Borong, Vox NTT-Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI) di Manggarai Timur mengecam keras pernyataan Kepala Sub Bagian Humas (Kasubag) Kabupaten Manggarai Timur dalam menanggapi aksi GmnI pada Selasa (08/05/2018) di Borong, ibu kota kabupaten Manggarai Timur.
BACA: GMNI Sebut Bupati Tote Tidak Pantas Jadi Pemimpin
Lewat salah satu media online di Matim, Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur melalui Sub Bagian Humas meminta ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai segera melakukan klarifikasi terbuka atas ucapan “Bupati Kabupaten Matim sangat tidak pantas menjadi seorang pemimpin dan Bupati Yosep Tote mati suri”.
Pernyataan ini disampaikan Ketua GMNI Cabang Manggarai, Martinus Abar dalam orasinnya ketika aksi unjuk rasa mengeritik putusan Kepala Dinas PK Matim, Frederika Soch yang melakukan pemotongan gaji guru THL dari Rp 1.250.000 menjadi Rp 700.000 setiap bulannya.
BACA: GMNI Menduga Ada Konspirasi Besar di Balik Kisruh Guru THL di Matim
Menanggapi pernyataan tersebut, Elvis Jehama, mantan ketua DPC GmnI Kupang dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Kamis (04/05/2018) menegaskan pernyataan Kasubag Pemkab Matim melecehkan nilai-nilai dasar demokrasi.
“Perjuangan aspirasi yang dilakukan oleh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia adalah wujud dari hakikat demokrasi,” tegas Jehama.
Dikatakan, undang – undang nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, menegaskan beberapa poin penting:
- Bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945 dan deklarasi universal HAM.
- Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat
- Menempatkan tanggung jawab social dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
- Pada Bab 4 undang –undang nomor 9 tahun 1998 bentuk – bentuk dan tata cara penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan: Unjuk rasa, pawai, rapat umum dan atau mimbar bebas.
Elvis juga menyebut pernyataan yang disampaikan Kasubag Humas Pemkab Matim, Agus Supratman sebagai bentuk pembodohan publik terhadap keberlangsungan demokrasi lokal di Manggarai Timur.
“Seharusnya Kasubag Humas Matim dalam tugas dan fungsi melakukan mediasi antara pihak yang berpolemik termasuk dengan GmnI cabang Ruteng. Namun tugas itu gagal dijalankan Kasubag Humas Matim,” kata Elvis.
Pernyataan Agus Supratman juga dinilai telah melukai ketokohan paternalistik kepemimpinan Yosep Tote sebagai Bupati Matim.
“Pernyataan Agus Supratman itu secara tidak langsung mengkerdilkan Yosep Tote sebagai Bupati Matim,” tegas Elvis.
Bupati Mati Suri
Sebelumnya, Ketua GMNI Cabang Manggarai, Martinus Abar dalam orasinya di depan Kantor Bupati Matim menyebut Bupati Yosep Tote mati suri dalam menyikapi permasalahan yang sedang dihadapi para guru THL.
“Bupati Kabupaten Matim sangat tidak pantas menjadi seorang pemimpin, karena sudah berkali-kali mahasiswa bersama masyarakat melakukan aksi unjuk rasa memperjuangkan nasib guru THL akan tetapi bupati selalu tidak berada di tempat. Sehingga tidak pernah didapatkan penjelasan yang terkait nasib Guru THL,” tegas Abar.
Dalam orasinya pula, dia memberikan peringatan keras untuk Bupati Tote. Kata dia, apabila tidak mencopot Kadis Frederika dari jabatannya, maka GMNI akan melakukan aksi lagi dengan massa yang lebih banyak dengan menduduki Kantor Bupati Matim.
Ancaman itu juga disampaikan sebagai bentuk dukungan terhadap rekomendasi Komisi C DPRD Matim beberapa waktu lalu, di mana salah satu poinnya meminta Bupati Tote segera mencopot Kadis Frederika dari jabatannya.
Lambannya Bupati Tote dalam menyikapi kisruh guru THL ini membuat Abar menduga telah terjadi konspirasi besar. Itu terutama antara Bupati Matim dengan Kadis PK Matim.
“Konspirasi tersebut sangat sangat jelas dengan tidak segera ditindaklanjutinya rekomendasi pencopotan tersebut,” tegas Abar.
Selanjutnya, Abar menegaskan sudah 10 tahun Kabupaten Matim terbentuk menjadi daerah otonomi, tetapi di bidang pendidikan masih sangat tertinggal.
Kendati masih tertinggal, namun kebijakan Kadis PK Matim justru tidak berpihak pada kesejahteraan guru THL sebagai salah satu tulang punggung keberhasilan dalam dunia pendidikan.
Sumber: Rilis GmnI/Nansi Taris