Kefamenanu,Vox NTT- Tarian Reog Ponorogo mewarnai festival budaya dalam rangka hari ulang tahun kota Kefamenanu ibu kota Kabupaten TTU ke-95, Jumat (22/9/2017).
Tampak sekitar belasan pria mengenakan pakaian serba hitam. Sebagian menunggang kuda lumping dan memegang cambuk.
Mereka dengan semangat membawakan tarian yang berasal dari kota Ponorogo Jawa Timur tersebut.
Saat memainkan tarian tersebut sempat membuat situasi menegangkan. Penonton tegang lantaran beberapa penari mengalami kerasukan hingga memakan ayam yang masih dalam keadaan hidup.
Para penari yang kerasukan baru bisa ditenangkan setelah dilakukan ritual dan pembacaan doa.
Tokoh masyarakat etnis Jawa, Kiai Muhamad Ismail Marzuki saat diwawancarai VoxNtt.com usai festival menjelaskan tarian Reog t merupakan budaya asli bangsa Indonesia. Kata dia, tarian itu perlu dilestarikan.
Menurut Ketua Nahdatul Ulama Cabang Kefamenanu tersebut, para penari yang mengalami kerasukan menandakan keperibadian mereka lebih menyukai hal-hal bersifat duniawi semata.
“Kesurupan atau dalam istilah Jawa itu sanepan menandakan bahwa penari itu hanya menikmati kesenangan dunia sesaat dalam alunan musik dan tidak mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sehingga dalam tarian tersebut harus ada orang yang mampu kendalikan keadaan,” jelasnya.
Dia berharap agar dengan bertambahnya usia kota Kefamenanu ini, toleransi antar suku budaya dan bangsa, serta agama yang sudah terpelihara sejak dahulu dapat terus terbina demi ketenteraman hidup bersama.
“Jangan pandang suku dan budaya, kita mungkin juga berbeda agama tetapi kita semua bersaudara ,mari kita tetap jaga keharmonisan yang sudah lama terbangun,” pesan Kiai Ismail.
Pantauan media ini, selain tarian Reog Ponorogo festival budaya ini juga diikuti oleh puluhan etnis dari berbagai suku bangsa senusantara yang kini bermukim di kota yang terkenal dengan julukan kota sari tersebut.
Selain etnis budaya, tampak siswa- siswi dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas, serta organisasi masyarakat dan juga organisasi bela diri tampak berada di antara barisan peserta festival budaya.
Mereka dilepas mulai dari rumah jabatan bupati TTU hingga berakhir di lapangan Oemanu. (Eman Tabean/AA/ VoN)