Mbay, Vox NTT- Penanganan kasus dugaan penganiayaan dan pemerkosaan terhadap calon Tenaga Kerja Wanita (TKW) berinisial MN oleh Polsek Boawae dinilai cacat prosedur dan ada kejanggalan.
Hal itu disampaikan Kuasa hukum korban MN, Gregorius R. Daeng saat ditemui VoxNtt.com di Danga, Minggu malam (12/08/2018).
Oris, sapaan akrab Gregorius R. Daeng, menjelaskan, sesuai hasil investigasi dan keterangan langsung MN, ditemukan bahwa kasus itu tidak berdiri sendiri. Ia tidak hanya sebatas tindakan penganiayaan sebagaiamana yang diberitakan oleh pihak Polsek Boawae.
Menurut advokat muda yang sering mengadvokasi persoalan perdagangan manusia (human trafficking) di NTT itu, terdapat tiga kejahatan dalam kasus yang menimpa MN.
Ketiganya, yakni pelaku melakukan aksi penganiayaan berat, kekerasan seksual dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Oris menegaskan, dimensi kejahatan harus dilihat secara komperhensif. Hal itu termasuk prosedur perekrutan, kekerasan saat berada di rumah penampungan, dan tujuan perdagangan orang.
Baca Juga:
- Tak Layani Nafsu Perekrut, Calon TKW Dianiaya Hingga Kritis
- Kapolres Ngada Siap Bantu Korban TKW
- Polres Kupang Kota Sudah Terima Berkas MN
“Jangan sampai untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan, dimensi kejahatan justru dialihkan atau bahkan dihilangkan secara sepihak,” ujar Oris.
Dia menambahkan, sesuai informasi dari pihak penyidik Polsek Boawae, kasus tersebut akan diproses di Polres Kupang Kota.
Pelimpahan proses hukum ke Polres Kupang Kota, kata dia, secara subsatnsi masalah hal tidak wajib. Sebab, modus operandi kejahatan tersebut berawal dari wilayah hukum Polres Ngada.
Sehingga, demi kepentingan hukum korban, kasus ini dapat disidik di Polres Ngada dan diadili di Pengadilan Negeri Bajawa.
Sebab itu, Oris menilai proses penyidikan Polsek Boawae ini cacat prosedur.
Ada beberapa alasan Oris. Pertama, tidak ada Surat Tanda Terima Laporan (STTL) yang diberikan kepada korban. Kedua, tidak adanya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). Ketiga, penggunaan pasal pidana yang tergolong ringan kepada pelaku, terutama Pasal 351 ayat (1) (KUHP) yang ancaman pidananya hanya 2 tahun 8 bulan penjara. Keempat adanya pengaturan keterangan korban dan ayah korban dalam Berita Acara Pemeriksaa (BAP) tanggal 14 Juli 2018 oleh oknum penyidik pembantu di Polsek Boawae.
Selaku kuasa hukum korban, Oris mendesak agar demi kejelasan proses penegakan hukum, maka wajib untuk menggelar ulang BAP. Sehingga proses penyidikan dapat berdasarkan fakta masalah yang sesungguhnya.
“Permintaan kita agar kembali digelar BAP demi kejelasan proses penyidikan sesuai dengan fakta persoalan yang sesungguhnya tanpa indikasi rekayasa dan manipulasi keterangan dari korban. Hukum harus ditegakan di atas kebenaran agar tercipta rasa keadilan dan hak hukum bagi setiap warga Negara,” ujarnya.
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Ardy Abba