Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) merilis hingga awal tahun 2018, NTT masih dikepung 309 izin tambang yang tersebar di 17 Kabupaten.
Belu 84 izin, TTU 70 izin, Kabupaten Kupang 34 izin, Ende 20 izin, Manggarai 18 izin, TTS 16 izin, Rote Ndao 15 izin, Nagekeo 14 izin, Alor 12 izin, Manggarai Timur 7 izin, Ngada 5 izin, Propinsi NTT 5 izin, Sabu Raijua 2 izin, SBD 2 izin, Sumba Tengah 2 izin, Manggarai Barat 1 izin, Sumba Barat 1 izin, Sumba Timur 1 izin.
WALHI menyebut kehadiran pertambangan ini akan berdampak pada kerusakan hutan, merampas lahan, mencemari air dan pesisir pantai, warga dikriminalisasi karena membela tanah dan airnya bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Selain itu 309 izin pertambangan di NTT mengabaikan Daya Dukung Lingkungan. Berdasarkan analisis BPBD, ada 10-15 persen desa di NTT mengalami krisis air.
Selanjutnya analisa krisis air oleh WALHI NTT didasarkan pada Tata Kuasa, Tata Kelola, Tata Produksi, hingga Tata Konsumsi, 70 % Kawasan di NTT mengalami krisis air.
Ada 16 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang yang terancam keberlanjutannya akibat praktek perambahan di kawasan hulu.