Kefamenanu,Vox NTT- Kegiatan lomba dansa yang digelar pemerintah kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) pada tanggal 24-25 November 2017 lalu di halaman Kantor bupati menuai kecaman.
Kecaman itu terutama dari aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kefa.
Menurut Mereka (aktivis) kegiatan yang mulanya bertujuan untuk menarik perhatian wisatawan untuk berwisata ke TTU itu tidak akan tercapai.
Baca: Pemda TTU Gagal Penuhi Target 500 Pasangan Lomba Dansa
Pasalnya kata mereka, wisatawan/I lebih teratarik pada budaya asli, karena sesuatu seperti tarian adat asli TTU merupakan hal baru dan unik bagi mereka.
Sementara dansa dinilai sebagai budaya barat dan wisatawan/I sudah terbiasa dengan itu. Sehingga dansa, bagi mereka bukan sesuatu yang meraik.
Tak hanya itu, pagelaran lomba dansa dalam nuansa wonderful Indonesia crossborder tersebut dinilai justru semakin menghilangkan budaya asli masyarakat TTU, yang mestinya wajib dilestarikan dan dijadikan sebagai potensi pariwisata yang layak dipromosikan.
Baca: Pemda TTU Gelar Lomba Dansa untuk 500 Pasangan
Karena itu mereka juga menilai kegiatan tersebut hanya menghabiskan anggaran semata tanpa memberi efek bagi pariwisata di Kabuapten yang berbatasan dengan Republic Demokratik Timor leste (RDTL) itu.
Demikian diungkapkan oleh ketua LMND eksekutif kota Kefamenanu, Valen Kefi dan Gilbert Taena, aktifis PMKRI saat dihubungi VoxNtt.com via telepon pada Minggu (26/11/2017).
Valen mengaku, dirinya menyayangkan sikap dinas pariwisata yang lebih menonjolkan dansa dari pada tarian adat asli di daerah itu.
Masih Valen, pagelaran lomba dansa tersebut akan menyebabkan kaum muda semakin tidak mengenal budayanya sendiri dan lebih teratarik pada budaya yang datang dari luar
Baca: Kadis Budpar TTU Keluhkan Biaya Perawatan Objek Wisata
“Kan masih ada budaya asli TTU seperti tabso, bidu dan juga berbagai macam tarian yang bisa diperlombakan. Kenapa harus dansa yang merupakan budaya peninggalan penjajah, yang harus dilestarikan? ini bentuk pembodohan kepada masyarakat, terutama kaum muda,” kesal mahasiswa program studi Biologi di Unimor ini.
Sementara Gilbert Taena menilai, tujuan utama dari pagelaran lomba dansa untuk menarik minat wisatawan/i datang ke TTU tidak akan tercapai, malah menyebabkan wisatawan enggan berkunjung ke TTU.
Baca: Tanjung Bastian Bak Tempat Sampah dan Kandang Kambing
“Wisatawan itu datang mau lihat kita punya budaya asli yang tabso, bonet, bidu dan masih banyak lainnya itu, bukannya mau datang hanya untuk lihat dansa. Ini malah menunjukkan bahwa dinas terkait tidak kreatif ,untuk mencari cara guna menarik wisatawan datang berkunjung ke TTU,” tegas Gilbert.
Gilbert menyarankan agar ke depannya dinas terkait menggelar kegiatan yang menonjolkan budaya asli TTU.
Selain itu dia juga berharap, kegiatan yang bertujuan untuk menarik wisatawan mesti digelar di lokasi objek wisata bukan di Kantor Bupati.
“Seharusnya kegiatan pariwisata itu digelar di Lokasi objek wisata, sehingga bisa langsung mempromosikan potensi pariwisata yang kita miliki kepada wisatawan yang berasal dari luar daerah,” tandasnya.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Boni Jehadin