“Kalau musim panas begini, kami sangat kesulitan untuk mendpatkan air bersih. Harga air kami beli dengan Rp 500.00 per tengki. Jika memasuki bulan Oktober, harga per tengki 5000 liter bisa sampai Rp 750.000. Karena itu, melalui ADD kami membeli fiber dan membagikannya kepada masyarakat agar mereka bisa menampung air bersih yang dibeli,” kata Kades Renrua-Eduawardus Bau.
Atambua, Vox NTT-Renrua, sebuah Desa nan indah yang terletak di lereng gunung Mandeu, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu.
Udaranya segar sepoi angin menghembus. Indah memang jika dipandang mata.
Namun, keindahan itu berbanding terbalik dengan kondisi dan usia kemerdekaan bangsa ini.
Masyarakat Renrua, Raimanuk masih terus berjibaku dengan keadaan sebagaimana sebelum merdeka.
Desa Renrua merupakan salah satu dari enam desa di Raimanuk merupakan sebuah kecamatan baru yang dimekarkan dari Kecamatan Malaka Timur (Kini masuk wilayah Kabupaten Malaka).
Desa dengan jumlah penduduk 1.393 jiwa yang berdiri sejak tahun 1999 silam itu memiliki potensi alam yang besar.
Selain hasil hutan, perkebunan dan wisata alam juga sangat prospektif.
Namun, sarana dan prasaran pendukung belum memadai.
Hal ini membuat desa Renrua menjadi terisolir dan terkesan jauh dari ibu kota Kabupaten Belu.
Waktu tempuh dari kota Atambua tidak lebih dari satu jam perjalanan.
Mengitari bukti, menanjak dan berkelok dengan suguhan pemandangan alam yang indah menjadi teman sepanjang jalan menuju Renrua.
Sepintas, selain akses jalan raya yang masih seperti zaman penjajahan, terkesan tidak ada persoalan yang begitu menonjol di desa kecil ini.
Namun, apabila dicermati dengan baik, sekian rumit persoalan di desa ini dan di Kecamatan Raimannuk pada umumnya, seolah menjadi bukti dan lambang ketertinggalan.
Sentuhan pembangunan jalan raya belum maksimal.
Kondisi jalan berbatu dan debu mempertegas ketertinggalan dan kealpaan pemerintah di sana.
Selain itu, untuk penerangan, masyarakat masih menggunakan lampu pelita.
Beberapa tiang listrik yang sudah mulai ditumpuk menjadi harapan baru pasca pemerintah desa mendatangi PLN Rayon Atambua.
Beberapa kali mendesak dengan cara akan menggunakan Dana Desa untuk menarik jaringan listrik di desa itu jika tidak dilayani PLN Rayon Atambua.
Ketertinggalan kampung ini seakan menjadi sempurna karena akses air bersih teryata masih sangat sulit.
Puncak musim panas menjadi momok yang menakutkan bagi hampir seluruh masyarakat Kabupaten Belu.
Tidak terkecuali, bagi warga Desa Renrua, Kecamatan Raimanuk.
Sulitnya akses air besih yang dialami setiap tahun saat musim kemarau, membuat masyarakat harus merogoh kocek untuk membeli air besih.
Untuk mensiasati kesulitan air bersih, pemerintah Desa Renrua, terpaksa membuat kebijakan untuk menyediakan viber yang dibagikan kepada masyarakat.
Viber itu untuk menampung air yang dibeli dari mobil tanki air.
Kepala Desa Ren Rua Erwin Bau, yang ditemui VoxNtt.com di sela kegiatan pencangan kampong KB pekan kemarin, mengaku sebagai solusi atas kesulitan yang dihadapi masyarakatnya, ia bersama BPD dan masyarakat sepakat untuk memanfaatkan Dana Desa guna membeli viber.
Selanjutnya dibagikan kepada masyarakat untuk menampung air yang dibeli.
“Kalau musim panas begini, kami sangat kesulitan untuk mendpatkan air bersih. Harga air kami beli dengan Rp.500.00 per tengki. Jika memasuki bulan Oktober, harga per tengki 5000 liter bisa sampai Rp.750.000. Karena itu, melalui ADD kami membeli fiber dan membagikannya kepada masyarakat agar mereka bisa menampung air bersih yang dibeli,” keluh Erwin.
Akses air besih memang menjadi kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi di sana.
Disaksikan VoxNtt.com, aktivitas mengangkut air dari bak penampung atau viber tidak hanya menjadi tugas ibu-ibu atau anak-anak, tapi bapak-bapak juga mengambil bagian.
Hal ini karena selain jauh dari rumah, kondisi jalan yang menanjak sangat menyulitkan bagi anak-anak untuk mengambil air.
Selain kesulitan air bersih, infrastruktur juga masih menjadi PR besar bagi pemerintah untuk membuka isolasi Desa Renrua (bersambung)
(Marcel/VoN)