Ende, Vox NTT-Tumpukkan karung berisi batu berderet di samping rumah berdinding pelupuh, berlantai tanah itu. Semuanya tersusun rapi sesuai dengan ukuran masing-masing.
Rumah reot yang persis di bibir pantai Maurole, Kabupaten Ende, manjadi perhatian serius VoxNtt.com. Bahkan menggugah hati untuk melihat lebih dekat.
Sekitar pukul 10.30 Wita, Kamis siang, rumah itu tampak sedikit sepi. Sejumlah warga hilir mulir di halaman rumah itu.
Di kamar paling kanan dengan ukuran kurang lebih 5×4 meter ini ternyata ada satu keluarga yang tinggal. Mereka adalah, Firmus Du (34), Bernadetha Riti (39) dan tiga anak mereka.
Raut wajah Bernadetha penuh cucuran keringat setelah memecah-mecahkan batu seukuran kepalan tangan di samping pintu masuk. Hanya bermodalkan hamar, ia pecahkan satu per satu sebagaimana modalnya untuk mencari uang.
Sedangkan Firmus tampak sedang berbaring tak berdaya di tempat tidur. Ia dalam kondisi lumpuh total setelah ditendes pohon kelapa tiga tahun lalu.
Kondisi ini membuat Bernadetha untuk bekerja keras menyembuhkan suaminya. Namun, hingga kini tak kunjung sembuh.
Pasangan suami istri ini dikarunia tiga orang anak yang semuanya masih kecil. Bernadetha pun dituntut untuk mencari uang membiayai sekolah anak-anaknya.
Selain bekerja sebagai ibu rumah tangga, ibu paruh baya dituntut untuk mencari uang dengan mengumpulkan dan memecahkan batu. Namun, apalah daya ia bekerja semampunya.
Ia begitu sedih dengan kondisi yang menimpah keluarganya. Karena ia hanya seorang wanita yang lemah dan lebih banyak meminta pertolongan Yang Maha Kuasa.
Sudah tiga tahun, tantangan ini melekat pada diri Bernadetha. Namun, ia tetap tegar dan menjalani hidup seadanya.
Bernadetha berasal dari Desa Nggesa Biri, Kecamatan Detukeli. Sedangkan suaminya Firmus berasal dari Desa Detuwulu, sebuah desa yang jauh dari semua akses baik kendaraan maupun informasi di Kecamatan Maurole.
Pasangan ini memilih hidup di kos agar lebih mudah akses untuk pengobatan maupun informasi. Per bulan mereka harus kucurkan Rp 100.000 untuk biaya kos. Itu juga tugas Bernadetha.
“Ya, sudah hampir puluhan juta saya usahakan suami saya sembuh. Tapi, saya sedih dengan kondisi ini,” katanya Bernadetha sedih.
Lebih sedih lagi, Bernadetha mengaku, uang yang dulu dikumpulkan sebenarnya digunakan untuk membiayai acara pernikahan mereka. Namun, setelah musibah menimpah keluarga, uang itu akhirnya digunakan untuk membiayai suaminya Primus.
“Saya berharap waktu itu bisa sembuh, tapi saya merasa ini adalah sia-sia,” tandasnya.
Cobaan yang dialami oleh pasangan suami istri itu seakan tidak ada hentinya. Bernadetha yang sudah dijadikan tulang punggung keluarga dituntut harus mencari uang ratusan juta untuk melakukan operasi suaminya di daerah Jawa.
Sebab, menurut Dokter, kata Bernadetha, suaminya mengalami pergeseran tulang belakang secara signifikan. Itu disembuhkan hanya dengan proses bedah tubuh.
“Saya dapat uang dari mana sebanyak itu. Yah, saya dan suami saya hanya pasrah saja. Kami hanya berdoa saja,” tutur dia.
Sementara Primus, saat ditanya Voxntt.com, hanya memberi komentar datar. Ia bahkan menyatakan bahwa dirinya sudah tak berfungsi untuk hidup.
Ia tidak mengitung dengan kondisi tubuhnya yang sedang lumpuh. Ia hanya menyesal dengan keadaan ketiga anaknya yang semua masih kecil.
“Saya seperti tidak berfungsi lagi. Saya menyesal kalau anak saya tidak bisa sekolah. Saya sungguh sangat menyesal,” kata Primus.
Bahkan, ia kesal karena anaknya tidak mendapatkan bantuan biaya pendidikan dengan program Jokowi Kartu Indonesia Pintar (KIP).
“Anak saya tidak dapat pak. Saya menyesal kalau nanti anak saya tidak sekolah,” pungkas Primus berbaring.
Kondisi keluarga Primus baru diketahui Bupati Ende, Marselinus Y.W. Petu dan Wakil Bupati H. Djafar Haji Achmad setelah blusuk ke kediamannya. Bupati mengaku selama ini belum mendapatkan informasi dari pemerintah tingkat bawah.
Calon bupati incumbent ini akan berupaya untuk memperhatikan kesehatan Primus.
“Nanti, saya komunikasi dengan Dinas Sosial ya. Tetap sabar ya. Nanti kita bantu dengan kursi roda,” ucap Bupati Marsel yang saat ini sedang cuti.
Penulis: Ian Bala
Editor: Adrianus Aba