Ende, Vox NTT-Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Universitas Flores, mencermati seluruh rangkaian proses persidangan praperadilan kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan 7 oknum anggota DPRD Ende.
Sidang praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Ende selama enam kali berturut-turut tersebut dinilai sangat tidak mendasar secara hukum positif.
Hal ini diungkapkan Ketua LBH Universitas Flores, Paulinus Seda, SH.,MH saat jumpa pers di Ende, Rabu (28/03/2018).
Menurut Paulinus, pengabulan gugatan praperadilan oleh Hakim Tunggal, Yuniar Yudha Himawan, tidak berdasarkan UU Pasal 77 KUHAP.
Hal itu ditegaskan pada huruf a bahwa sah atau tidaknya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan.
“Jika kemudian yang mengajukan praperadilan di luar substansi yang saya sebutkan tadi, saya anggap itu sangat menimbulkan multi interpretasi,” ucap Paulinus.
Ia berpendapat bahwa, gugatan praperadilan dikabulkan kecuali terdapat Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3).
Artinya bahwa, kasus dugaan gratifikasi sudah masuk pada tahap penyidikan.
“Pada huruf a itu hanya mengenai penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan. Sementara yang melakukan gugatan praperadilan tidak sesuai secara hukum karena tidak ada Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3). Dan itu mutlak dan harus wajib hukumnya,” jelas Dosen Hukum Universitas Flores ini.
Ia menjelaskan, proses praperadilan dianggap terlalu dini karena masih tahap penyelidikan.
Berdasarkan UU Pasal 77 bahwa proses praperadilan dapat dilakukan apabila suatu kasus sudah pada tahap penyidikan.
“Kita tidak bicara soal pokok perkara. Tetapi kita melihat keabsahan dalam mengajukan praperadilan. Silahkan kita menegakkan hukum tetapi jangan sampai kita melanggar hukum. Artinya substansi praperadilan tersebut tidak sesuai dengan dasar hukum,” ujar dia.
“Sehingga saya menyimpulkan bahwa suatu gugatan yang tidak mendasar dan suatu keputusan juga tidak mendasar,” katanya lagi.
Ia menyarankan kepada pihak Kepolisian untuk tidak menjalankan putusan pengadilan, karena tidak berdasarkan hukum.
“Saya berpendapat, polisi harus mengabaikan keputusan pengadilan. Dasarnya adalah proses tadi yang tidak berdasarkan KUHAP,” tegas Paulinus.
Ia menjelaskan, ada ruang untuk melaporkan hakim Yuniar Yudha Himawan ke Komisi Yudisial karena mengabulkan gugatan praperadilan dengan tanpa dasar hukum.
Laporan dimaksud dapat dilakukan oleh pihak Kepolisian atau pihak ketiga yang dianggap memilik perhatian terhadap penegak hukum di Indonesia.
“Kesimpulan terakhir kalaupun diminta kepada LBH untuk melaporkan (hakim) ke Komisi Yudisial, kami siap mendampingi untuk melaporkan,” katanya.
Penulis: Ian Bala
Editor: Adrianus Aba