Kupang, Vox NTT- Badan Pusat Statistik NTT tahun 2017 menyebut, angka penyerapan tenaga kerja di NTT didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah atau SD ke bawah sebesar 1,34 juta orang atau 57,92 persen.
Pekerja di tingkat tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 0,31 juta orang atau 13,30 persen.
Tenaga kerja di tingkat pendidikan SMA Kejuruan memberi kontribusi sebesar 5,00 persen. Angka ini lebih rendah dibanding SMA Umum yang sebesar 13,77 persen.
Demikian pula tenaga kerja berpendidikan diploma lebih rendah yaitu 2,25 persen dibanding berpendidikan universitas yang sebesar 7,76 persen.
Sektor Penyerap Tenaga Kerja
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, BPS NTT tahun 2017 menemukan empat sektor yang menempati posisi teratas yaitu pertanian, jasa, perdagangan dan industri.
Tenaga kerja mayoritas terserap di Bidang Pertanian sebanyak 1,27 juta orang atau 54,81 persen, diikuti Sektor Jasa 0,34 juta orang atau 14,60 persen, Perdagangan sebesar 0,24 juta orang atau 10,23 persen, dan Industri 0,21 juta orang atau 8,85 persen.
Sektor lainnya seperti transportasi, konstruksi, pertambangan dan lembaga keuangan dibawah 5 persen dan sektor yang menyerap tenaga kerja terendah adalah Sektor Listrik.
Uniknya, jumlah lulusan maupun perguruan tinggi di NTT setiap tahun terus bertambah. Bahkan jumlah perguruan tinggi menurut data Koprtis wilayah 8 juga terbilang cukup banyak yakni 52 PT dengan rata-rata jumlah lulusan lebih dari 1000 orang per tahun. Jika kita ambil angka terkecil, perguruan tinggi ini bisa menghasilkan kurang lebih 52.000 ribu lulusan yang siap bekerja di berbagai sektor. Jumlah ini belum termasuk perguruan tinggi yang tidak masuk dalam data kopertis atau sedang dalam proses mendapatkan izin.
Dari beberapa perguruan tinggi tersebut, berikut adalah gambaran jumlah lulusan dari 6 universitas unggulan yang sekarang beroperasi di NTT.
Melihat data penyerapan tenaga kerja yang didominasi oleh lulusan sekolah dasar ini, patut dipertanyakan peran perguruan tinggi di NTT dalam menghasilkan tenaga kerja siap pakai atau yang mampu menciptakan lapangan kerja baru.
Hal ini didukung dengan tingginya angka pengangguran pada tingkat SMA dan perguruan tinggi yang menyumbang sebesar 64. 036 pada tahun 2015 dan sebesar 54.306 pada tahun 2016.
Jumlah penganggur di tingkat SMA dan PT ini lebih besar dari pada penganggur yang hanya menempuh Sekolah Dasar ke bawah.
Pada tahun 2015 pengangguran di level SD ke bawah mencapai 15. 146 dan tahun 2016 berkurang menjadi 13. 401 orang.
Fakta ini cukup merisaukan mengingat perguruan tinggi di NTT yang diharapkan mampu menyiapkan tenaga kerja dan membuka lapangan pekerjaan baru, malah menjadi penyumbang angka pengangguran paling besar.
Di sini, mutu pendidikan tinggi di NTT penting untuk digugat mulai dari input, proses dan outputnya.
Ranking PT terbaik yang dirilis Kemenristekdikti pada April 2018 lalu semacam memberi sinyal kuat akan lemahnya kualitas perguruan tinggi di NTT tersebut.
Dari seluruh Universitas yang ada di seluruh Indonesia, hanya Universitas Nusa Cendana yang masuk dalam daftar 100 besar. Itu pun berada pada posisi buntut ke-86.
Kenyataan ini juga berdampak pada rendahnya Indek Pembangunan Manusia (IPM). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, IPM untuk NTT, yang antara lain salah satu indikatornya terkait pendidikan, berada di urutan ke-32 dari total 34 provinsi.
NTT, menurut data ini hanya bisa mengungguli Provinsi Papua dan Papua Barat. Dengan angka 63,13, IPM NTT terpaut cukup jauh di bawah angka rata-rata nasional 70,18.
Penulis: Irvan K
Sumber Data: BPS NTT, Kopertis, Kemenrisdikti dan olahan dari berbagai sumber.