Soe, Vox NTT-Yafred Nuban warga RT 14 / RW 07, Desa Nobi-Nobi, Kecamatan Amanuban Tengah melaporkan seorang dokter dan 4 bidan di RSUD Soe ke polisi karena merasa tidak puas dengan pelayanan rumah sakit tersebut.
Pria berumur 37 tahun ini nekat melapor ke polisi setelah istrinya Yohana Da Silva dan bayi mereka yang baru lahir meninggal dunia akibat pendarahan hebat pada 25 April 2017 di ruang bersalin RSUD SoE.
“Saya merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan baik bidan maupun dokter karena tidak profesional sehingga istri dan anak saya meninggal,”tutur Yafred dengan nada sedih.
Yafred merasa ada yang janggal dalam penanganan yang dilakukan seorang dokter yang diketahui berinisial EM, dua bidan senior serta dua orang bidan praktek yang terkesan lalai menangani proses kelahiran tersebut.
“Saya memilih untuk lapor ke aparat hukum karena saya melihat sendiri ada kelalaian dari dokter maupun bidan yang menangani proses kelahiran anak saya sehingga mereka berdua meninggal dunia. Biarkan masalah ini proses untuk mengetahui sebab kematian istri dan anak,”kata Yafred Yafred kepada wartawan di Mapolres TTS, Rabu (3/5/2017).
Kronologis
Dikisahkan, dia membawa istrinya untuk bersalin ke RSUD SoE pada tanggal 25 April 2017 sekitar pukul 10. 00 Wita dan langsung dibawa ke ruang persalinan.
Keesokan harinya tepatnya tanggal 26 April 2017 sekitar pukul 12.00 Wita diberikan obat perangsang oleh dokter untuk membantu kelancaran persalinan.
Selang beberapa saat kemudian terjadinya reaksi sehingga Yohana mengeluh sakit pada bagian perut sementara dokter EM sudah meninggalkan ruang persalinan dan menitipkan kepada 4 orang bidan untuk memantau perkembangan Yohana.
“Awalnya setelah masuk di ruang bersalin, dokter tawarkan ke saya untuk kasih obat perangsang. Karena saya juga tidak tahu makanya saya setuju,”kata Yafred yang diamini oleh martuanya Magdalena Da Silva Diaz.
Setelah memberi obat perangsang dokter EM keluar dari ruang persalinan dan menitipakan pesien kepada 4 orang bidan untuk memantau perkembangan selanjutnya.
Sekitar pukul 17:00 Wita, istri Yafred, Yohana Da Silva merasa sudah hendak melahirkan dengan rasa sakit yang tidak tertahan lagi.
Melihat kondisi sang istri, Yafred memanggil bidan untuk memberikan pertolongan. Tetapi saat itu bidan menjawab belum waktunya untuk bersalin.
Menurut Yafred saat itu bidan-bidan itu malah asyik mencatok rambut mereka. Sempat mengecek dengan tangannya di bagian vital Yohana namun bidan kembali beralasan belum waktunya melahirkan.
“Waktu itu saya panggil bidan karena saya lihat istri saya sudah tidak tahan sakit, bidan datang dan kasi masuk tangan lalu bidannya bilang, ‘sabar itu belum waktunya’, lalu bidan itu pergi untuk lanjut catok rambut,”kata Yafred.
Selanjutnya kata Yafred, sekitar pukul 19.00 wita karena istrinya sudah tidak tahan sakit Yafred kembali memanggil bidan untuk mengecek kondisi Yohana.
Tetap dengan cara yang sama bidan tersebut memasukan tangannya ke organ vital dan seketika itu juga darah pun mengalir begitu banyak disertai pices.
“Waktu bidan kasih masuk tangan lagi setelah itu darah mulai keluar begitu banyak dan juga dengan ta’i, sehingga saya keluar ruang karena tidak bisa liat kondisi istri saya lagi,”tutur Yafred.
Lebih lanjut kata Yafred, setelah melihat kondisi Yohana yang sudah lemas, sesak nafas, pucat serta pendarahan hebat, salah seorang bidan berusaha menelpon dokter EM sembari 3 orang bidan lainnya berupaya membantu persalinan Yohana.
BACA:Jaksa Selidiki Defisit APBD TTS Senilai 174 M
Bayi pun berhasil keluar, namun nyawanya sudah tidak bisa tertolong. Ketika dokter EM datang dia hanya berusaha mengeluarkan ari-ari yang masih tertinggal di dalam perut. Sayangnya nyawa Yohana juga tidak bisa diselamatkan.
Sebelum melakukan pertolongan kata Yafred, dokter EM sempat menawarkan kepada dirinya untuk dilakukan operasi untuk mengangkat ari-ari dengan biaya Rp. 2.750.000.
Namun sebelum dia mengamini permintaan dokter EM, Yohana menghembuskan napas terakhirnya.
Melihat proses penanganan persalinan yang terkesan lalai tersebut, Yafred memilih untuk menempuh jalur hukum dengan melaporkan dokter EM ke polisi.
Laporan itu diterima oleh IPDA Otnial Natonis dengan nomor LP/136/V/2017/Res TTS tertanggal 03 Mei 2017. Sampai berita ini diturunkan dokter EM belum juga berhasil dihubungi. (Paul Resi/VoN).