Kupang, Vox NTT-Presiden Indonesia ke-5, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merasa resah dengan gaya kampanye Prabowo-Sandi di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (7/4/2019).
Keresahan itu muncul ketika mengamati platform kampanye yang tidak menjunjung keberagaman dan kemajemukan Indonesia.
SBY juga melihat gaya kampanye Prabowo-Sandi cenderung ekslusif (tertutup) untuk kelompok tertentu saja.
“Menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif,” tulis SBY dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Minggu (07/04/2019) siang.
Seturut pandangan SBY, penyelenggaraan kampanye nasional tetap dan senantiasa mencerminkan “inclusiveness”, dengan sasanti “Indonesia Untuk Semua”, mencerminkan kebhinekaan dan persatuan nasional.
Selain itu, kampanye pemilu juga harus dapat mencegah demonstrasi apalagi pertunjukan adu kuat identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuasa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrim.
Menurut SBY, pemilihan Presiden yang segera akan dilakukan 17 April ini adalah untuk memilih pemimpin bangsa, pemimpin rakyat, pemimpin kita semua.
Karena itu sejak awal design kampanye harus benar dan mencerminkan Indonesia “Semua Untuk Semua atau “All For All”.
Sebaliknya, lanjut ketum Partai Demokrat (PD) ini, pemimpin yang mengedepankan identitas atau gemar menghadapkan identitas yang satu dengan yang lain, atau yang menarik garis tebal “kawan dan lawan” untuk rakyatnya sendiri, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang rapuh.
“Bahkan sejak awal sebenarnya dia tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin bangsa. Saya sangat yakin, paling tidak berharap, tidak ada pemikiran seperti itu (sekecil apapun) pada diri Pak Jokowi dan Pak Prabowo,” tulis SBY.
Menyikapi itu, SBY meminta Ketua Wanhor PD Amir Syamsudin, Waketum PD Syarief Hassan dan Sekjen PD Hinca Panjaitan agar dapat memberikan saran kepada Bapak Prabowo Subianto.
Pesan untuk Kedua Capres
Menurut pantuan SBY, garis tebal kawan-lawan dalam kampanye akhir-akhir ini salah satunya muncul dalam narasi pro Pancasila versus pro Kilafah.
Jika dalam kampanye dibangun polarisasi seperti itu, beliau khawatir bangsa Indonesia nantinya benar-benar terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya.
“Kita harus belajar dari pengalaman sejarah di seluruh dunia, betapa banyak bangsa dan negara yang mengalami nasib tragis (retak, pecah dan bubar) selamanya,” tegas SBY.
Untuk itu, SBY mengajak kedua capres untuk memberikan kampanye politik yang cerdas, mendidik dan mengedepankan keberagaman Indonesia.
Sebaliknya kampanye yang tertutup dan mengedepankan jualan Suku, Ras, Agama dan Golongan (SARA) justru akan membakar kemajemukan Indonesia.
“Jangan bermain api, terbakar nanti,” demikian pesan SBY.
Sikap Partai Demokrat
SBY menegaskan bahwa Partai Demokrat adalah partai Nasionalis-Relijius. Bagi partai Demokrat Pancasila adalah harga mati.
“Tidak boleh NKRI menjadi Negara Agama ataupun Negara Komunis. Indonesia adalah Negara Pancasila dan juga Negara Berke-Tuhanan. Inilah yang harus diperjuangkan oleh Partai Demokrat, selamanya,” tegasnya.
Seturut pandangan itu, maka tentu tidak tepat kalau Pak Prabowo diidentikkan dengan kilafah. Sama tidak tepatnya jika kalangan Islam tertentu juga dicap sebagai kilafah ataupun radikal.
Demikian sebaliknya, mencap Pak Jokowi sebagai komunis juga narasi yang gegabah. Politik begini bisa menyesatkan.
“Dari pada rakyat dibakar sikap dan emosinya untuk saling membenci dan memusuhi saudara-saudaranya yang berbeda dalam pilihan politik, apalagi secara ekstrim, lebih baik diberi tahu, apa yang akan dilakukan Pak Jokowi atau Pak Prabowo jika mendapat amanah untuk memimpin Indonesia 5 tahun mendatang,” lanjut SBY.
Oleh karena itu, Demokrat menghimbau agar kedua capres membebaskan negeri ini dari benturan indentitas dan ideologi yang kelewat keras dan juga membahayakan.
Selain itu, Demokrat menganjurkan agar gaya kampanye dan narasi seperti itu harus diganti dengan visi, misi dan solusi dengan bahasa yang mudah dimengerti rakyat.
“Demikian Pak Amir, Pak Syarief dan Pak Hinca pesan dan harapan saya. Ketika saya menulis pesan ini, saya tahu AHY berada dalam penerbangan dari Singapura ke Jakarta, setelah menjenguk Ibu Ani yang masih dirawat di NUH. Partai Demokrat harus tetap menjadi bagian dari solusi, dan bukan masalah. Selamat berjuang, Tuhan beserta kita” tutup SBY.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Irvan K