Bajawa, Vox NTT- Kamelus Tokan, oknum polisi yang bertugas di Polsek Soa, Kabupaten Ngada diduga telah melakukan tindakan tak senonoh dengan cara menelanjangi Hendrikus Jehurut, seorang kakek berusia 60 tahun.
Kejadian yang menimpa warga Desa Uluwae I, Kecamatan Bajawa Utara, Kabupaten Ngada itu dilaporkan terjadi di ruang tahanan Polsek Soa pada Kamis, 31 Mei 2018 lalu.
Hendrikus Jehurut ketika dijumpai VoxNtt.com di kediamannya, Jumat (01/06/2018), mengaku, Kamelus Tokan menanggalkan celana dan bajunya. Kemudian pakaiannya tersebut dilemparkan ke luar ruangan tahanan Polsek Soa.
Dia mengatakan, dirinya sempat dicebloskan ke dalam tahanan selama tiga jam.
Penyiksaan itu bermula dari adanya tudingan bahwa Kakek Hendrikus telah melakukan penggelapan dana Anggur Merah di Desa Uluwae I.
Kakek yang memiliki dua cucu ini mengaku, ia dilaporkan ke Polsek Soa oleh bendahara program Anggur Merah Desa Uluwae I, Regina Lihing.
Selanjutnya, pada 3 Maret lalu Hendrikus mendapat surat panggilan menghadap ke Polsek Soa.
Namun, dia mengaku aneh karena dalam surat panggilan pertama tersebut tidak dicantumkan nomor surat laporan kepolisian.
Lalu, pada 13 Maret ia kembali menerima surat panggilan menghadap ke Polsek Soa yang konon atas laporan panitia program Anggur Merah Desa Uluwae I.
Namun, kata Kakek Hendrikus, setelah dicek ternyata panitia program Anggur Merah tidak pernah melaporkannya ke Polisi.
Kemudian, pada 26 April 2018, Kakek Hendrikus mengaku mendapat permintaan lisan untuk menghadap oleh oknum polisi bernama Kamelus Tokan. Namun ia tidak menghadap.
Kakek Hendrikus melanjutkan, pada Kamis, 31 Mei lalu, dua oknum aparat Polsek Soa masing-masing Kamelus Tokan dan Fery Taa mendatangi rumahnya di RT 07, Dusun Alowulan, Desa Uluwae I.
Kedua oknum polisi itu datang untuk menjemput paksa Kakek Hendrikus menuju Polsek Soa.
Kamelus Tokan dan Fery Taa datang ke rumah Kakek Hendrikus dengan mengenakan baju seragam polisi sambil mengeluarkan nada tinggi.
“Saudara Hendrikus Jehurut saat ini juga kami jemput untuk ditahan, silakan saat ini anda panggil para pembela atau DPRD. Supaya anda tahu yang berhak untuk tahan orang itu hanya kami polisi ini, selain itu tidak ada lagi,” tutur Kakek Hendrikus meniru ucapan oknum polisi Kamelus Tokan.
Kakek Hendrikus kemudian diboyong menggunakan sepeda motor dinas Polsek Soa dan diboncengi oleh Kamelus Tokan.
Ketika sepeda motor itu hendak berangkat, isak tangis keluarga bergemuruh di rumah Kakek Hendrikus.
Setiba di Kampung Wolomeli Desa Inegena, oknum polisi Kamelus Tokan memberikan uang kepada Kakek Hendrikus dan menyuruhnya membeli moke (arak) putih.
Selanjutnya, kata Hendrikus, ia dipaksakan Kamelus untuk minum arak tersebut bersama-sama mereka.
“Awalnya saya tidak mau, karena saya ada sakit. Tapi pak Tokan paksa dan ancam saya kalu tidak minum moke putih tersebut,” kata Hendrikus sambil menangis.
Sesampai di Polsek Soa, dia langsung dimasukan ke dalam tahanan selama tiga jam.
Oknum polisi Kamelus Tokan juga ikut masuk ke dalam tahanan hanya untuk menanggalkan celana dan baju kakek yang sedang menderita penyakit paru-paru (asma) ini.
Kemudian oknum polisi Kamelus Tokan melemparkan baju dan celana Kakek Hendrikus ke luar tahanan.
“Saat itu saya teriak menangis histeris. Biar teroris atau penjahat lain pun masih ada hak-hak hukum dan tidak diperlakukan seperti ini. Ini hanya karena masalah Anggur Merah dan belum ada bukti salah, saya diperlakukan seperti pelaku teroris. Hukum soal ke seratus, tetapi martabat dan harga diri saya yang tidak bisa dibeli,” pungkas Kakek Hendrikus.
Dia menambahkan, di Desa Uluwae I memang ada penerimaan program dari Pemerintah Provinsi NTT yaitu program anggaran untuk mensejahterakan rakyat (Anggur Merah).
Anggur Merah ini dipinjam dengan sistem pengembalian setahun dan bunga 1% dipotong sejak pengambilan awal 12 Oktober 2017.
Jumlah anggota Anggur Merah Desa Uluwae I sebanyak 80 orang.
Setiap anggota masing-masing menerima pinjaman sebesar Rp 2.750.000 dari total Rp 3.125.000.
Dana itu sudah dipotong bunga 1% perbulan dalam setahun sebesar Rp 375.000.
“Kami anggota tinggal terima Rp 2.750.000, karena sudah potong dengan bunga 1% dalam setahun. Pada 12 Oktober 2018 ini tetap kami kembali sebesar Rp 3.125.000,” jelas Kakek Hendrikus.
Terpisah, Kuasa Hukum Kakek Hendrikus, Yohanes Berachmans Ropa Cardoso mempertanyakan legal standing atau kedudukan hukum pelapor dalam kasus dana program Anggur Merah tersebut.
“Maksudnya apakah bendahara atau panitia berwenang dalam laporan tersebut,” tanya Yohanes.
Selain itu, ia juga mempertanyakan surat pemberitahuan kepada keluarga saat melakukan penangkapan Kakek Hendrikus.
Menurut Yohanes, institusi kepolisian bukan lembaga arisan yang bisa memanggil orang tanpa ada bukti materil seperti surat.
Kata dia, tugas polisi adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan, bukan memvonis orang benar atau salah.
Yang berhak menentukan seseorang benar atau salah hanya hakim di pengadilan.
Yohanes menegaskan, polisi juga mesti memperhatikan prosedur tetap (protap) dalam pemeriksaan seseorang.
“Terdakwa atau narapidana sekalipun masih memiliki hak hukum. Apalagi baru asas praduga tak bersalah. Oleh karena itu polisi harus menghormati hak-hak hukum seseorang,” ujar Yohanes.
Sementara itu, Kapolsek Soa Aloysius Wio mengaku, belum mengetahui penangkapan Kakek Hendrikus.
Aloysius juga mengaku, pada Maret 2018 lalu pihaknya sudah memberikan teguran kepada anggotanya Kamelus Tokan agar menghentikan penanganan masalah Anggur Merah di Desa Uluwae I
“Ade (adik) saya benar-benar tidak tahu hari Kamis mereka (Kamelus Tokan dan Fery Taa) tangkap om Endi (Kakek Hendrikus) itu. Saya sampaikan permohonan maaf karena tidak ada protap kepolisian yang telanjangi seseorang,” ujar Kapolsek Aloysius.
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Adrianus Aba