Sikka, VoxNtt.com-Maumere Jazz Fiesta yang diadakan di tepi pantai Ndete, Desa Reroja, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka pada Minggu, (16/10) bukan hanya ajang “jual” keindahan Maumere.
Melalui rimbunan hutan bakau (manggrove) yang ditanam serta dirawat oleh Bapa Akong dan keluarganya, musik menyerukan kecintaan terhadap alam Maumere dan NTT pada umumnya. Di tempat itu, musik mengajarkan manusia tentang pentingnya menjaga lingkungan agar tidak menjadi korban bencana dari keserakahannya sendiri.
Pesan itu ditegaskan melalui sambutan Pimpinan Yayasan Bapa Bangsa sekaligus Ketua Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng yang menyerukan kepekaan masyarakat Sikka dalam upaya menjaga dan merawat lingkungan setempat.
Melcias menegaskan festival ini sengaja memilih hutan bakau sebagai lokasi konser karena memiliki nilai historis dan pesan moral terhadap Pemerintah Daerah maupun masyarakat Maumere.
Menurut Mekeng, di era 80-an Maumere terkenal dengan keindahan alam, baik itu pesisir pantai maupun alam bawah laut sehingga setiap tahunnya rata-rata 15 ribu wisatawan berkunjung ke Maumere. Namun situasi ini berbalik pasca gempa dan tsunami yang melanda daerah itu pada tahun 1992 silam.
Selain Mekeng, para musisi juga mengingatkan pemerintah dan masyarakat Sikka untuk menjaga alam Flores khususnya Maumere yang terkenal eksotik.
Sebelum menyanyikan lagu “Doan-Doan Kae”, Ivan Nestorman menginformasikan perihal peraturan terbaru dari Kementerian Lingkungan Hidup yang melarang adanya sampah pada setiap even termasuk musik.
“Sudah ada kotak sampah yang disediakan oleh Bank Sampah Flores agar kita semua tidak membuang sampah sembarang di lokasi ini” ujar pelantun Mogi berdarah Manggarai ini.
Hal senada juga diungkapkan Syahrani melalui aksi turun panggung demi meminta penonton memungut sampah di area tersebut. Aksi ini dilakukan Syahrani setelah lagu “Mori Sambe” dilantunkan bersama Ivan.
Andre Hehanusa pun menegaskan hal serupa. “My goodness, pulau ini, dan Maumere sesungguhnya indah sekali, kita harus jaga sama-sama,” demikian Andre sekali lagi mengingatkan para penonton.
Kritik Untuk Pemda Sikka
Menurut beberapa tokoh masyarakat dan pegiat lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di isu lingkungan, Maumere Jazz Fiesta dan seruan untuk menjaga lingkungan dan alam harusnya menjadi tamparan keras bagi Pemda Sikka yang dinilai gemar “merusak” lingkungan.
Direktur Lembaga Advokasi dan Pendidikan Kritis (Bapikir), Anton Johanis Bala menyatakan dirinya kagum pada musisi-musisi jazz dan para penyelenggara yang telah memilih musik sebagai media mengkampanyekan isu lingkungan. Walapun menurutnya, genre jazz selama ini sulit dijangkau oleh golongan kelas bawah.
“Musik jazz ini ide yang menarik walaupun levelnya tidak terjangkau oleh orang-orang seperti kita ini. Tetapi hebatnya mereka mau terlibat dalam upaya dan kampanye penyelematan lingkungan hidup di Sikka,” ujar John Bala kepada Vox Ntt saat ditemui di kediamannya, Senin, (17/10).
Meskipun demikian menurutnya selama ini para aktivis dengan tanpa dukungan modal yang memadai telah berupaya mengajak dan memberikan pendidikan transformatif dengan cara-cara yang sederhana.
“Selebihnya kita berbuat dalam senyap bersama komunitas-komunitas kecil sambil berharap suatu waktu ada perubahan,” ungkapnya.
Sementara itu, kritik dan ajakan terhadap Pemda Sikka agar memperhatikan keberlanjutan lingkungan dalam pembangunan masih sering diabaikan.
John mencontohkan penebangan pohon di Jl. Ahmand Yani, depan Kantor Telkom, Perumnas, dan Taman Kota menggambarkan kecongkakkan kekuasaan yang mengabdi kepada Project Oriented.
“Memang kita sangat dikuasai oleh pengetahuan dan kesadaran jangka pendek saja. Kesadaran ekologi itu harapan bukan usaha nyata. Begitulah watak pemimpin kita,” tegas John.
Hal senada disampaikan oleh aktivis Walhi NTT, Herry Naif. Menurutnya Maumere Jazz Fiesta ini merupakan gambaran ironis bagaimana orang yang selama ini ada di luar Maumere datang dan mengajak kita menanam bakau dan mencintai lingkungan, sementara pemerintahan kita masih gemar menebang pohon dan mengabaikan keselamatan lingkungan.
“Pemda Sikka harus segera melakukan Kajian lingkungan Hidup Strategis sesuai dengan perintah undang-undang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mana secara tegas agar dilakukannya KLHS sebagai panduan,” imbuhnya.
Festival ini juga menghadirkan beberapa undangan khusus. Nampak di lokasi Maumere Jazz Fiesta beberapa undangan khusus seperti Menteri Perencanaan Nasional, Bambang Brojonegoro; Direktur Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistyo; Direktur Utama Bank Mandiri, Agus Setiawan Basuni; Ketua OJK, Mulman Hadat, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya; dan Bupati Sikka, Yoseph Ansar Rera.
Para musisi jazz yang bersedia hadir dalam acara itu antara lain Trie Utami, Syahrani, Ivan Nestorman, Barry Likumahua, Djaduk Ferianto, Andre Hehanusa, Barry Likumahua, Big One, dan musisi lokal Emiel Diejeh bersama Orkestra Satu Sikka serta Nyong Franco.
Khusus bagi masyarakat Sikka yang gemar akan irama dan musik reggae, hadir pula Reggae Ambassador, Ras Muhammad di penghujung acara dengan sejumlah lagu di antaranya “Salam”. (Are de Peskim/VoN)