Ruteng, Vox NTT- JPIC Keuskupan Ruteng berencana mengajukan permohonan praperadilan atas penghentian penyidikan kasus Pembangunan Embung Wae Kebong, di Kawasan Hutan Lindung RTK 18 di Kelurahan Pagal, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai.
Namun, sebelum mengajukan praperadilan, JPIC Keuskupan Ruteng terlebih dahulu akan mempelajari beberapa hal yang berkaitan dengan penghentian penyidikan itu.
Hal tersebut disampaikan Kordinator JPIC Keuskupan Ruteng, Pastor Marten Jenarut kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Minggu (1/10/2017).
“Proyek pembangunan embung sudah selesai dilaksanakan baru urus izin. Izin tidak dapat berlaku surut. Izin berlaku surut adalah tindakan melawan hukum. Jadi, SP3 Wae Kebong melawan hukum sehingga harus dibatalkan,” tegas Jenarut.
Sementara, hingga berita ini diturunkan, Kapolres Manggarai, Marselis Karong Sarimin belum memberi tanggapan meski sudah dihubungi melalui pesan singkatnya, Minggu (1/10/2017).
Sebelumnya diberitakan, Polres Manggarai menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus Pembangunan Embung Wae Kebong.
Padahal, embung tersebut dibangun tanpa izin di dalam kawasan hutan lindung RTK 18 di Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai.
Kapolres Manggarai, Marselis Karong Sarimin mengatakan SP3 diterbitkan karena ternyata pembangunan embung di hutan lindung tersebut sudah direstui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Menteri sudah kasih izin. Saya sendiri sudah menghadap menteri,”ujar Marselis seperti dilansir Floresa.co, Senin (04/09/2107) lalu.
Menurutnya, izin diberikan pihak Kementerian setelah ada tim survei yang mendatangi lokasi pembangunan embung itu di Cibal.
“Tim survey datang. Lalu, mereka kasih izinnya,” ujar Mantan Kapolres Puncak Jaya Papua ini.
Proyek embung tersebut didanai APBD Manggarai senilai Rp 1,2 miliar. Sebelumnya, sejumlah pihak mengkritik pembangunan embung tersebut karena belum mengantongi izin dari KLHK.
Saat itu, Pastor Marten Jenarut mengatakan pembangunan embung di kawasan hutan lindung tanpa izin adalah kejahatan ekologi.
“Pemerintah Manggarai telah melakukan kejahatan ekologi,” ujarnya 20 Februari 2017 lalu.
Menurutnya, pembangunan di dalam kawasan hutan lindung dimungkinkan oleh Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan. Tapi, sebelum pembangunan itu berjalan, harus ada izin pinjam pakai kawasan dari Menteri. (Ferdiano Sutarto Parman/AA/VoN).