Ruteng,VoxNtt.com-Kayu api memang berlahan telah digantikan minyak tanah untuk keperluan rumah tangga. Namun ternyata masih ada segelintir orang yang mengais rejeki bahkan menyandar hidup dengan menjual kayu api.
Salah satunya Fransiskus Egor (43) pria asal kampung Lous, Desa Riung, Kecamatan Cibal Utara, Kabupaten Manggarai.
Saat ditemui VoxNtt.com (15/12) di jalan utama Ruteng-Reo tepatnya sekitar 18 Km sebelum memasuki kota Reo, ibu kota Kecamatan Reok, ia tampak sibuk menjajakan kayu api bagi kendaran yang lewat di jalan itu.
Dengan raup wajah letih, ayah 2 orang anak ini menuturkan pekerjaan menjual kayu api sudah dijalani sekitar empat tahun lalu setelah 10 tahun pulang berlanang buana di negeri jiran Malaysia.
“Modal pergi rantau sudah habis dibuat rumah, pekerjaan ini satu-satunya pekerjaan menopang kehidupan keluarga saya” Kata suami dari Mersiana Haliman ini.
Di bawah pondok sederhana buatanya, ia berteduh dari terikanya matahari sambil menguliti belahan kayu yang sudah dipotong dari lahan miliknya.
“Kayu jenis lamtoro tumbuh subur di desa kami, baik yang masih usia muda maupun tua dipotong lalu kulitnya dibersihkan ” ujar pria kelahiran Lous 15 Mei 1978 ini.
Setelah dipotong di hutan dan kebun ternyata prosesnya masih begitu panjang. Ia harus menguras keringat memikul dengan jarak yang lumayan jauh. Kayu lamtoro tersebut kemudian dikuliti dan dijemur lalu dipajang di bawah kolong pondok.
” Jarak tempat mencari kayu lumayan jauh ” akunya.
Prosesnya tidak sampai di situ, sesampainya di pondok butuh waktu hingga satu sampai dua minggu, baru kayu-kayu tersebut dijual kepada pemborong untuk kebutuhan ribuan rumah tangga di Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai .
Pekerjaan ini, aku Frans tidak hanya dilakukan keluarganya tetapi juga belasan warga Lous yang menginap di pondokan sambil menunggu pemborong kayu api datang dari Kota Ruteng.
Frans menuturkan kayu dijual dengan harga 1000 per ikat. Setiap hari kayu terjual sebanyak 40 sampai 50 ikat.
“Setiap hari penghasilan Rp 40.000 sampai sampai Rp 50.000. Padahal kita mengumpulkan kayu api dalam jumlah eperti ini dalam waktu satu sampai dua hari” katanya
Dia mengaku pelanggan kayu api biasanya para penumpang, pengendara sepeda motor, dan para pembeli dari Ruteng yang memborong kayu dengan menggunakan truk.
“Kalau menggunakan truk besar biasanya kayu diangkut dari lima sampai enam penjual dari kampung Lous sehingga kayu api baru dapat memenuhi mobil truk tersebut” pungkas Frans.
Meskipun dengan harga pas-pasan Frans mengeluh penjualan kayu tidak seimbang dengan tenaga yang sudah terkuras.
“Uangnya cukup untuk membeli beras dan biaya uang sekolah untuk anak-anak”
Meskipun pekerjaan boleh dibilang lumayan sulit, ternyata cukup untuk kebutuhan keluarganya. Tanpa disadarinya kayu api dari pohon-pohon lamtoro yang tumbuh liar tersebut sudah memberikan jasa yang begitu besar bagi kehidupan keluarganya dan beberapa warga kampung Lous.
Ia mengaku menjelang hari raya Natal dan Tahun baru 2017 kayu hasil jualan laris di tangan pemborong dari Ruteng.
“Saya tidak bisa pungkiri kuasa Tuhan ada rejeki menyambut Natal dan Tahun baru. Setidaknya kami beli baju natal untuk keluarga” jelas Frans yang hingga kini belum pernah mendapat bantuan program untuk keluarga miskin.
Dia berharap agar program-program pemerintah harus benar-benar pro rakyat khususnya untuk keluarga seperti mereka.
“Program pemerintah di desa kami lebih banyak sifat kekeluargaan yang dapat hanyalah mereka yang memiliki ikatan emosional keluarga” katanya dengan nada sesal. (Kontributor: Rony Dale/VoN)