Kupang, Vox NTT- Pengamat Politik dari Universitas Nusa Cendana, Lasarus Jehamat menilai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) gagal menjalankan peran politiknya jika mengusung calon Gubernur non-kader.
Hal ini diungkapkan Jehamat melihat geliat terkini partai berlambang banteng itu mendukung bakal calon Gubernur NTT dari luar partai.
“Kalau merunut fungsi parpol, jika PDIP gagal mengusung calon, berarti partai tersebut gagal menjalankan peran politiknya,” ungkap Jehamat saat dikonfirmasi Vox NTT lewat pesan WhatsApps, Rabu (01/11/2017).
Menurut dia, realitas itu bisa dibaca dalam beberapa soal. Pertama, PDIP gagal menciptakan kader yang militan dan kompetitif di NTT. Kedua, jika PDIP tidak mengusung calon, bayangan kita harus tertuju pada realitas kepentingan.
“Bahwa secara kelembagaan, kepentingan menguasai elit-elit PDIP di dalamnya” tegas peneliti senior di Institute Sophia Kupang ini.
Ketiga, dia menjelaskan bahwa fakta itu berimplikasi pada munculnya distrust pada parpol.
“Dengan kata lain, ketidakmampuan PDIP menciptakan kader menunjukan bahwa partai memang sibuk mengurus diri dan kelompok dan tidak berpikir untuk rakyat,” tegasnya.
Senada dengan Jehamat, aktivis BARA JP NTT, Bertus Selly mensinyalir akan terjadi perpecahan dalam tubuh PDIP NTT jika mengusung calon gubernur non-kader. Menurut dia, masih banyak kader potensial dalam partai yang berpeluang memenangkan Pilgub.
“Seperti Kristo Blasin, Daniel Tagu Dedo dan Raymundus Fernandez. Ketiga calon ini memiliki Gerbong politik masing-masing cukup kuat. Mereka juga menyumbangkan kemenangan Ketua DPD PDI Perjuangan NTT, Frans Lebu Raya, menjadi gubernur NTT dua periode” ungkap Bertus.
Dikatakannya, jika PDI Perjuangan import kader dari luar dalam kontestasi pilgub 2018 mendatang, maka berpotensi gerbong PDI Perjuangan bakal tidak solid dalam memenangkan calon gubernur NTT nanti.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Irvan K