Borong, Vox NTT-Kepala Desa Wae Rasan kecamatan Elar Selatan, Thomas Loma mendatangi kantor DPRD Manggarai Timur (Matim), Sabtu 24 Juni 2017 lalu.
Kades Thomas Loma mengaku ia datang untuk mendesak DPRD dan Pemkab Matim segera menertibakan warga di perbatasan yang sudah membongkar titian dari bambu.
Titian itu dibangun oleh Kapolres Manggarai AKBP Marselis Sarimin Karong bersama Kapolsek Elar Petrus Amir, Babinsa Elar Selatan Edy de Jesus, Camat Elar Selatan Adolfus J Tahu, dan sejumlah masyarakat beberapa waktu lalu.
Baca: Kapolres Manggarai Bangun Titian di Perbatasan Matim dan Ngada
Dia mengatakan, jembatan darurat itu dibangun agar akses warga ke Kabupaten Ngada bisa kembali berjalan normal. Demikian sebaliknya.
Sebab, sudah tujuh tahun jalan itu tidak dimanfaatkan akibat dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Namun tidak lama kemudian, setelah Kapolres Marselis perbaiki warga Ngada sebelah Wae Rasan langsung merusak titian itu dan membuat pagar. Akibatnya akses transportasi kembali lumpuh.
“Nah, sekarang, apa kiat Pemda Matim dan bapak dewan Matim?,” ujar Kades Thomas kepada VoxNtt.com di kantor DPRD Matim, Rabu (5/7/2017).
Karena itu, ia dan warga Wae Rasan mendesak Pemkab dan DPRD Matim untuk melakukan koordinasi dengan Bupati, DPRD, dan instansi terkait di Ngada. Ini bertujuan agar segera duduk bersama mencari jalan keluar masalah antar warga di daerah perbatasan Matim dan Ngada itu.
“Bukan soal perbatasan. Tetapi soal akses di jalan provinsi (NTT) ini dibuka. Itu saja tuntutannya,” tukasnya.
Dikatakan Kades Thomas, bagi warga Desa Wae Rasan pembagunan titian tersebut bukan karena kepentingan politik
Tetapi kebutuhan riil masyarakat untuk bisa dilalui kendaraan roda dua. Kata dia, masyarakat tidak mengetahui politik, tetapi manfaat jembatan tersebut sangat dibutuhkan.
“Hampir seminggu para pengendara sudah melintas dengan aman. Namun beberapa hari lalu warga kembali merusak. Hal itu membuat warga marah dan mendesak pemerintah dan DPRD Matim segera mengamankan warga yang merusak titian itu,” kata Thomas.
Menurut dia, sejak tahun 2010 lalu jembatan Wae Bakit dirusak oleh warga Ngada yang mengklaim kepemilikan wilayah tersebut.
Setelah mereka membangun tugu perbatasan, mereka merusak oprit pada sisi timur jembatan sehingga jembatan tak bisa lagi dilalui kendaraan.
“Adapun sepeda motor yang melintas antara wilayah Matim dan Ngada harus melewati kali dengan menggunakan jasa pikul sepeda motor dengan bayaran antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu,” kata Thomas. (Nansianus Taris/VoN)