Kupang, Vox NTT- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan telah mengeluarkan surat undangan dalam rangka memantapkan konsolidasi internal Partai menuju Pilkada Serentak Tahun 2018 mendatang.
Rapat ini digelar hari ini, Kamis (14/12/2017) di Kantor PDI Perjungan di Jl. P. Diponegoro No. 58, Menteng, Jakarta Pusat.
Beberapa figur yang diundang yakni Raymundus Fernandes, Marianus Sae, Lusia Adinda Lebu Raya, Noviyanto Umbu Pati Lende dan Emi Nomleni. Selain itu, DPP juga mengundang Ketua DPD PDIP NTT, Frans Lebu Raya.
Kelima nama ini disebut-sebut sebagai hasil penjaringan internal PDIP yang kemudian akan mengurucut pada penetapan satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur menuju pilkada serentak tahun 2018.
Dari kelima nama ini, Raymundus Fernandes, Lusia Adinda Leburaya dan Marianus Sae (MS) digadang-gadang akan maju sebagai calon gubernur. Sementara Umbu Pati Lende dan Emi Nomleni bakal diusung sebagai wakil gubernur.
Menurut Pengamat Politik dari Universitas Nusa Cendana, Lasarus Jehamat, ketiga nama bakal calon gubernur ini telah dikenal rakyat NTT. Ray dan MS sebagai bupati, sementara Lucia sebagai istri gubernur dan ketua kwartir daerah pramuka NTT.
Namun menurut Jehamat, modal dikenal saja belum cukup untuk memenangkan kontestasi Pilgub.
“Sebagai bupati, kalau ada bobrok, Ray dan MS telah diketahui publik. Sama seperti mereka dua, kelemahan Lucia sebagai istri gubernur dan ketua kwartir pramuka juga telah diketahui publik,” pungkas Jehamat.
Menurut dia, bobrok yang dimaksud tidak saja pada level manajemen pembangunan tetapi juga di level etika dan moral.
Selain itu, ketiga figur ini baru menunjukan muka dalam kancah politik NTT dalam dua sampai tiga tahun terakhir. Dalam beberapa survei belakangan ini, popularitas ketiga bakal calon ini masih jauh dibandingkan dengan calon dari partai lain seperti Esthon Foenay dan Benny K Harman.
“Ray dan Lucia selama ini hanya dianggap ada dalam bayang-bayang Frans Leburaya. Sementara MS ada dalam bayang-bayang elit lain yang turut bermain ke internal PDIP” ungkapnya.
Tantangan Utama
Melihat ketiga nama yang bakal diusung ini, Jehamat mengemukakan tantangan utama yang nanti bakal dihadap PDIP.
Pertama, calon dari PDIP banyak. Mereka harus bisa menampilkan diri jauh lebih bagus dari kader yang lain.
Kedua, Pengusungan Ray dan MS harus dilihat dalam kacamata Provinsi. Bukan kabupaten.
“Konsepsi kabupaten jelas berbeda dalam praktiknya di lapangan ketika itu berurusan dengan pembangunan NTT sebagai provinsi” pungkasnya.
Dikatakan, peluang Ray dan MS karena keduanya masih menjabat sebagai bupati. Untuk mendapatkan suara dari kabupaten lain, manuver seorang bupati sebenarnya sangat terbuka.
Sementara Lucia menjadi unik karena dia adalah satu-satunya perempuan yang ada dalam daftar nama bakal calon yang ikut bersaing.
Jehamat menambahkan, jika PDIP konsisten pada kaderisasi ideologis partai, Ray dan Lucia tentu berpeluang besar diusung. Walaupun keduanya belum terbukti bisa menjadi pemimpin dalam lingkup provinsi kepulauan NTT.
“Bacaan publik, ini terjadi karena proses pengkerdilan yang dilakukan Frans terhadap dua tokoh ini” ungkapnya.
Meski demikian, elektabilitas Ray juga patut diperhitungkan. Tiga survei berturut-turut nama Ray justru melampaui kader lain di PDIP bahkan di atas MS.
Sementara itu, MS justru menjadi beban tidak saja bagi PDIP tetapi bagi juga bagi NTT ke depan.
“Beban karena soal intervensi tangan tak kelihatan MS dalam memporakporandakan PDIP, berikut masalah moral yang sampai saat ini tidak dijelaskan dengan terbuka oleh MS” kata peneliti senior Institute Sophia NTT ini.
Kalau dia (MS) jujur, mungkin bisa mengangkat pamor politiknya. Kejujuran MS, kata dia, justru dapat membalikan persepsi negatif yang ada selama ini.
Intinya, demikian Jehamat, ketiga bakal calon ini belum menjadi calon ideal untuk PDIP NTT.
PDIP NTT, kata dia, belum bisa melahirkan kader militan karena kuatnya ketokohan dan kuasa elit PDIP NTT di tangan Frans Lebu Raya.
Karena itu, ke depan, PDIP NTT harus belajar dari dan terus mengevaluasi diri. Konsolidasi internal dan pembangunan karakter harus dilakukan secara intens sejak dini.
“Pembentukan kader harus menjadi agenda utama” ungkap Jehamat.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Irvan K