Kupang, Vox NTT– Acara peresmian dan pemberkatan Gedung Gereja Majelis Jemaat Horeb Perumnas Kupang, Minggu (22/7) berlangsung hikmat.
Peresmian tersebut diawali dengan penarikan kain pada papan nama Gereja yang terletak di halaman depan gedung Gereja, penekanan tombol serta pelepasan balon gas dan penandatanganan prasasti yang diiringi bunyi petasan.
Prosesi ini dipimpin oleh Wakil Ketua Dua Majelis, Jonas Salean
Acara tersebut dihadiri, Wakil Sekretaris Majelis Sinode GMIT Kupang, Pdt. Ince Ay Touselak, Wakil Ketua Satu Majelis Jemaat Horeb Perumnas, Pdt. Sandra Y. Wango Foenay, tiga orang mantan Pendeta Gereja Majelis Jemaat Horeb Perumnas Kupang yakni, Pdt. G. Ratuwalu, Pdt. W. Adang Lusi, Pdt. Maria B. Therik Tuulima, mewakili Polsek Kelapa Lima, Melky. D. Nenobais, mewakili Koramil 1604-01 Kupang, Yunus Koro.
Usai melakukan rangkaian acara di halaman gereja, dilanjutkan dengan pengguntingan pita yang dilakukan oleh Wakil Sekretaris Majelis Sinode GMIT Kupang, Pdt. Ince Ay Touselak.
Selanjutnya penyerahan kunci oleh ketua panitia pembangunan, Simon Pellokila kepada Ketua Majelis Pdt. Reny Lesik kemudian beribadah untuk pertama kalinya pada gedung baru itu.
Pdt. Elisa Maplani, dalam khotbahnya menyampaikan, materialisme merupakan ciri masyarakat moderen dan telah merasuki hidup banyak orang tak terkecuali orang Kristen.
Orang mulai menghitung untung rugi bila memberi kepada sesama dan berkorban bagi pekerjaan Tuhan.
Pola hidup masyarakat modern itu, lanjut Pdt. Elisa, bertolak belakang dengan pola hidup jemaat Filipi saat Paulus melayani jemaatnya.
Dia berharap agar jemaat Horeb harus belajar dari kekurangan yang ada pada diri sendiri, harus belajar kemurahan Tuhan serta harus saling membantu sesama jemaat. Dan saling belajar cukupan diri dengan berkat.
Tuhan yang kita terima sambil belajar menjadi berkat bagi sesama.
“Apalah artinya kita, jika dibandingkan dengan pengorbanan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat sesuai Iman Kristen. Untuk itu pesannya agar selalu menjaga kebersamaan, saling membantu antara sesama serta bersikaplah rendah hati,” pesannya.
Pasang Surut
Wakil Ketua Dua Majelis, Jonas Salean, dalam sambutannya mengatakan, pembangunan Gereja Horeb ini memerlukan waktu 120 bulan.
Dalam proses pembangunan Gereja ini banyak dinamika dan tantangan yang dihadapi oleh jemaat. Pasang surut, semua alami saat proses pembangunannya.
“Meskipun banyak kendala yang kami hadapi namun kami tetap semangat dalam mengumpulkan dana dengan waktu 120 bulan akhirnya pembangunan Gereja ini bisa berjalan dengan baik dengan total anggaran sebesar 60 M,” paparnya.
Jonas berharap jangan hanya bangunan saja yang bagus dan megah sementara aktivitas tidak ada.
Dengan adanya bangunan yang megah para jemaat harus tetap semangat dan lebih giat lagi aktivitas kerohanian pada Gereja ini.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Majelis Sinode GMIT, Pdt. Ince Ay Touselak, mengatakan, waktu 120 bulan yang penuh dinamika tentunya tidak gampang dilaluinya.
Namun kini dari waktu 120 bulan tersebut kita telah meraih dan merayakan pesta kemenangan dan sukacita dengan dihadiahkan satu rumah ibadah yang bagus dan megah.
Pdt. Ince menambahkan, gedung kebaktian yang megah dan indah ini sebagai perwujudan yang harus dipenuhi dengan pelbagai kegiatan yang holistik serta kegiatan kerohanian harus terus dilakukan.
“Warna warni dalam pembangunan gereja ini merupakan ujian iman kita dan prose pembangunan Gereja yang telah jadi dan megah, menggambarkan komitmen dari para jemaat yang ada sebagai tanda pelayanan yang lebih baik,” Imbuhnya.
Sementara itu Ketua Panitia pembangunan gedung kebaktian Horeb, Simon Pellokila, dalam laporannya mengatakan, gedung Gereja horeb sudah ada sejak tahun 1983, namun daya tampung jemaat semakin hari semakin bertambah, sehingga gereja yang sudah ada tidak dapat menampung seluruh jemaat pada saat beribadah.
Simon menambahkan, untuk menampung jemaat agar dapat beribadah dalam suasana damai sejahterah, maka telah diupayakan untuk mendirikan tenda, namun hal tersebut belum dapat menolong jemaat, untuk beribadah dengan baik, terlebih pada saat musim hujan tiba.
Sebagai bentuk tindak lanjut persekutuan jemaat dalam suasana damai sejahtera, maka lewat suatu pergumulan jemaat yang panjang, terpikirlah pengembangan pembangunan gedung Gereja horeb.
Namun kendala yang dihadapi saat itu, kata dia ketersediaan dana yang tidak memadai dalam melaksanakan pekerjaan pembangunan Gereja sesuai dengan rencana pelaksanannya.
Sehingga pada bulan Maret 2007 kegiatan pembangunan fisik baru mulai dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya, disesuaikan dengan kondisi keuangan yang tersedia, sehingga waktu untuk penyelesaiannya gedung Gereja ini memakan waktu 120 bulan (12 tahun). (Mou/VON)