Borong, Vox NTT- Pasangan Marselis Sarimin dan Paskalis Sirajudin, menawarkan produk yang dikemas dalam program unggulan untuk membangun Manggarai Timur (Matim) lima tahun ke depan.
Calon bupati dan wakil bupati Matim periode 2018-2024 yang akrab dengan sebutan Paket Merpati itu setidaknya menyodorkan 11 program unggulan kepada masyarakat setempat.
Pakat Merpati sudah mulai menawarkan langsung 11 program ini ke masyarakat lewat kampanye politiknya dari wilayah Kota Komba.
Bersama para juru bicara dari tiga partai pengusung, Marselis dan Paskalis membeberkan visi misi dan program kerjanya di hadapan ratusan simpatisan di Ketang dan Parang, Kecamatan Kota Komba pada Jumat, 16 Februari 2018.
Marselis Sarimin dan Sirajudin Paskalis adalah calon bupati dan wakil bupati Matim yang diusung Partai Demokrat, PDI Perjuangan dan Partai NasDem.
Berikut 11 Program Unggulan Paket Merpati;
Pertama, JAL (jalan, air dan listrik). JAL terkait hak-hak dasar masyarakat karena terkait dengan gerak nadi perekonomian daerah.
Jalan yang berkualitas wajib dibangun untuk menghubungkan sentra-sentra ekonomi dan memudahkan roda perputaran uang, khususnya perdagangan hasil komoditi pertanian dan perkebunan di Matim.
Marselis merinci, jalur jalan Pota, Watunggong, Bangga Ranga, Nceang dan Borong menjadi salah satu prioritas. Demikian pula ruas jalan yang menghubungkan Nceang, Wukir, Wae Lengga, Kisol dan Borong.
Dari total 2.680 jalan Kabupaten di Matim, baru 30 persen yang dikerjakan. Sisanya masih butuh kerja serius.
Beberapa ruas jalan provinsi pun melalui pendekatan aturan dan skala prioritas akan dialihkan menjadi jalan strategis nasional dan jalan kabupaten agar pembangunannya dipercepat.
Kedua, pemberdayaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Marselis menjelaskan, dana desa di era Jokowi-JK tidak hanya untuk pembangunan infrastruktur, melainkan untuk pemberdayaan masyarakat.
Karena itu BUMDes diberdayakan menjadi produktif dan bermanajemen profesional.
Apa manfaatnya? BUMDes akan menyerap tenaga kerja, membeli hasil komoditi dari petani dan menerapkan skema simpan pinjam. Sehingga saat musim paceklik, masyarakat bisa meminjam dari BUMDes.
Kemudian, saat musim hasil, pinjaman itu dikembalikan dalam bentuk komoditi hasil atau uang (pokok dan bunganya).
“Gereja (lembaga agama lain) akan dilibatkan upaya agar terjadi stabilitas harga komoditi melalui BUMDes bisa diwujudkan,” katanya.
Kalau BUMDes dihidupkan di-176 desa di Matim, bisa dihitung berapa jumlah tenaga kerja yang terserap.
Untuk stabilitas harga komoditi, bupati, wakil bupati bersama kekuatan politik di DPRD akan membuat regulasi terkait stabilitas harga komoditi.
BUMDes akan membeli hasil komoditi petani dan kemudian hasilnya dikelola melalui BUMD.
Pemerintah melalui BUMD akan hadir untuk mencari investor atau pembeli agar komoditi-komoditi itu masuk ke pasar. Ini akan menyelamatkan petani dari kekuasaan rentenir atau tukang ijon.
Ketiga, insentif atau bantuan tunai kepada lansia dan anak-anak yatim yang dilakukan dengan kebijakan anggaran afirmatif melalui Dinas Sosial.
“Kita bersama DPRD akan melakukan intervensi anggaran melalui dinas sosial untuk warga lanjut usia dan anak-anak yatim. Kita juga akan bekerja sama dengan para suster di Manggarai Timur untuk membantu anak-anak yatim piatu, ” ucap Marselis.
Keempat, pengembangan pariwisata berbasis agrikultur dan budaya lokal. Matim memiliki kekayaan dan kekhasan alam, namun belum dikemas secara profesional sehingga mendatangkan para turis nasional dan internasional.
“Kita punya danau Rana Mese, Danau Rana Kulan, Pantai Nanga Rawa, Liang Bala, Rana Masak, Danau Teratai dan pesona pantai utara, juga spesies Komodo (Mbou/ Rughu) di Sambi Rampas,” beber mantan Kapolres Manggarai itu.
Potensi budaya berupa ritus-ritus adat di antaranya Penti dan kesenian lokal di antaranya Danding, Mbata, Sanda, Caci penting dikemas dalam kegiatan tahunan.
Kalau banyak pelancong ke Matim, otomatis sub sektor pariwisata akan berkontribusi bagi pendapatan daerah.
“Kita butuh agenda tahunan yang rutin yang dikemas menarik agar pengunjung bisa datang dan berbelanja di Manggarai Timur, ” ungkapnya.
“Kita penting membangun agrowisata berbasis masyarakat dan bekerja sama dengan anak-anak Manggarai Timur yang paham kepariwisataan dengan pendekatan pariwisata berbasis agrikultur dan budaya untuk membuka sentra-sentra ekonomi kreatif.”
Keenam, revolusi mental birokrasi. Menurut Marselis, tata kelola pemerintahan tidak bisa berhenti hanya pada birokrasi yang bersih dan baik saja (good and clean government) melainkan melampaui itu, kita membutuhkan birokrasi yang produktif dan menjadi pelayan bagi masyarakat.
“Kita ingin penempatan pejabat/staf sesuai dengan kapasitas, kompetensi dan keahlian. Jangan sarjana pariwisata menjadi pegawai kehutanan. Jelas, dia tidak akan bekerja dengan produktif. Kalau Tuhan ijinkan Merpati pimpinan Manggarai Timur, kita akan rombak birokrasi yang tidak beres, ” tegasnya.
Marselis mencontohkan, soal Polisi Pamong Praja. Sebagai penegak Perda mereka harus benar-benar profesional. Bagaimana caranya menjadi profesional?
Caranya yakni dengan sungguh-sungguh memahami tugas pokok dan fungsinya sebagai penjaga dan penegak peraturan daerah di Matim.
Ketujuh, Tenaga Harian Lepas (THL) seperti guru, perawat, bidan atau yang bekerja di mana tiap OPD akan diangkat melalui surat keputusan bupati, bukan keputusan kepala dinas.
Tujuannya adalah agar gaji dan pekerjaan mereka terjamin. Mereka tidak mudah dipecat hanya karena rasa tidak suka dari atasan.
Sementara, Guru yang diangkat melalui SK Bupati akan berpeluang masuk program sertifikasi guru, sehingga pendapatan meningkat sesuai dengan kewajiban yang mereka kerjakan.
Demikian pula guru-guru SMA/K yang anggarannya sudah dari provinsi. Kabupaten penting melakukan pendekatan afirmatif agar gaji mereka diperhatikan.
Kedelapan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Ada tiga jenis hutan yakni hutan lindung, hutan penyanggah, dan hutan pengelola.
Di ranah hutan pengelolaan, masyarakat bisa mengelolanya dengan syarat tetap menjaga hutan sebagai area penghasil air dan keseimbangan iklim.
Kesembilan, pengembangan Balai Latihan Kerja (BLK) di tiap kecamatan untuk industri-industri kreatif. Itu misalnya tenun, jahit, makanan, dan souvenir. Selain itu, mengembangkan kripik keladi, sebab keladi melimpah ruah di Matim.
Pengembangan keterampilan hortikultura, memanfaatkan pekarangan untuk sayur dan buah, hasilnya dijual ke pasar. “Jangan pernah malu dan gengsi menjadi petani,” ucapnya.
Kesepuluh, beaasiswa sekolah kedokteran dan sekolah keterampilan khusus buat anak-anak Matim yang tidak mampu.
“Mereka akan diseleksi secara benar dan kemudian diberi beasiswa sampai mereka menjadi profesional dan kembali berbakti di tanah ini. Kita harus menjadi tuan di tanah sendiri.”
Kesebelas, pengembangan olahraga berbasis potensi unggulan daerah misalnya sepak bola, atletik dan bela diri. Target capaiannya adalah agar atlet-atlet asal Matim bisa bersaing di kancah nasional.
Salah satu contohnya adalah atlet Olivia Sadi. Dia sukses mengharumkan nama Manggarai di tingkat nasional.
“Saya mantan atlet Karate. Pak Paskalis pernah melatih sepak bola dan menjadi jawara. Kita targetkan di tahun ketiga kepemimpinan kalau diizinkan Tuhan, tim sepak bola kita harus masuk divisi 3 liga Indonesia, ” kata suami dari Kompol Yulianik itu.
Bagaimana 11 program ungulan dari Visi Misi dan Program Kerja Merpati bisa dikawal dan ditagih?
Ini jawaban Marselis. “Kalau diijinkan jadi bupati dan wakil bupati, kita bikin Rumah Bicara, dimana warga menagih janji dari bupati dan wakil bupati, mengutarakan keluhannya, mengeritik dan mengingatkan pemerintah, karena Merpati tidak anti kritik, kami siap ditagih janji-janjinya,” tegasnya. (Tim Media Merpati/M8tim)