Vox NTT- Bupati Nagekeo, Elias Djo dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Forum Pemuda Adat Lape pada 6 April 2017 lalu.
Dilansir beritasatu.com, Elias Djo dilaporkan ke KPK seputar dugaan korupsi pembangunan gedung DPRD Nagekeo. Gedung yang dibangun tahun 2012 ini terbengkelai karena berada di atas lahan sengketa antara pemerintah kabupaten Nagekeo dengan pemilik tanah, Konradus Remi dan keluarganya.
Kasus tersebut sempat dibawa ke Mahkamah agung (MA). Dalam putusan MA Pemda Nagekeo kalah atas Konrardus Remi dan keluarganya. Mangkraknya gedung DPRD Nagekeo ini telah mengakibatkan kerugian keuangan negara diperkirakan sebesar Rp 10 miliar lebih.
“Kami masyarakat Adat Lape meminta KPK agar mengusut dugaan korupsi pembangunan gedung yang mangkrak itu. Elias Djo yang sebagai orang yang memaksa pembangunan gedung di atas tanah yang tidak sah itu harus diselidiki dan disidik,” kata Ketua Forum Pemuda Lape, Yonas Neja, kepada SP di Jakarta, Kamis (1/6/2017).
Yonas berharap agar laporan mereka segera ditindaklanjuti KPK. Sebelumnya kata dia, mereka sudah melaporkan dugaan korupsi tersebut ke Kejaksaan Negeri Bajawa, namun tidak ditindaklanjuti.
Dikabarkan sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bajawa menolak permintaan konsinyasi Pemerintah Daerah (Pemda) Nagekeo atas perkara pembangunan kantor DPRD.
Baca Juga: PN Bajawa Tolak Permintaan Konsiyasi Pemda Nagekeo
Kantor DPRD Nagekeo tersebut dibangun di atas lahan tanah yang bukan merupakan milik pemerintah setempat.
Untuk diketahui, melakukan konsinyasi atau consignatie adalah penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Pasal 1404.
Kantor DPRD Nagekeo dibangun di atas lahan dengan luas sekitar satu hektar lebih dengan besaran anggaran diduga mencapai sepuluh miliar rupiah dari APBD II.
Berdasarkan putusan pengadilan dan juga ketetapan Mahkamah Agung (MA), status kepemilikan lahan kantor DPRD Nagekeo bukan kepemilikan Pemda setempat.
Keputusan MA telah menyatakan menang bagi pihak penggugat. Akibatnya bangunan miliaran rupiah itu menjadi mubazir karena tidak terpakai.
Kepada VoxNtt.com, Rabu 26 April 2017, Humas PN Bajawa, I Made Muliartha, membenarkan penolakan Konsiyasi Pemda Nagekeo tersebut.
Menurut I Made, uang konsinyasi Pemda Nagekeo senilai Rp 2,1 miliar untuk permohonan konsinyasi pengganti eksekusi lahan ditolak PN Bajawa.
Sementara permintaan eksekusi lahan oleh pihak pemenang perkara, PN Bajawa hingga kini masih menunggu izin MA. Hal ini tentu saja sesuai surat permohonan PN Bajawa yang sudah dilayangkan ke MA. (AA/VoN)