Kupang, Vox NTT-Surat kematian dengan nomor 287/07/SKMt/Kons-JB/2018 yang dikirim dari Konsulat Jendral Republik Indonesia di Johor Baru, Malaysia kembali menyapa masyarakat NTT.
Surat berisi pesan kematian itu, tiba di Bandara Eltari Kupang, Sabtu (21/07/2018) sekitar pukul 13.00 Wita bersama sebuah peti jenazah yang ditelah dibungkus dengan plastik putih transparan. Di luarnya tidak ada catatan apapun terkait nama atau lembaga pengirim maupun alamat yang dituju.
Surat itu menerangkan kematian seorang warga NTT bernama Boe (26), kelahiran Waturesa 10 Mei 1992.
Boe berasal dari Waturesa, RT 015/RW 009, dusun Waturesa, desa Woiorega, kecamatan Paga, kabupaten Sikka, Flores, NTT.
Baca DI SINI Laporan Terkait Human Trafficking di NTT
Kematian Boe dikabarkan karena menderita severe sepsis secondary to intra abnominal sepsis. Almarhum meninggal di rumah sakit Sultana Aminah Johor Baru pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 23.00 waktu setempat.
Setelah dijemput oleh beberapa relawan dari Jaringan Relawan Untuk Kemanusiaan (J-RUK) NTT dan perwakilan aktivis gereja, jenazah itu dititipkan di kamar mayat RSUD Kupang semalam.
Di ruang jenazah RSUD Kupang, Sabtu malam, beberapa aktivis kemanusiaan NTT juga mendoakan jenazah Boe secara katolik sebelum dikirim ke Sikka pada hari ini Minggu, (22/07/2018).
Tentang Johor Baru
Nama Johor Baru bukan asing lagi di telinga sebagian aktivis kemanusian. Nama ini akrab dengan pesan kematian sebab dari sanalah kebanyakan jenazah TKI asal NTT dikirim.
Catatan Wikipedia menyebut Johor Bahru didirikan pada 1855 dengan nama Iskandar Puteri ketika Kesultanan Johor berada di bawah pengaruh Temenggong Daeng Ibrahim.
Pada Perang Dunia II, Jepang menggunakan Istana Bukit Serene sebagai basis utama mereka untuk meluncurkan serangan terhadap kekuatan Inggris terakhir di Singapura. Johor Bahru diduduki oleh pasukan Jepang dari 1942 sampai 1945.
Setelah perang, Johor diadministrasikan sebagai bagian dari Negeri-Negeri Melayu Tidak Bersekutu dan Johor Bahru tetap menjadi ibukotanya.
Johor Bahru menjadi pusat nasionalisme Melayu setelah perang dan melahirkan sebuah partai politik yang bernama United Malays National Organisation (UMNO) pada 1946.
Setelah pembentukan Malaysia pada 1963, Johor Bahru menyandang status sebagai ibukota negara bagian dan meraih status kota pada tahun 1994.
Dari kota pusat nasionalisme Melayu inilah korban penyiksaan, pembunuhan dan perlakuan tak wajar yang menyebabkan kematian sebagian besar jenazah TKI asal Indonesia khususnya NTT dikirim.
Sepanjang tahun 2018, jumlah TKI yang meninggal di Malaysia terus bertambah. Data BP3TKI Kupang menyebut dari Januari-akhir Mei 2018 ada 35 jenazah yang dikirim ke NTT. Sebanyak 34 dikirim dari Malaysia dan satu dikirim dari Afrika Selatan.
Dari 35 orang TKI yang meninggal tersebut, sebanyak 26 orang berjenis kelamin laki-laki dan sembilan orang perempuan.
Para TKI yang meninggal itu paling banyak berasal dari Kabupaten Malaka (9 orang), kemudian Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) (6 orang), Flores Timur (5 orang), Ende (4 orang).
Selanjutnya, Kabupaten Kupang, Manggarai Timur, Belu dan Sumba Barat, masing-masing dua orang dan Timor Tengah Utara (TTU), Sikka dan Kota Kupang, masing-masing satu orang.
Data ini belum terhitung dengan 4 TKI yang meninggal akibat tabrakan speedboat di Perairan Sebatik pada bulan Juni dan Jenazah Boe yang dikirim Sabtu (21/07/2018) kemarin. Jika dihitung jumlahnya sudah mencapai 40 orang sepanjang tahun 2018. Sebagian besar TKI yang meninggal ini tidak terdokumentasi alias ilegal.
Penulis: Irvan K