(Tribute to Yoseph Yapi Taum atas prestasi sebagai dosen berprestasi Indonesia)
Oleh Hengky Ola Sura
Redaksi Seni dan Budaya VoxNtt.com
Dusun berkabut di atas bukit itu masih tetap di sana,
bagai elang di dahan tertinggi
tak berkedip menatap empat penjuru mata angin
menjaga anak-anaknya dari serangan musuh
Ia Ataili. Kampungku yang sebenar-benarnya
Waikomo,27 Desember 2017
(karya Yoseph Yapi Taum, dari penggalan puisi Ataili)
Nama lengkapnya adalah Yoseph Yapi Taum. Pria kelahiran Ataili Lembata ini masuk jajaran dosen yang cemerlang dalam menulis. Kepiwaiannya dalam menulis dan terlebih terlibat dalam penelitian-penelitian sastra dan kebudayaan menghantarkannya sebagai dosen yang meraih juara pertama pemilihan pendidik dan tenaga kependidikan berprestasi tingkat nasional kategori dosen sosial dan humaniora dari Kemenristekdikti pada 30 Oktober 2017.
Torehan atas prestasi ini sesungguhnya adalah jalan panjang dari proses belajar yang tak kenal henti. Sebagai seorang anak tanah Lembata, Yapi sadar setiap pergi adalah perjuangan tak kenal kata menyerah. Aras pemikiran ini jelas terpatri dalam kalbunya.
Merunut dari sajak Ataili yang ditulisnya di atas hendak membuktikan bahwa tanah lahir Ataili itu adalah lokus ‘elan vital’ yang membawa Yapi, sosok pembelajar itu untuk ikut menunjukkan bahwa sejauh-jauhnya ia pergi dan belajar Ataili jadi serupa magnet yang menakik-nakik semangat untuk bekerja, belajar dan berprestasi. Simak penggalan puisi ini;
Dusun berkabut di atas bukit itu masih tetap di sana,
bagai elang di dahan tertinggi
tak berkedip menatap empat penjuru mata angin
menjaga anak-anaknya dari serangan musuh
Ia Ataili. Kampungku yang sebenar-benarnya
Penggalan puisi ini saja sudah jadi pegas bagi dirinya yang seorang pendidik itu untuk menunjukan kiprah intelektualnya.
Ia percaya bahwa Ataili, sebuah kampung nun jauh di Lembata, tanah dimana ari-arinya disemayamkan itu jadi pelindung untuk kerja-kerja kebudayaannya.
Hampir kebanyakan buku dan artikel yang ditulis oleh Yapi titik berangkatnya adalah cultural studies.
Tentunya pilihan ini adalah juga karena dasar pertimbangan bahwa cultural studies adalah sebuah bidang akademis yang pendekatannya adalah selalu kritis dengan agenda moral yakni memperbaiki kinerja kebudayaan secara keseluruhan.
Menurut Yapi, melalui paradigma ini, kebudayaan yang didominasi oleh pemaksaan kepentingan kekuasaan mendapatkan bargaining secara mendasar.
Merujuk dari beberapa buku yang ditulisnya seperti Kisah Wato Lele-Lia Nurat dalam Tradisi Puisi Lisan Flores Timur, Penerbit Obor Indonesia dan Asosiasi Tradisi Lisan, Buku Studi Sastra Lisan, Sejarah, Teori, Meotde, dan Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya, oleh Penerbit Lamalera, Balada Arakian: Kumpulan Puisi, Penerbit Lamalera, dan buku Sastra dan Politik: Representasi Tragedi 1965 dalam Negara Orde Baru, terbitan Sanata Dharma University Press, kita sesungguhnya sedang diajak berpelesir kedalam studi-studi kebudayaan yang dinarasikan oleh Yapi.
Secara pribadi saya menangkap adanya geletar seorang pendidik sejati yang terus bersuara melalui bahasa tulisan dari sejumlah penelitian-peneltiannya untuk ikut mencerdaskan dan mencintai keIndonesiaan kita dengan sebenar-benarnya.
Prestasi yang diraih adalah sebuah kerja yang tentunya tidak selesai dengan predikat juara satu.
Cultural studies adalah juga sebuah perjuangan untuk mendaratkan pemahaman yang sebenar-benarnya dan seadab-adabnya. Prestasinya adalah juga kebanggaan kita semua dari NTT.
Nusa Tetap Tercinta ini harus terus menghasilkan orang-orang hebat dengan kerja-kerja besar dan mulia.
Adalah Maria Matildis Banda, novelis dan dosen dari Universitas Udayana Bali mengungkapan bahwa apa yang dicapai Pak Yapi adalah sebuah kebanggan.
Karya dan kerja-kerjanya adalah juga inspirasi untuk kita semua. Selamat Pak Yapi, Ataili, kampung nun jauh di Lembata itu adalah lewo yang selalu jadi pembuka jalan untuk kerja muliamu.