Oleh: Florentina Ina Wai
Staf Media Publikasi dan Jurnal Ilmiah di Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende
Fenomena anak-anak dan remaja yang berkumpul hingga larut malam di berbagai kota, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), telah menjadi perhatian banyak pihak. Meskipun kegiatan ini dapat menjadi bentuk sosialisasi yang positif, terdapat pula sejumlah dampak negatif yang perlu diwaspadai.
Dari sudut pandang psikologi, fenomena ini dapat dianalisis melalui beberapa aspek, seperti perkembangan remaja, kebutuhan sosial, serta berbagai faktor yang memengaruhi perilaku mereka.
Masa remaja merupakan fase penting dalam pembentukan identitas diri. Menurut teori psikososial Erik Erikson (1963), remaja berada dalam tahap identitas vs. kebingungan identitas, yaitu masa ketika mereka berusaha memahami siapa diri mereka dan bagaimana peran mereka di tengah masyarakat.
Dalam proses ini, berbagai aktivitas sosial—termasuk kebiasaan nongkrong di malam hari—dapat menjadi sarana bagi remaja untuk mengeksplorasi jati diri serta memperkuat hubungan dalam kelompok sosialnya.
Namun, meskipun dapat membantu remaja dalam proses pencarian jati diri, kebiasaan nongkrong hingga larut malam juga memiliki risiko bagi perkembangan mereka.
Dr. Elizabeth Hartono, seorang psikolog remaja, mengungkapkan bahwa kebiasaan ini dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental, seperti kurangnya waktu istirahat dan meningkatnya potensi munculnya perilaku berisiko.
Oleh karena itu, penting bagi remaja untuk menyeimbangkan kebutuhan akan interaksi sosial dengan pola hidup yang sehat dan teratur.
Kebutuhan sosial memegang peran penting dalam membentuk perilaku remaja, mendorong mereka untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman sebaya.
Salah satu cara yang sering dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ini adalah nongkrong di malam hari, yang menjadi sarana bagi mereka untuk membangun hubungan sosial dan memperkuat ikatan dalam kelompok.
Namun, penting bagi remaja untuk menyeimbangkan aktivitas sosial tersebut dengan tanggung jawab pribadi dan menjaga kesehatan.
Meskipun nongkrong di malam hari dapat memenuhi kebutuhan sosial remaja, kegiatan ini juga berisiko bagi perkembangan mereka.
Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, seorang ahli psikologi remaja, menekankan bahwa penguatan komunitas positif sangat berperan dalam membantu remaja membangun identitas diri yang sehat dan meningkatkan keterampilan sosial.
Oleh karena itu, remaja perlu memilih lingkungan yang mendukung pertumbuhan pribadi dan hubungan sosial yang konstruktif.
Fenomena nongkrong di malam hari memiliki beberapa dampak negatif, di antaranya berkurangnya produktivitas, karena waktu yang dihabiskan sering kali tidak digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat.
Selain itu, kurang tidur akibat kebiasaan begadang dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental.
Nongkrong hingga larut malam juga dapat meningkatkan potensi perilaku berisiko, seperti terlibat dalam pergaulan yang tidak sehat.
Dari segi keamanan, berada di luar rumah hingga larut malam meningkatkan risiko terhadap keselamatan diri.
Oleh karena itu, sangat penting bagi remaja untuk mempertimbangkan keseimbangan antara interaksi sosial dan tanggung jawab pribadi.
Untuk mengatasi persoalan ini, beberapa solusi psikologis dapat dijalankan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kesadaran diri.
Kesadaran diri membantu remaja memahami kebutuhan, keinginan, dan motivasi mereka, serta menyadari dampak negatif dari kebiasaan nongkrong di malam hari terhadap kesehatan fisik dan mental mereka.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi fenomena nongkrong di malam hari antara lain:
Pertama, meningkatkan kesadaran diri.
Langkah ini mencakup refleksi diri, yang membantu remaja memahami prioritas dan kebutuhan mereka; identifikasi tujuan, agar mereka menyadari dampak kebiasaan nongkrong malam hari terhadap pencapaian pribadi; serta pengembangan keterampilan self-regulation, yang memungkinkan mereka mengontrol perilaku dan membuat keputusan yang lebih bijak.
Dengan meningkatkan kesadaran diri, remaja akan lebih mampu memilih aktivitas yang mendukung perkembangan pribadi dan kesehatan mereka secara keseluruhan.
Kedua, menawarkan aktivitas alternatif.
Memberikan pilihan kegiatan yang lebih positif merupakan cara efektif untuk mengurangi kebiasaan nongkrong hingga larut malam.
Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya menjaga produktivitas, tetapi juga tetap memungkinkan remaja untuk bersosialisasi secara sehat.
Contoh kegiatan alternatif yang bisa ditawarkan meliputi: olahraga malam seperti basket, sepak bola, atau voli, yang bermanfaat bagi kesehatan fisik dan mental; diskusi kelompok untuk melatih kemampuan berpikir kritis dan memperluas wawasan; serta pelatihan keterampilan seperti memasak, coding, atau fotografi, yang dapat memperkuat potensi dan mempersiapkan masa depan.
Dengan memilih aktivitas yang lebih konstruktif, remaja tetap dapat membangun hubungan sosial tanpa mengorbankan kesehatan dan produktivitas.
Ketiga, pendekatan dari keluarga.
Keluarga memegang peran sentral dalam membentuk pola perilaku remaja. Orang tua dapat mendukung anak-anak mereka dengan membangun komunikasi yang terbuka, sehingga memahami kebutuhan dan keinginan anak, serta mampu memberikan arahan yang bijak.
Diperlukan pula aturan yang fleksibel namun tegas, guna menetapkan batasan yang jelas tanpa mengekang ruang tumbuh anak.
Selain itu, dukungan emosional dan motivasi dari keluarga membantu remaja merasa dihargai dan didampingi dalam setiap tahap perkembangan mereka.
Pendekatan keluarga yang seimbang akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan kebiasaan sehat.
Keempat, penguatan komunitas positif.
Komunitas yang sehat dapat menjadi wadah remaja untuk tumbuh dan berkembang, baik secara pribadi maupun sosial.
Beberapa bentuk komunitas positif yang dapat diikuti remaja antara lain: kelompok pemuda yang aktif dalam kegiatan sosial, olahraga, atau seni; organisasi kepemudaan yang mendorong pengembangan kepemimpinan dan pelayanan sosial; serta komunitas daring yang menjadi ruang berbagi, diskusi, dan kolaborasi kreatif.
Dengan bergabung dalam komunitas seperti ini, remaja tetap bisa bersosialisasi sambil membentuk karakter, memperluas relasi, dan mengasah keterampilan.
Lingkungan yang mendukung memungkinkan mereka menjalani kehidupan yang lebih seimbang dan produktif.
Pendekatan yang tepat sangat penting dalam menghadapi fenomena nongkrong di malam hari. Melalui kombinasi peningkatan kesadaran diri, penyediaan aktivitas alternatif, peran aktif keluarga, dan penguatan komunitas positif, remaja dapat diarahkan menuju lingkungan yang mendukung pertumbuhan mereka secara optimal.
Strategi ini tidak hanya membantu membentuk identitas diri yang sehat, tetapi juga meningkatkan keterampilan sosial dan kemampuan mereka dalam menjaga keseimbangan antara interaksi sosial dan tanggung jawab pribadi.
Dengan demikian, generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang produktif, sehat, dan matang secara emosional.
Tinggalkan Balasan