Ruteng, Vox NTT- Kanit Lakalantas Polres Manggarai, Raji membantah telah meminta uang kepada warga untuk mengamankan kasus.
Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, kasus tersebut yakni Lakalantas yang melibatkan Eka Budi Prasetiyo (15) dan Wilianus Jebarus (15) di depan SMP Negeri 1 Langke Rembong pada 5 April 2018 lalu, sekitar pukul 12.30 Wita.
Saat itu Eka Budi Prasetiyo yang mengendarai sepeda motor Supra-X menabrak mobil bemo bernomor polisi EB 7200 N yang dikemudi oleh Wilianus Jebarus.
Bemo tersebut sementara berhenti memuat penumpang di depan SMP Negeri 1 Langke Rembong, tiba-tiba Eka menabraknya dari arah belakang.
Eka adalah warga RT 002, RW 001, Kelurahan Mbau Muku, Kecamatan Langke Rembong. Sedangkan bemo yang dikemudi Wili milik Stefanus Jenguru, warga Kampung Pinggang, Desa Wae Ri’i, Kecamatan Wae Ri’i.
Usai kecelakaan, Eka sempat dibawa ke RSUD dr Ben Mboi Ruteng karena terjadi luka ringan. Setelah beberapa saat diperiksa, dia kemudian langsung dibawa pulang kembali ke rumahnya.
Pada tanggal 17 April, Eka dan ayahnya Riyadi dipanggil Polisi untuk dimintai keterangan seputar kasus tabrakan tersebut.
Riyadi, ayah Eka saat ditemui VoxNtt.com di kediamannya, Senin malam, 23 April lalu mengatakan,usai diperiksa dia disuruh mengantarkan sebuah surat ke Lembaga Permasyarakatan Ruteng.
Ia diantar dengan mobil patroli bersama dua oknum Polisi bernama Ari dan Kadek.
“Dalam perjalanan, dalam mobil Pa Ari dan Kadek saran agar siapkan uang 200 ribu untuk kasih ke petugas Lapas bernama Darius. Katanya supaya masalah aman,” ucap Riyadi.
Setiba di LP Ruteng, Riyadi kemudian diperiksa kembali oleh petugas bernama Darius.
Selanjutnya ia memberikan langsung uang Rp 200.000 kepada Darius atas saran oknum polisi bernama Ari dan Kadek.
Masih Riyadi, pada Sabtu, 21 April, ia ditelepon oleh oknum Polisi bernama Ari menggunakan nomor HP oknum Polisi bernama Kadek.
Ari menyuruh Riyadi untuk menghadap ke kantor polisi dan memberitahukan bahwa penyidik dalam kasus tersebut yakni Kadek.
Lantas tidak berpikir panjang, Riyadi kemudian datang ke kantor Polres Manggarai dan bertemu dengan Kadek.
“Sampai di sana Kade suruh saya runding dengan pemilik bemo sambil menģatakan berani bayar berapa? Akhirnya saya tawarkan 1 juta. Kadek bilang tidak cukup uang itu. Katanya uang itu agar kasus itu aman,” kata Riyadi.
Selang beberapa saat, Riyadi kemudian disuruh Kadek untuk pulang dan berunding dengan pemilik bemo tentang uang tersebut.
“Saya sendiri bingung itu uang apa, uang yang dimintanya itu untuk apa?” tanya Riyadi.
Baca: Oknum Polantas Polres Manggarai Diduga Minta Uang ke Warga
Namun, Raji dan Kadek saat dikonfirmasi para awak media di ruang kerjanya, Jumat sore (27/04/2018), membantah pengakuan Riyadi yang menuding telah meminta uang tersebut.
“Kami nyatakan sanggahan bahwa apa yang disampaikan narasumber itu tidak benar,” ujar Raji.
Dia menyatakan, pihaknya menangani kasus Lakalantas yang melibatkan Eka dan Wili sudah benar sesuai tahapan-tahapan hukum yang berlaku.
Keduanya, jelas Raji, sama-sama tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Padahal, berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 281 menyatakan, setiap pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta.
Selain itu lanjut dia, Eka dan Wili sama-sama masih di bawah umur. Sebab itu, berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, ada kewajiban bagi penyidik untuk meminta pertimbangan dari pembimbing masyarakat atau balai permasyarakatan (Bapas) setelah tindak pidana anak dilaporkan atau diadukan.
“Memang dalam kecelakaan lalu lintas jarang ada laporan atau pengaduan, tapi kalau Polisi dapat informasi ada Lakalantas wajib melakukan olah TKP dan melakukan penyelidikan,” ujar Raji.
Raji menyatakan, dalam kaitan dengan perintah UU tersebut, pihaknya telah meminta pertimbangan Bapas di LP Ruteng.
Sejumlah dokumen dalam kaitan Lakalantas, termasuk kopian kartu keluarga (KK) dan akta kelahiran milik Eka saat itu dibawasertakan demi kepentingan pemeriksaan Bapas, pegawai Departemen Hukum dan HAM yang ditempatkan di Lapas.
“Prosedur itu kami sudah lakukan semuanya setelah ada pemeriksaan orang tua dan anaknya,” katanya.
“Makanya setelah pemeriksaan tanggal 17 itu, ayah Eka bersama Eka diantar anggota saya ke LP Ruteng. Soal apa yang terjadi di LP, bukan lagi kewenangan kami sebagai Polisi karena kami hanya mengantar di pintu depan,” tandas Raji.
Belum Ada Pernyataan Damai
Raji merespon pula pernyataan Stefanus Jenguru, pemilik bemo yang menyebut telah membawa surat perdamaian antara dirinya dengan pihak Eka ke Polisi.
Menurut Kanit Raji, hingga selesai pemeriksaan Eka dan ayahnya pada 17 April lalu, surat pernyataan damai itu belum diterima penyidik Kepolisian.
Sebagai bukti ia menujukkan hasil BAP ayah Eka di poin 35. Di situ, ayah Eka mengaku hingga pemeriksaan belum bertemu untuk membuat kesepakatan damai dengan Wili dan Stefanus seputar kasus kecelakaan tersebut.
Kendati demikian, pihak Raji berencana akan melakukan diversi terhadap kasus Lakalantas yang melibatkan Eka dan Wili tersebut.
Merujuk pada Pasal 1 angka 7 UU Nomor 11 Tahun 2012, pengertian diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Lalu, Pasal 5 ayat (3) menegaskan “dalam Sistem Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan diversi”.
Dalam proses diversi, jelas Raji, beberapa pihak akan diundang untuk duduk bersama dan meminta pertimbangannya.
Pihak-pihak itu, antara lain, kedua belah pihak yang terlibat dalam kasus, utusan Bapas, panasihat hukum, pegawai profesional dari Dinas Sosial, dan jika bisa nanti termasuk unsur pers.
Dia mengatakan, setelah menemukan kata kesepakatan damai dalam diversi disusul dengan pembuatan berita acara dan akan dikirim ke Pengadilan Negeri.
“Nanti kita minta penetapan Ketua Pengadilan. Kalau surat penetapan itu keluar baru masalah selesai. Barang bukti pun boleh dikembalikan Polisi karena masalah selesai,” jelas Raji.
Penulis: Adrianus Aba