Ruteng, Vox NTT– Sipri Palus adalah eks Pastor Keuskupan Ruteng. Ia mengetahui banyak hal seputar hubungan khusus Uskup Hubert Leteng dengan anak angkatnya, Sayang Decinta Devada Panjaitan atau biasa disapa Sayang.
Ia tahu hubungan tersebut karena pernah tinggal bersama anak angkat Uskup Huber itu selama empat bulan di rumah kontrakannya di Jalan Kububias, Nomor 14 Denpasar. Rumah itu dikontrak oleh Uskup Huber dengan harga sewa Rp. 59.000.000/tahun.
Keberadaannya di Bali bermula ketika ia ditugaskan Uskup Huber untuk menjaga Sayang karena, katanya anak angkat Uskup Huber itu mendapat ancaman pembunuhan dari seorang eks pastor.
Kepada VoxNtt.com Minggu (2/7/2017) Sipri Palus menjelaskan semua kesaksiannya selama berada di Bali, termasuk aliran uang Uskup Huber ke anak angkatnya, Sayang Decinta dan keluarganya di Kefa-Atambua.
“Anak angkatnya Bapa Uskup itu sering minta uang dan selalu saja Bapa Uskup penuhi. Pernah dalam beberapa kesempatan, anaknya meminta uang tapi saldo rekening Bapa Uskup kurang. Sebab itu, Bapa Uskup dicaci maki dan diancam,” terang Palus.
“Kalau uang tidak dikirim, puterinya mengancam akan putus hubungan dan tidak boleh menghubungi puterinya lagi. Sering dalam keadaan seperti itu, Bapa uskup menjawab; ole….jangan begitukah, sabar…uang dapat dengan mudah dicari, yang penting enu baik-baik saja,” ujarnya menirukan Uskup Huber.
Karena itu, Uskup Huber tak segan-segan meminta pinjaman orang. Segera setelah mendapat pinjaman, Uskup Huber langsung mentransfernya ke rekening anak angkatnya itu.
BACA:Uskup Digoncang Sejumlah Isu, Ini Jawaban Keuskupan Ruteng
Sipri Palus juga mengungkapkan anak angkat itu gemar membongkar isi tas Uskup Huber tiap kali Uskup Huber tiba di Bali. Tujuannya satu yakni mengambil uang yang dikumpulkan Uskup Huber dari pelayanannya di Keuskupan Ruteng. Uang-uang itu digunakan untuk shoping, bergonta-ganti perhiasan (emas) dengan harga jutaan rupiah dan membeli pakaian-pakaian mewah
Pernah juga saat berada di Bali, kata Palus, Uskup Huber melakukan sendiri penarikan uang di Bank BNI. Jumlahnya bervariasi; Rp.50.000.000 kemudian Rp.100.000.000 dan pernah juga Rp.150.000.000.
“Selanjutnya, uang-uang tersebut dimasukan ke rekening anak angkat Bapa Uskup atas nama Citra Denada Panjaitan (Bank BRI), Sayang Decinta Devada Panjaitan (Bank BNI dan Bank Mandiri). Jadi, ada tiga rekening dengan dua nama berbeda,” jelasnya.
Parahnya lagi, kata Palus, anak angkat Uskup Huber sampai pernah menyuruhnya untuk mengecek uang yang masuk ke rekening Uskup Huber. Jika ada uang masuk langsung ditransfer lagi ke rekening anak angkatnya itu.
“Ada yang merupakan bantuan untuk sebuah panti asuhan dan ada juga uang stipendium dan itensi dari orang-orang tertentu. Tapi dikemudian hari, uang-uang tersebut akan ditransfer ke rekening anak Bapa Uskup,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, ujar Palus, ia juga pernah menyaksikan anak angkat itu meminta uang Rp. 20.000.000 kepada Uskup Huber. Permintaan itu pun dipenuhi Uskup Huber, sehingga uang Rp. 20.000.000 itu ditransfer ke rekening anak angkat itu.
Baca: Uskup Hubert: Perjuangan Gereja Tidak Boleh Luntur Karena Tantangan
Uang sebesar itu digunakan untuk membeli peralatan olahraga. Padahal, saat itu anak angkat Uskup Huber itu mengeluh sakit perut, katanya karena hamil.
“Ternyata sebenarnya harga peralatan (olahraga) tersebut hanya 5 juta,” tukasnya.
Selain untuk anak angkatnya, terang Palus, uang Uskup Huber juga mengalir ke keluarga anak angkatnya di Kefa-Atambua. Uang tersebut ditransfer dari rekening Uskup Huber ke rekening keluarga anak angkatnya atas nama Maria Keke (Bank BRI dengan nomor rekening 4665-01-005936-53-1). Transaksi itu menggunakan ATM BNI milik Uskup Huber dengan nomor PIN saat itu 258013.
“Kemudian, transaksi tersebut berubah tidak langsung dari rekening Bapa Uskup tetapi melalui rekening saya (Siprianus Palus BRI Cabang Ruteng nomor rekening 0273-01-014272-50-5) baru kemudian ditransfer ke rekening Ibu Maria Keke, dengan alasan takut dicurigai oleh pihak Keuskupan,” jelasnya.
(Berdasarkan rekening koran atas nama Sipri Palus yang diprint out pada 28/8/2015, pukul 10:54:14 yang diterima VoxNtt.com tercatat; pada periode Juli 2014, terjadi lima kali transaksi dari rekening Sipri Palus ke rekening Maria Keke yakni tanggal 4,7,10,12 dan 13. Tiap kali transaksi sebesar Rp. 5.000.000. Jadi, total lima kali transaksi tersebut Rp. 25.000.000).
Selain minta uang, lanjut Palus, anak angkat Uskup Huber itu juga merengek minta rumah. Permintaan itu pun dipenuhi Uskup Huber. Untuk itu, Uskup Huber mengeluarkan uang sebesar Rp. 250.000.000 untuk membayar uang muka kredit.
Kredit itu diajukan melalui Bank BNI tapi prosesnya gagal. Kegagalan itu terjadi karena pihak penjamin kredit yaitu Titus (adik kandung Uskup Huber) menolak membuat surat keterangan.
Ia menolak karena dalam surat keterangan itu dinyatakan bahwa rumah yang dikredit itu adalah milik anak angkat Uskup Huber sedangkan Titus hanya sebagai penjamin kredit. Artinya, jika cicilan kredit tersebut lunas, maka rumah tersebut menjadi milik anak angkat Uskup.
“Karena itu, Uskup Huber dan anaknya itu merasa dirugikan oleh keputusan Bapak Titus. Maka sejak saat itu, Uskup dan anaknya benci dan dendam dengan Bapak Titus. Bahkan, anak Bapa Uskup itu berani mengeluarkan kata-kata kotor dan kutukan buat Bapak Titus sekeluarga,” jelas Palus.
Karena proses kredit melalui Bank BNI gagal, mereka akhirnya beralih mengajukan kredit ke Bank Mandiri sebesar Rp. 1.000.000.000. Kredit sebesar itu bermaksud untuk membeli rumah seharga Rp. 1.500.000.000. Sebagai jaminan usulan kredit tersebut, yakni Surat Izin Usaha (SIU) 2 toko milik anak angkat Uskup Huber yang berlokasi di Ruteng dan Labuan Bajo.
BACA:Uskup Hubert: Mari Berdoa Bagi Gereja Kita
Namun, pihak Bank Mandiri menyatakan jaminan kedua toko tersebut tidak cukup untuk mengabulkan kredit sebesar Rp. 1.000.000.000.
Sementara, Uskup Huber sudah menyerahkan uang sebesar Rp. 500.000.000 sebagai uang muka kredit. Karena takut uang muka tersebut hangus lagi, maka Uskup Huber dan anak angkatnya bersekongkol dengan pemilik rumah (Mantan Pegawai Bank Mandiri) membuat data jaminan palsu.
“Seolah-olah anak angkat Uskup Huber memiliki tempat praktek dokter ahli kandungan di Karang Anyar Bali dengan pendapatan per bulan 70 juta rupiah, Surat izin buka usaha, izin Lurah, daftar pasien yang berobat, papan pengumuman praktek, semuanya dibuat dan dipalsukan. Kredit tersebut pun diloloskan pihak bank. Jangka waktu kredit selama 15 tahun (180 bulan) dengan cicilan per bulan 12 jutaan lebih,” terang Palus.
Sementara, hingga berita ini diturunkan, Uskup Hubertus Leteng belum memberi konfirmasi, meski sudah dihubungi melalui telepon. (Ferdiano Sutarto Parman/VoN).