

Mereka klan pecinta alam

Sekelompok mahasiswi bersepatu kuning

Berkoar-koar riuh rendah suaranya

Itu fraksi tukang gosip… berbahaya

Dalam sebuah ruangan bercat kuning itu

Di antara tumpukan  prasasti peninggalan  pengetahuan

Para kutubuku tak sadar telah bermetamorfosis jadi kutu

Delapan mahasiswa senior  mendapat kartu kuning

Sebab wajahnya telah mirip dengan fosil manusia purba

Genus langkah dari angkatan terlupakan

Seorang dosen melintas dengan kacamata kuningnya

Jangan pernah cari masalah dengannya, Killer julukannya

Atau kau akan senasib dengan para fosil kampus

Di sudut  jalan sana ada halte kuning

Berserakan pecahan botol  pasca perang badar 

Antara sopi timor dan segelumit adu ceramah ricuh

Kampusku kuning hari ini

Ada yang rindu ingin pulang

Para pejuang gelar yang tak kunjung kelar

Penfui, 2008

Sahabat

Sahabat

Kemarin kita bertemu

Sudah lama kita tak bersua

Kita berdesakan di halte saat gerimis mulai turun

Aku tiba-tiba teringat tentang kisahmu

Tentang gigimu yang tanggal

Waktu kita bolos dan kau terjatuh

 

Sahabat

Aku tersenyum padamu

Tawaran untuk sebuah kenangan masa silam

Namun kau diam, aneh memandangku

Oh…. Aku ingat, kau sudah melupakanku

Kupang,  2009

NUSA RINDU

Inilah cerita kami anak negeri

Merindukan bumi penuh damai

Nanyian kami adalah lagu sunyi

Rintihan kami adalah puisi sepi

 

Nusa kami panas dan kering

Terik matahari menyambar memanggang

Peluh kami bercucuran di ladang gersang

Tempat kami menuai sekam ilalang

 

Di atas karang kami berdiri

Tak henti diterpa ombak pecah berderai

Akankah kami habis terkikis badai

Perlahan menunggu ajal lalu mati

 

Kami manusia yang berkubang lumpur

Melahap angin  tuk menahan lapar

Di atas bumi kami kan terkapar

Menunggu kapan kami habis terbakar

Pulau kami haus dan lapar

Rindukan damai penuh sabar

Langit turunkan bulir-bulir

Puaskanlah dahaga kami yang tak kunjung kelar

Penfui,  2009

*Markward MauSino Manlea, Tinggal di Betun – Malaka