Kefamenanu,Vox NTT-Pasca berpisahnya Timor Leste dari Negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1999 lalu, wilayah kecamatan Mutis kabupaten TTU menjadi salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Republik Demokratis Timor Leste.
Wilayah Kecamatan Mutis sendiri secara administrasi terbagi dalam 4 desa diantaranya desa Tasinifu, desa Naikake A dan Naikake B serta desa Noelelo.
Namun sayangnya meskipun sudah 18 tahun menjadi serambi depan negeri ini, kehidupan rakyat di kecamatan yang jaraknya lebih dari 60 km dari kota Kefamenanu ibukota kabupaten TTU tersebut terkesan tak tersentuh oleh pembangunan. Nyaris tak ada yang berubah sejak daerah ini menjadi daerah perbatasan.
Hingga saat ini infrastruktur jalan yang merupakan salah satu faktor utama penopang perekonomian tak pernah diperhatikan pemerintah. Padahal pembangunan dari titik batas menjadi salah satu tekad unggulan pemerintahan Jokowi.
Kondisi jalan yang berbatu dan berlumpur menjadi pemandangan yang sudah biasa dialami oleh warga setempat.
Selain becek dan berbatu, pantauan VoxNtt.com Minggu (24/12/2017) saat mengunjungi desa Tasinifu, juga sangat sempit seukuran badan bis atau truk.
Dari Kota Kefamenanu menuju ke Kecamatan Mutis, kondisi jalan yang bagus hanya dapat kita nikmati sampai di Eban, Kecamatan Miomafo Barat.
Namun selepas itu, kondisi jalan yang berbatu dan berlumpur harus dilalui dengan jarak hingga 30 km lebih untuk mencapai wilayah kecamatan Mutis.
Wartawan media ini dan awak media lain yang saat itu menumpangi mobil truk milik Satgas Pamtas Yonif 742/SWY terpaksa harus berpegangan erat pada besi atau tempat duduk agar tidak terjatuh akibat goncangan truk.
Thomas Kefi salah seorang warga dusun Oelbinose desa Aplal kepada VoxNtt.com mengaku bahwa kondisi jalan tersebut sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu.
Akibat kondisi jalan yang buruk tersebut, untuk mencapai Kota Kefamenanu dirinya harus merogoh kantong hingga Rp 30 ribu untuk sekali jalan.
“Kami hasil pertanian banyak tapi karena jalan rusak makanya dari sini sampai Kefa penumpang sa harus bayar Rp 30 ribu belum kalau tambah barang jadi kami terpaksa jual di orang yang datang beli di sini biar harga murah juga tidak apa” ungkapnya.
“Sejak 3 tahun lalu memang ada perbaiki tapi tidak semua, paling perbaiki 100 meter terus 4-5 km lagi baru perbaiki lagi , kami susah betul” tutur Kefi.
Selain kondisi jalan yang berlumpur dan berbatuan, untuk mencapai desa Naikake A dari desa Tasinifu warga harus mempertaruhkan nyawanya dengan menyeberang melewati kali aplal yang panjang kali mencapai lebih dari 100 meter.
“Itu kali Aplal kalau pas musim hujan ini banjir naik betul, su berapa oto dengan ternak yang jadi korban, tolong pemerintah buat jembatan dulu biar tidak ada korban lagi” tutur Marta Malafu warga desa Tasinifu.
BACA: Kado Natal Ini Bangkitkan Asa Warga Perbatasan
Marta mengaku sejak puluhan tahun tinggal di desa tersebut belum pernah menikmati listrik.
Beruntung dengan adanya bantuan listrik menggunakan kincir angin dari satgas Pantas Yonif 742/SWY, warga desa tersebut bisa menikmati penerangan listrik.
“Terimakasih pak tentara karena sekarang kami sudah bisa pakai listrik” tutur Marta.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Irvan K