Kota Kupang, VoxNtt.com-Dalam acara ulang tahun (ULTAH) ke-58 NTT, Selasa (20/12/2016) di aula kantor Gubernur baru, Kota Kupang, gubernur NTT Frans Lebu Raya mengajak seluruh masyarakat NTT dan sekitarnya untuk menghentikan stigma tentang kemiskinan, ketertinggalan dan keterbelakangan yang selama ini menimpa NTT.
Menurut Frans NTT tidak ditakdirkan sebagai daerah yang miskin, tertinggal dan terbelakang. Itu hanya sebuah stigma yang terus menimpa NTT dan lama kelamaan diamini masyarakat NTT.
BACA: HUT NTT ke-58, Gubernur Frans: Mari kita hentikan stigma NTT miskin
Menanggapi ajakan Gubernus Frans, pengamat sosial politik dari Sophia Institut, Lasarus Jehamat mengatakan bahwa boleh saja ajakan seperti itu, tetapi mesti ada uapaya nyata yang harus dilakukan, tidak cukup dengan memberitahukan orang untuk stop stigmatisasi NTT miskin itu.
“Menurut saya kemiskinan itu bukan stigma. NTT miskin itu kan sebuah produk dari kebijakan-kebijakan yang salah, kalau melarang orang untuk menstigma NTT miskin maka dia juga harus berupaya mewujudkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat” tegas Jehamat.
Berkaitan dengan pernyataan Gubernur Frans di sela-sela sambutannya yang membuka ruang untuk seluruh masyarakat NTT mengevaluasi kepemimpinannya, dosen sosiologi pada universitas Nusa Cendana ini mempertanyakan maksud dari pernyataan itu.
“Pernah tidak pemerintah provinsi membuka ke publik hasil evaluasi selama ini, ini berkaitan dengan transparansi sebagaimana yang tertuang dalam undang-undang keterbukaan pelayanan publik” tegasnya.
Menurutnya saat ini masalah transparansi ini masih menyisahkan persoalan besar, pasalnya ketertutupan masih menyelimuti sistem birokrasi kita selama ini.
“Jangan sampai begini keinginan untuk transparan ini ada kepentingan tersembunyi. Ini kan sudah di penghujung akhir periode lalu melempar wacana seolah-olah NTT ini transparan menurut saya ini problem besar”, tegasnya.
Jehamat menambahkan, masyarakat NTT bisa membaca sendiri hasil evalusasi program desa mandiri anggur merah (DEMAM), itu hasilnya sangat buruk dan sampai hari ini hasilnya tak pernah dipublikasikan.
Menurutnya, keinginan untuk dievaluasi itu harus diikuti dengan tindakan nyata.
“Jangan kemudian, menerima kritikan lalu diam inikan tidak sehat juga menurut saya”, pintanya. (BJ/VoN)
Foto Feature: Pengamat politik dari Sophia Institute, Lasarus Jehamat