Kupang, Vox NTT- Memperingati hari Anti Human Traficking Internasional, sejumlah aktivis, LSM, komunitas lintas iman dan masyarakat Kota Kupang menggelar aksi di depan kantor Gubernur NTT, Senin (30/07/2018) malam.
Aksi yang dikemas dalam bentuk doa bersama, pembacaan puisi, lagu dan orasi sejumlah aktivis kemanusiaan ini mengusung tema “Perdagangan Orang Adalah Dosa”.
Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian atas maraknya kasus perdagangan orang di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Koordinator aksi, Dhebyy Soro dalam orasinya mengatakan, data yang dirangkum Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) dan Jaringan Kemanusiaan Solidaritas Korban Perdagangan orang (JKSKPO) mengungkapkan, dari awal tahun sampai dengan Juli 2018 tercatat 69 orang pulang dengan peti jenazah.
“Ada juga orang-orang kita yang pulang dengan trauma fisik dan psikis. Tentu kejadian seperti ini menimbulkan duka bagi kita semua,” kata Dhebyy.
Momentum hari Anti Human Traficking lanjut dia, mengingatkan kita pada penderitaan mereka yang menjadi korban perdagangan orang.
“Perdagangan orang yang sudah sangat darurat di NTT bukan lagi hal sepele, angka kematian TKI sudah sangat merisaukan” tegasnya.
Kerisauan ini juga ditegaskan Pendeta Emmy Sartian, dari Jaringan Kemanusiaan Solidaritas Korban Perdagangan orang (JKSKPO). Dia menerangkan, pada waktu yang akan datang kemungkinan NTT akan terus dikirimi peti jenazah dari luar negeri.
“Angka kematian TKI pada tahun 2018 ini lebih tinggi dari tahun lalu. Beberapa jenazah juga tidak dapat dipulangkan. Kemungkinan besar kita akan tetap menerima jenazah pekerja migrant Indonesia (PMI) karena mereka sementara tersebar di berbagai tempat persembunyian akibat kebijakan pemerintah Negara tujuan untuk rehairing,” katanya.
Menurut pendeta Sartian, hampir dua belas ribu pekerja migran Indonesia itu akan direpresi dan mendapatkan persekusi.
Dia berharap, melalui koalisi lintas iman ini, semua pihak terus memperkokoh barisan perjuangan untuk melawan perdagangan orang.
“Persoalan paling besar adalah literasi informasi, termasuk literasi pendidikan. Karena ternyata banyak mereka yang pergi itu putus sekolah, mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan kemudian memanfaatkan modus baik dengan modus wajah agama, budaya, dan keluarga,” terangnya.
Sementara Putu Winata yang mewakili agama Hindu menyampaikan, setiap manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan .
“Tidak peduli apapun suku, agama, ras. Kita adalah sama di mata Tuhan. Kita harus bersama pula melawan segala bentuk penindasan terhadap manusia” kata Putu.
Penulis : Tarsi Salmon
Editor : Irvan K