Kota Kupang, Vox NTT-Di tengah sejumlah masalah yang mendera gereja keuskupan Ruteng, Manggarai, Flores, NTT, Uskup Ruteng Mgr. Hubertus Leteng, Pr tetap berkomitmen untuk memperjuangkan kebaikan bersama (Bonum Commune) bagi umat di wilayah keuskupan itu.
Masalah sosial-kemasyarakatan yang menjadi perhatian gereja selama ini adalah isu tambang dan privatisasi Pantai Pede.
Dalam konteks pertambangan, Gereja Manggarai telah berperan penting dalam protes anti-tambang selama lima tahun terakhir.
Gereja kerap mengeritik pemerintah dan perusahaan pertambangan lokal yang mengambil keuntungan dari kepolosan dan kenaifan penduduk setempat. Gereja Katolik Manggarai memahami lingkungan hidup sebagai hal tak terpisahkan dari kehidupan beriman.
Demikian pula dengan privatisasi pantai Pede. Salah satu keputusan penting dari Sinode III Keuskupan Ruteng adalah menolak privatisasi Pantai Pede, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).
Uskup Ruteng Mgr Huber Leteng Pr mengingatkan bahwa Keuskupan yang dipimpinnya itu sudah mengambil sikap tegas berhadapan dengan ancaman privatisasi sejumlah sumber daya publik, termasuk yang sedang mengancam Pantai Pede di Manggarai Barat (Mabar).
“Gereja tegas menolak privatisasi. Itu sudah keputusan sinode,” kata Mgr Huber beberapa waktu lalu.
Ia juga menegaskan dukungannya terhadap upaya para aktivis di Mabar yang terus menegaskan penolakan terhadap kebijakan pemerintah provinsi NTT, yang sudah menyerahkan Pantai Pede kepada PT Sarana Investama Manggabar (PT SIM) untuk pembangunan hotel berbintang.
“Saya mendukung apa yang mereka lakukan. Saya juga meminta, bila ada tanda-tanda mulai ada aktivitas di lahan itu, maka mesti ada gerakan. Masyarakat mesti proaktif,” katanya seperti dilansir Floresa.co beberapa waktu lalu.
Kedua isu ini merupakan bentuk keterlibatan Gereja Manggarai khususnya dalam menyikapi persoalan umat. Masalah seputar kehidupan pastoral yang mendera gereja beberapa hari terakhir tidak menyulutkan langkah uskup Ruteng, Mgr. Hubertus Leteng, Pr untuk terus menjalankan tugas kegembalaan di wilayah keuskupan Ruteng.
“Ya, semua hal atau setiap persoalan harus diposisikan pada tempatnya masing-masing. Tidak boleh campur aduklah satu soal dengan soal lain. Komitmen gereja terhadap perjuangan untuk bonum commune tidak boleh ditinggalkan atau luntur hanya karena ada tantangan atau persoalan pada bagian lain” kata Uskup Hubert saat dikonfirmasi Vox NTT melalui pesan WhatsApps, Selasa (13/06/2017).
Mengenai desakan perubahan yang disampaikan kepada dirinya selaku gembala umat, Uskup Hubert menegaskan bahwa perubahan tentu harapan bersama.
“Hanya perubahan apa dan model apa. Yang pasti dan yang umum adalah bahwa segala yang kurang harus diperbaiki. Memperbaiki yang kurang, itu suatu perubahan. Yang sudah mantap harus tetap dipelihara” katanya. (Andre/VoN).