Jakarta, VoxNtt.com-Dalam pembahasan lanjutan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RUU KUHP), Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR RI dengan pemerintah mendebatkan rumusan/norma hukum yang harus diatur untuk hakim dan advokat.
Benny K. Harman sebagai Ketua Panja yang memimpin jalannya rapat memberikan kesempatan kepada pemerintah dan panja untuk masing-masing mengungkapkan pandangannya berdasarkan teori, pengetahuan dan pengalaman empirik terkait hakim dan advokat.
“Semua teori, pengetahuan dan pengalaman empirik perlu untuk didiskusikan sehingga norma hukum yang dihasilkan dapat menemukan rasionalitasnya dalam konteks memperkuat agenda pemberantasan korupsi di tanah air ini. Maksudnya ini harus jelas. Kita semua harus mengerti dan memahami maksudnya”, ujarnya dalam konsinyering RUU KUHP di Jakarta (23/2)
Menurut BKH, suap atau gratifikasi yang diterima oleh hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara dan advokat dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat-nasehat yang dia berikan kepada kliennya perlu mendapatkan pengaturan yang tegas dan baik.
Namun, BKH menegaskan bahwa advokat yang dimaksudkan dalam hal ini adalah advokat dari pihak lawan yang sedang berperkara.
“Konteksnya adalah advokat lawan yang mau menyuap advokat pihak lain. Advokat berasal dari dua pihak yang berbeda tapi saling menyuap”, ujarnya.
Baik anggota panja maupun pemerintah sepakat dengan suap/gratifikasi yang perlu mendapatkan pengaturan yang baik dalam KUHP.
Namun penjelasan terkait hal ini diserahkan kepada pemerintah khususnya kepada Tim perumus (timus).
Sedangkan ketentuan mengenai sanksi dari kedua norma soal hakim dan advokat ini, pihak pemerintah dan panja belum bersepakat.
“Akan terus dibahas sampai tuntas. Intinya, sanksi yang akan dirumuskan nantinya, harus ada rasionalitasnya”, demikian penjelasan BKH. (AR/VoN)