Kota Kupang, Vox NTT-Rencana senat Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang untuk mengadakan aksi demonstrasi menolak Revisi UU KPK dan RUU KUHP terpaksa dibatalkan.
Pembatalan aksi ini dikarenakan isi surat edaran Rektor UNWIRA, Pater DR. Philipus Tule yang melarang seluruh civitas akademika kampus itu ikut dalam aksi demonstrasi.
Pada poin kelima surat edaran tersebut, Pater Philipus bahkan menegaskan kepada dosen, karyawan dan mahasiswa yang dengan sengaja menggunakan atribut UNWIRA dan membawa nama UNWIRA dalam aksi tersebut, akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Berikut poin-poin yang tercantum dalam surat edaran tersebut:
1. Bahwa Unwira tidak terlibat dan tidak mendukung aksi tersebut
2. Bahwa pemuat Logo Unwira pada Baner aliansi Mahasiwa NTT tanpa seizin Pimpinan Unwira
3. Kegiatan Akademik pada Kamis 26 september 2019 tetap berjalan seperti biasa. Untuk itu para mahasiswa dosen maupun tenaga kependidikan di lingkungan Unwira diminta tetap melakukan aktivitas akademik sebagaimana mestinya.
4. Partisipasi terhadap aksi tersebut diminta untuk tidak melibatkan Unwira dalam bentuk apapun dan segala hal yang dilakukan atas aksi tersebut menjadi tanggung jawab pribadi.
5. Bagi dosen, karyawan dan mahasiswa yang dengan sengaja menggunakan atribut Unwira dan membawa nama Unwira dalam aksi dimaksud akan dikenakan sanksi sesuai peraturan berlaku.
Sayangnya, isi surat edaran tersebut tidak mencantumkan alasan atau kajian akademik UNWIRA sehingga membatalkan rencana aksi demonstrasi.
Mantan ketua BEM UNWIRA, Elfrem Woni juga menyayangkan surat edaran Rektor.
Menurut dia, UNWIRA seharusnya punya alasan dan kajian akademik sehingga tidak asal melarang kebebasan berpendapat bagi mahasiswa dan dosen.
“Surat edaran ini justru mematikan budaya berpikir dan budaya kritis mahasiswa,” tutur mantan SEMA UNWIRA 2017/2018 ini.
Sementara John Mesak, mantan Pengurus senat Unwira ikut prihatin dengan sikap Rektor yang tertuang dalam surat edaran tersebut.
Menurut dia, sikap Rektor malah mematikan budaya demokrasi kampus dengan mengambil keputusan tanpa argumentasi yang jelas.
“Semestinya lingkungan akademis menjadi tempat tumbuhnya budaya demokrasi bukan melarang dengan sanksi akademik,” tuturnya.
Sementara Pater Rektor Philipus Tule, mengutip pernyataan sikap Sema UNWIRA yang diterima VoxNtt.com Rabu (25/09/2019), memberi apresiasi terhadap aksi demonstrasi mahasiswa se-Kota Kupang.
Namun Pater Rektor beralasan, aksi tersebut perlu didahului dengan kajian akademik yang komperhensif.
Kajian akademik tersebut menurut Pater akan dibuat dalam bentuk dialog atau seminar yang melibatkan dosen hukum, dosen FISIP dan semua orang yang punya kapasitas intelektual dalam menelaah masalah tersebut.
Sejalan dengan Rektor, Handri Kali, ketua SEMA UNWIRA juga ikut mendukung rencana seminar tersebut. Kajian tersebut menurut dia akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Sementara Elfem Woni yang kembali dihubungi VoxNtt.com terkait alasan rektor menyebut langkah tersebut memang perlu.
Namun menurut dia, UNWIRA jadinya lamban dan tidak progresif terhadap isu sosial-politik yang tengah beredar.
“Kampus lain di Jawa seperti UI dan UGM sudah aksi, kita malah masih diskusi. Nah ini kan terlambat. Sementara kita tahu bahwa sebentar lagi Presiden akan menandatangani hasil revisi UU KPK yang disodorkan DPR,” tuturnya.
Harusnya, lanjut Elfrem, pihak kampus sudah mendiskusikan persoalan ini semenjak pro-kontra mencuat. Sehingga, UNWIRA mampu memberikan gagasan yang konstruktif dan progresif dalam mempengaruhi kebijakan publik.
“Nah, kalau sekarang baru dibuat seminar, mubazir kan? Beruntung kalau hasil seminar tersebut keluar sebelum Presiden tanda tangan UU KPK hasil revisi DPR, kalau tidak hanya jadi diskursus yang mubazir” tuturnya.
Kedua lanjut Elfrem, surat edaran yang kini beredar di dunia maya mestinya dicantumkan dengan alasan yang kuat dan mendasar.
“Ini juga menyangkut citra Kampus. Surat edaran yang tidak disertai dengan alasan tersebut malah mempertontonkan krisis argumentasi. Apalagi kalau sudah viral. Nah yang rugi kan UNWIRA sendiri,” tuturnya.
Pantauan VoxNtt.com, surat edaran ini memang ramai diteruskan dalam WhastApp dan juga diperbincangkan oleh banyak kalangan di media sosial Facebook. Surat ini memicu pro-kontra di kalangan netizen NTT.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Irvan K