Ruteng, Vox NTT – Ketua Pemuda Katolik Nusa Tenggara Timur (NTT), Yuvens Tukung, dengan tegas menolak kebijakan konsesi tambang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024.
Menurut Yuvens, Pemuda Katolik tidak berniat mencari laba atau keuntungan dari kegiatan usaha pertambangan, melainkan fokus pada pemberdayaan ekonomi anggota dan kesejahteraan masyarakat.
Sebelumnya, kebijakan terkait konsesi tambang hanya memberikan prioritas kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti yang tercantum dalam PP 96/2021.
Namun, setelah diberlakukannya PP 25/2024, ruang untuk memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kini juga dibuka untuk ormas keagamaan.
Meskipun demikian, Yuvens menegaskan, Pemuda Katolik di NTT tidak memiliki misi untuk mengembangkan perekonomian organisasi dengan tujuan profit-oriented.
Saat ini, fokus utama Pemuda Katolik adalah menangani masalah sosial, termasuk pemberdayaan ekonomi untuk mengatasi isu human trafficking dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Pemuda Katolik, menurut Yuvens, lebih berkonsentrasi pada penyelesaian persoalan-persoalan sosial di masyarakat, seperti ketidakadilan dan diskriminasi.
Oleh karena itu, ia mengajak pemerintah untuk melakukan kajian lebih mendalam mengenai kebijakan konsesi tambang ini, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Yuvens menambahkan, meskipun pemerintah telah membuka peluang bagi ormas keagamaan untuk terlibat dalam usaha pertambangan, Pemuda Katolik tidak tertarik karena tidak memiliki badan usaha yang kapabel, sumber daya manusia yang memadai, serta modal dan sarana prasarana yang diperlukan untuk mengelola pertambangan.
“Urusan tambang ini tidak mudah bagi Pemuda Katolik. Jadi, meskipun undang-undang sudah membuka ruang, kami belum tertarik,” ujarnya.
Selain itu, ada juga sektor-sektor lain seperti pertanian, peternakan, pariwisata, dan kelautan lebih potensial untuk dikembangkan di wilayah NTT, yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat setempat.
Di sisi lain, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng, Margareta Kartika menyatakan pendapat serupa.
Menurutnya, pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan dapat berdampak buruk terhadap pergerakan ormas itu sendiri.
Ia mengkhawatirkan kebijakan ini akan membuka peluang bagi kelompok elit dan pemangku kebijakan untuk mengontrol dan mendikte otonomi ormas, yang pada akhirnya dapat menghambat gerakan dan semangat perjuangan ormas.
“Kami menilai revisi ini adalah strategi pemerintah untuk membungkam suara kritis ormas secara halus. Tawaran konsesi tambang ini tidak sejalan dengan misi ormas keagamaan,” tegas Margareta.
Penulis: Herry Mandela