Bajawa, Vox NTT- “Jangan jadi umat Katolik yang minta-minta. Minta pada pemerintah, karena pemerintah pun harus memikirkan banyak hal dengan APBD yang terbatas. Itu sebabnya butuh kemandirian. Gereja paroki baru Kurubhoko harus menjadi pelopor kemandirian, karena kita bermartabat. Tuhan tidak butuh yang mewah yang mahal, tetapi Tuhan hanya butuh kesetiaan dan kesanggupan Anda”
Hal itu disampaikan Uskup Agung Ende, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr pada sambutan singkat usai acara pengukuhan Kuasi Paroki Kurubhoko menjadi sebuah paroki defenitif, Senin (11/9/2017).
Dalam arahan itu, Uskup Sensi sempat menyoroti pembangunan gereja megah dan mewah yang telah menelan dana miliaran rupiah di banyak tempat.
Namun gereja megah itu hanya digunakan oleh umat seminggu sekali setiap hari minggu. Enam hari gereja yang megah dan mahal itu kosong, hanya hari minggu umat datang berkumpul berdoa dan itu pun juga hanya beberapa jam saja.
Selebihnya gereja kembali kosong. Kita ke kebun atau kemana saja lewat sekitar gereja, tetapi lewat saja tidak ada yang singgah untuk berdoa.
Mestinya kata Uskup Sensi, membangun gereja megah sebagai sarana yang mengantarkan umat berjumpa dengan Tuhannya dan bersyukur atas kebaikanNya.
Dia menegaskan, gereja harus menjadi pelopor dalam membangun budaya baru yakni, kemandirian baik personal maupun komunitas.
“Terus memperkuat budaya kemandirian. Selain itu menumbuhkan budaya kesalehan. Ajak anak tahu hari minggu. Jangan sampai anak ke gereja tetapi orang tua ke tenpat lain. Hidupkan kembali budaya kesalehan! Kalau pasangan anda bermasalah doakan dia dan pertobatkan dia demikian sebaliknya,” katanya.
Seraya menyampaikan keterlibatan semua pihak, Uskup Sensi mengatakan umat harus mandiri. Kemandirian yang ditunjukkan adalah semua umat di paroki terlibat.
“Mereka sumbang kemampuan mereka dengan merehap gereja sederhana, bangun pastoran, mempersiapkan peresmian, mereka jadi anggota koor, mereka juga itu pelayan tamu hingga kemudian meriahkan acara, membereskannya kembali. Karena ini rumah mereka sendiri, melakukannya sendiri dengan kesanggupannya. Uskup minta agar jangan lestarikan sesuatu yang keliru, yang kalu mau bikin kegiatan panitia datang dari luar, dana dari bantuan pemerintah dan suksesnya pesta karena campur tangan dari luar. Lalu ‘pidato’ tentang pemberdayaan, tetapi tanpa diwujud nyatakan dalam tindakan,” ujar Uskup Sensi.
Dalam kesempatan tersebut, dia juga minta umat mengambil bagian secara aktif dan bersinergis dengan berbagai lembaga dan agama lain dalam membangun masyarakat menuju sejahtera lahir dan batin.
Menurut Uskup Sensi pembangunan kualitas manusia sangat penting karena martabatnya sangat tinggi. Sehingga semua komponen bangsa perlu bersinergis untuk membangun kualitas manusia.
“Gereja harus hadir untuk Indonesia dan terusmembangun kulitas manusia berbasiskan kemandirian. Gereja hadir bukan hanya untuk Katolik, tetapi juga hadir untuk Indonesia demimeningkatkan kualitas hidup manusia menujumasyarakat sejahtera,” tegas Uskup Sensi.
Dikatakan, dalam kaitan dengan peresmian paroki, gereja hadir secara struktural jauh dari pretensi Negara dalam Negara.
Kalau ada satutus bukan semacam pemerintahan dalam pemerintahan. Tetapi kehadiran gereja secara lembaga lebih sebagai komunitas beriman dalam bermitra dengan lembaga lain seperti agama lain, pemerintah dan berbagai elemen lainnya membangun masyarakat menuju hidup yang lebih baik.
“Yang penting bukan status dalam pendirian gerejawi, tetapi lebih sebagai langkah efektif untuk mengokohkan persatuan. Meski peresmian paroki ini persyaratan fisik belum terpenuhi, tetapi yang paling penting umat sudah siap berziarah dalam kebersamaan,” kata Uskup Sensi. (Arkadius Togo/AA/VoN)