Oleh: Pius Rengka
Perebutan Piala Sepakbola paling akbar di NTT, El Tari Memorial Cup, 5 Juli 2019, mulai digelar di Betun, Ibukota Kabupaten Malaka.
Dua puluh satu kontingen Kabupaten Kota se-NTT, akan bertarung taktik, teknik dan sekaligus tonton peradaban bersepakbola.
Stadion pertandingan pun sudah siap, meski bola nan bundar itu akan disepak-sepak hingga malam hari karena stadion pertandingan dicahayai lampu nan terang. Tempat penginapan gratis bagi para kontingen telah kelar.
Para kontingen datang ke Malaka tak selalu pada waktu yang sama. Tiap kontingen mengenakan busana penciri masing-masing wilayah. Mereka disambut bak raja. Para kontingen membawa bekal senyum semanis-manisnya seperti cara para gadis jelita asal Malaka biasa tersenyum begitu.
Menurut rencana, pertandingan sepakbola paling akbar se-NTT itu dibuka Gubernur NTT, Victor Bungtilu Laiskodat, Jumat 5 Juli 2019 petang. Banyak pihak sudah menduga, Gubernur Victor Laiskodat, pasti akan melakukan pidato bernuansa motivasi.
Tetapi sudut pandang Victor Laiskodat, memang, kerap mengejutkan khalayak karena perspektif yang dipakai kadang dianggap tidak lumrah.
Banyak pidato Victor memberi warna baru yang menggerakkan dan mengesankan. Jauh dari olah wibawa yang tidak patut sebagaimana biasa dilakukan banyak pemimpin yang tak layak di NTT.
Namun, semua orang di Malaka tahu persis, bahwa sutradara utama pembentuk dan perancang skenario kondisi terpasang dalam tanding akbar itu, tak lain tak bukan adalah Bupati Pertama Malaka, Dokter Stef Bria Seran, mantan Kadis Kesehatan Propinsi NTT.
Bupati Malaka merias Betun sedemikian rupa agar kota itu layak bagi para tamu. Para tetamu harus merasa nyaman dan terawat baik selama periode pertandingan berlangsung di sana.
Tekad itu, sesungguhnya, telah lama diucapkan Bupati dalam banyak kesempatan pertemuan dengan para staf di Pemda Malaka dan kadang disebutkannya sporadik pada aneka pertemuan dengan para tamu dari luar Malaka.
Tentu saja, dua tahun belakangan, panitia persiapan untuk aksi pertandingan ini, bekerja ekstra keras dan tuntas di bawah kendali super ketat dari Bupati. Hal itu, memang wajib dilakukan karena bupati sendiri sangat ingin semua hal harus diurus beres, jelas terang dan tuntas. Kecerdasan memang sungguh diperlukan.
Sebagai tuan rumah yang baik, dr. Stef selalu merasa perlu dan patut untuk memberi contoh kepada khalayak tentang cara terbaik menerima tamu yang datang berkanjang ke Betun.
Disadarinya, usia muda kabupaten itu tidak lalu sama persis dengan persiapan asal-asalan. Usia muda kabupaten tidak paralel dengan aneka alasan pemaaf dan pembenar untuk berlaku super santai.
Semua jenis dan bentuk malas dan sibuk mencibir, sebaiknya disingkir dengan terapi revolusi tindakan jika Malaka mau lekas maju. Begitu selalu yang dikatakan Bupati dalam banyak kesempatan. Bupati bahkan sangat optimis, jika Malaka, nantinya menjadi salah satu kabupaten terdepan di kawasan propinsi kepulauan ini.
Malaka, meski belum berusia satu dekade, tetapi toh merupakan kabupaten pemberani yang sanggup menggelar pesta olahraga paling akbar berskala Propinsi, ketika telah tercatat banyak kabupaten lain belum cukup punya nyali serupa.
Usia kepemimpinan dr. Stef sebagai bupati pun belum genap 4 tahun. Tetapi, sebagai dirigen pembangunan Malaka, dr. Stef selalu piawai tampil seperti pemimpin orkestra akbar yang menggerakkan semua lini komponen pemberi warna pembentuk nada yang serasi.
Ciri utamanya adalah kerja cepat, cekatan, tuntas dan keras. Kultur kerja berubah, cara pandang ikut dituntun berubah arah.
Diperoleh informasi dari beragam media massa menyebutkan, para gadis Malaka yang dikenal nan jelita itu, dikerahkan massal dan dilatih menerima para tamu yang datang dengan suguhan tarian khas masing-masing seturut adat istiadat tamu.
Aneka jenis tarian yang ditampilkan. Tarian memantulkan ciri khas kultural daerah asal para delegatus. Tampaknya, para kontingen sumringah gembira.
Para gadis, dan pemuda Malaka berbadan kekar, menari tak kunjung lelah, meski delegatus tiap kabupaten tiba di Betun entah pagi atau petang. Usai diterima secara adat beraneka warna itu, para kontingen menginap di tempat inap gratis.
Fasilitas penginapan gratis dibangun atau disiapkan dalam waktu relatif singkat satu tahun belakangan. Banyak gedung direnovasi agar layak dan nyaman sebagai tempat istirahat. Karena itu kesan “revolusi” selalu mewarnai semua jenis gerakan perubahan di sana.
Bupati Malaka, dr. Stef Bria Seran, diwartakan banyak media lima bulan belakangan terjun langsung siang malam mengontrol jalannya persiapan terakhir. Dia ingin semua jelas, beres dan terukur. Finishing touch dari bupati merupakan puncak skenario persiapan prima.
“Bupati memang selalu begitu. Beliau tak akan pernah puas hanya menerima laporan staf atau merasa cukup memerintah staf dari balik meja kerjanya. Beliau selalu mengontrol dari dekat dan bahkan ikut mengatur secara fisik di lapangan,” ujar seorang staf Pemda Malaka, Selasa (2 Juli 2019) yang enggan namanya disiarkan media.
***
Kabupaten Malaka, terletak persis di bibir tepi selatan timur Pulau Timor. Berbatasan langsung dengan selatan Timor Leste, negara tetangga.
Para penduduknya kerap bergaul biasa sebagaimana sejak dahulu kala dengan tetangga dari negara sebelah itu. Banyak cerdik cendekia handal dan kaum profesional dari Malaka. Mereka menyebar di banyak tempat di tanah air dan lainnya merantau hingga ke negeri asing.
Cendekiawan kritis di Pulau Timor umumnya berasal dari Malaka. Hujan kritik, selalu mengiringi perjalanan kabupaten bungsu ini, terutama dari langit pemikiran para cendekia perantau.
Untuk mencapai Kabupaten Malaka di kawasan Pulau Timor itu, para penonton dan penggemar sepakbola atau untuk kepentingan apa pun dapat menempuh melalui tiga titik jalur bila Kota Kupang dipakai sebagai titik tolak tempat berangkat.
Bagi mereka yang berkantong tebal dapat terbang dengan pesawat ke Atambua dalam waktu tempuh 30 menit, kemudian satu jam dengan kendaraan suv tiba di Betun.
Menuju Malaka, dapat pula dicapai pakai mobil pribadi melalui jalur tengah jalan negara. Melintas Kota SoE ibukota Kabupaten TTS, lalu meliuk sejenak di Kefamenanu Ibukota Kabupaten TTU, lalu melintas barat daya Kabupaten Belu, dan tiba di Betun tepat 8 jam waktu tempuh.
Jalur ketiga melalui jalur selatan Pulau Timor lewat punggung bukit Besipae TTS, lalu masuk hamparan luas persawahan Bena, kemudian pantai berpasir putih Kolbano. Saat Anda di situ, segala imajinasi pribadi dihiasi kemolekan bibir selatan Pulau Timor yang menyimpan banyak rahasia keindahan tak terlukiskan.
Pantai selatan Pulau Timor bak gadis perawan telanjang berbaring santai dalam selimut impian ombak pantai selatan. Waktu tempuh menuju Betun, Malaka, 5 jam, jika kendaraan dipacu dengan kecepatan 60-80 km/jam.
Patut dihitung persis. Arus penonton pendukung kesebelasan masing-masing akan mengalir deras ke Betun, terutama yang datang dari Atambua, Kefamenanu, SoE dan Kupang. Tempat penginapan, ditengarai telah padat. Lainnya sudah booking jauh-jauh hari. Untuk urusan kuliner, rasanya Kota Betun sudah sangat siap.
Tercatat pula oleh seutas nadi sejarah, Kabupaten Malaka belum genap satu dekade. Tetapi, warta tentang Kabupaten ini tersiar luas dan sanggup merebut perhatian khalayak ramai ketika dr. Stef Bria Seran terpilih sebagai Bupati pertama di kabupaten itu.
Dokter Stef dikenal luas sebagai tokoh, yang di kalangan para jurnalis disebut news maker. Dia tegas terkesan keras, lugas terkesan tak jaga perasaan orang. Ucapannya tanpa tedeng aling-aling lurus, terang dan langsung.
Sejak pelantikannya sebagai bupati pertama Kabupaten Malaka, perjalanan kepemimpinannya selalu diliputi riuh berita oleh para juru warta karena dr. Stef tak luput dari perhatian pers dan para politisi.
Dia tak hanya dicintai para pendukungnya yang setia, tetapi juga selalu dirujuk lawan tanding pemikirannya. Sesekali dia dihujat secara privat terutama oleh lawan politik yang bermain-main di arus bawah di tengah gelombang perubahan di Malaka.
Pada pekan pertama kepemimpinannya, tindakan dan ucapan bupati terkait upaya perubahan di Malaka telah sanggup mempesona dan merebut perhatian media massa. Berbagai kabar positif, tentu saja tidak pernah sedikit.
Mulai dari kisah pembangunan infrastruktur jalan raya, tentang cara terbaik menjinakkan arus banjir bandang sungai Benenain yang kerap jadi heboh tiap usai musim penghujan, derap revolusi pertanian di tanah Malaka, luberan produksi bawang merah, sungguh telah menggema ke seluruh NTT.
Salah satu pengagumnya yang setia mencermati perubahan pembangunan di Malaka, Pius Muti, menyebut Dokter Stef dengan ucapan begini: “Dokter Stef as a person who is working beyond of his duty or obligation. Dia punya komitment yang kuat,” puji Pius Muti.
Derap pembangunan Kabupaten Malaka tiga tahun belakangan, memang luar biasa. Jaringan jalan kabupaten penghubung antarkecamatan dan desa kian mulus. Memang belum tuntas semua, tetapi sebagian besar telah terjangkau hanya dalam tempo tiga tahun.
Lahan pertanian kian berguna dan berproduksi. Petani malas sepertinya dibangunkan dari lelap tidur nan panjang. Penggemar dan penyindir tidak boleh dibiarkan jalan sendiri-sendiri, tetapi diajak terjun di meja perundingan berwacana tentang masa depan sambil terus boleh berselancar di dunia media sosial. Semua itu adalah warna aneka dari implikasi revolusi.
Revolusi Pertanian, sungguh lebih gegap gempita. Tanah milik rakyat diolah dengan fasilitas yang disiapkan pemerintah untuk menggampangkan dan membantu para petani yang belum sanggup bekerja sendiri.
Tambak garam industri, memang membuahkan turbulensi sosial politik yang menggema nyaris hampir menelan waktu lama. Sisa-sisa dan remah keributan, tentu saja, masih akan didaur ulang, terutama menjelang ajang Pilkada tahun 2020.
Hasilnya, produksi bawang merah padat produksi. Mobilitas manusia antardesa kian lekas dan segera. Tentu saja, diakui, belum semua hal tuntas hanya dalam tempo 3 tahun. Tetapi kerja keras team pemerintah di Betun, Malaka telah membuahkan banyak hal.
“Pembangunan itu berproses, berencana, fokus, disiplin membuka bertahap dan terukur serta berubah. Itu makna development,” begitu ucapan dr. Stef Bria Seran sekali waktu.
Seiring derap cepat pembangunan Malaka, hujan kritik dari berbagai elemen pun tak pernah sepi juga. Bahkan tampak di media online para cendekiawan Malaka diaspora melontarkan kritik pedas, yang mengesankan seolah-olah tak banyak perubahan di sana.
Kritik sporadik, ditafsir kalangan Pemda Malaka sejenis bentuk kerinduan para cerdik pandai diaspora agar Malaka bangkit lebih lekas lagi supaya demokrasi bermakna ganda bahkan multivalen.
Kritikan, memang pasti tidak ditampik. Berkali-kali diperoleh informasi, para tukang kritik itu diundang ke Malaka untuk menggelar pertemuan atau pun tukar gagasan semacam seminar akademik sambil menggendong perspektif yang diyakini masing-masing.
Adalah DR. Bernado Seran, SH, MH, sekali waktu mengatakan, Pemerintah Malaka justru sangat suka menerima masukkan, apalagi jika masukkan itu dikemukakan kaum cerdik cendekia dengan harapan tunggal agar kritikan itu sanggup memproduksi kemajuan.
“Kritik hanya bermakna produktif, jika para tukang kritik sanggup menunjukkan titik lemah dan titik kuat Malaka, sambil bersedia memberi solusi terbaik yang lebih baik dari yang kini sedang dilakukan aparatur pemerintah,” ujar Bernando, doktor hukum alumnus FH UGM Yogyakarta ini.
Dalam tiga tahun belakangan, pembangunan memang sedang bergeliat dan terus terang ada semacam pergeseran kultural yang kuat dari serba santai menuju serba kerja keras. Contoh penting dan patut disebut itu adalah pembangunan stadion untuk laga tanding sepakbola akbar berskala NTT, telah tuntas.
Pilihan untuk menyelenggarakan pertandingan sepakbola memperebutkan piala El Tari Memorial Cup, tentu saja, bukan pilihan gampang yang datang semalam selayang pandang. Selain menelan banyak biaya, tetapi pada perspektif lain, pembangunan sebagai upaya memobilisasi opini khalayak bahwa Malaka kabupaten bungsu di NTT sanggup melakukan perubahan cepat dan mulai menjadi pusat perhatian untuk menggelar pertandingan berskala besar.
Pada kesempatan ini, dan terutama dalam jangka pendek, tampaknya ini stadion bukan prioritas paling utama, tetapi yang utama hendak dikatakan bahwa pembangunan stadion ini mengutamakan mobilisasi kultural yang komprehensif. Bahwa perubahan besar dapat saja dilakukan dalam waktu pendek jika semua orang siap bekerja tuntas dan cepat.
Tahun ini orang belum merasakan makna politisnya, tetapi pada jangka panjang peristiwa pembangunan stadion ini akan menyejarah sepanjang kisah Malaka. Dan, perebutan El Tari Memorial Cup di Malaka pada minggu ini adalah semacam pesan kultural tentang upacara revolusi berskala besar itu sendiri.
Uniknya, para kontingen menginap gratis di banyak tempat yang disediakan. Team kesehatan pun disiagakan 24 jam selama masa pertandingan berjalan. Coba sebut satu saja di kabupaten mana di NTT yang melakukan hal persis serupa dengan apa yang dilakukan Kabupaten Malaka?
Beberapa hari belakangan ini, Malaka telah menjadi pusat perhatian kalangan pencinta sepakbola, perhatian media massa, sekaligus pusat keramaian yang sanggup mengalihkan pusat debat politik 01 dan 02 yang telah menghinakan kita 9 bulan belakangan ini.
Selamat datang di Betun Malaka.