Oleh: Epifanus Solanta
Alumnus Sosiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Penulis Buku Dialektika Ruang Publik: Pertarungan Gagasan
Sila ketiga pancasila yang berbunyi Persatuan Republik Indonesia mengandung makna pentingnya menjaga sekaligus membangun semangat persatuan dalam keberagaman.
Keanekaragaman seperti suku, bahasa, adat istiadat dan agama pertama-tama tidak dipandang sebagai hal yang aneh, melainkan suatu keindahan yang terus disyukuri.
Keanekaragaman merupakan bukti nyata bahwa perbedaan itu sangatlah indah. Ibarat warna, tidak menarik untuk dilihat ketika hanya manmpilkan satu warna saja. Tetapi ketika dikolaborasikan dengan warna yang lain, akan menjadi indah dan enak di pandang.
Frasa Persatuan Republik Indonesia dalam tahun-tahun terakhir ini tengah berada dalam ancaman yang sangat serius. Bentuk ancaman tersebut dapat dilihat dari munculnya berbagai macam paham dan isme-isme yang berusaha untuk menggulingkan ideologi pancasila dan memecah belah persatuan.
Nada-nada yang berkedok agama atau pun ras mulai menggiring ke dalam opini publik. Kenyataan ini pun diterima secara mentah tanpa ada proses penyaringan informasi.
Ketika ini dibiarkan terus terjadi, maka kenyamanan dan keamanan dalam kehidupan berbangsa akan terus terganggu. Benar apa yang dikatakan Soekarno bahwa melemahkan persatuan berarti memperkuat musuh. Bekerja buat perpecahan berarti bekerja buat musuh.
Tahun 2018 dan 2019 dinobatkan sebagai tahun politik. Pada tahun 2018, kita akan mengadakan pilkada serentak dan tahun 2019 untuk pemilihan legislatif dan presiden. Suhu politik kian memanas.
Tidak jarang ruang publik mulai disesaksi dengan isu-isu, mulai dari yang baik sampai yang paling buruk. Mulai dari usaha untuk mempersatukan seluruh rakyat Indonesia sampai pada ancaman perpecahan. Sungguh sangat ironis suhu politik di negeri kita ini. Tetapi kita tidak bisa berpaling atau pun menolak realitas ini. Sesungguhnya, seni berpolitik itu (kurang lebih) seperti ini.
Presiden Jokowi sebagaimana dilansir dalam Media Indonesia (12/10) berpesan kontestasi politik lima tahunan harus menjadi ajang mengeratkan persatuan, bukan malah memecah belah bangsa. Kalau ada gesekan-gesekan kecil, itu biasa. Namun, jangan gara-gara pilihan bupati, wali kota, gubernur, presiden (berbeda), kita jadi pecah.
Seruan yang bernada pesan dari Presiden Jokowi di atas setidaknya menjadi ajakan yang sangat berarti bagi kita untuk bisa mengadabkan diri dengan perilaku politik yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
Kontestasi lima tahunan ini tidak boleh digunakan sebagai kesempatan untuk menggadai persatuan. Karena ketika kita memanfaatkannya untuk menggadai persatuan, berarti kita tengah menyiapkan lubang kehancuran untuk menguburkan segala mimpi dan cita-cita awal bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, memiliki keanekaragaman yang menjadi ciri khasnya. Tugas utama kita adalah menjaga dan merawatnya, bukan menghancurkannya atas nama politik.
Semangat Persatuan
Menjunjung tinggi dan mempertahankan semangat persatuan merupakan jiwa bangsa Indonesia. semangat persatuan merupakan nilai tertinggi sekaligus kekuatan yang paling besar. Perjuangan untuk meningkatkan semangat persatuan tentu saja tidak luput dari berbagai ancaman, tidak hanya yang datang dari luar, melainkan juga dalam bangsa sendiri.
Perbedaan pilihan dan pandangan dalam realitas politik merupakan sesuatu yang wajar dan memang (seharusnya) terjadi. Tetapi ketika perbedaan tersebut mulai merasuk ke dalam usaha untuk menggadaikan persatuan, ini menjadi bahaya besar dan harus segera diatasi.
Negara kita yang berasaskan demokrasi menjunjung tinggi kebebasan dan perbedaan pendapat. Tetapi kebebasan dan perbedaan tersebut bermuara pada suatu tujuan yang dicita-citakan bersama yaitu kebaikan bersama (bonum commune), bukan justru mengarah kepada perpecahan.
Semangat persatuan dan kesatuan harus menjiwai tahun politik kita. Dalam nuansa kebersamaan dan semangat persatuan kita diarahkan pada suatu tujuan untuk menciptakan iklim politik yang kondusif dan nyaman. Pemimpin yang kita pilih haruslah pemimpin yang benar-benar berpihak kepada kita, bukan pemimpin yang hanya ingin mengobralkan janji.