*)Puisi-Puisi Putra Niron
Setelah Matahari Terbenam
Kekasih saya adalah mata saya.
Saya mencintai mata ini dengan segenap hati.
Mata adalah alat terbaik untuk mencintai.
Mata apa saja.
Ketika mata mati,
Cinta juga pergi.
Sejak kapan orang mencintai tanpa melihat.
Ya sejak puisi ini tidak lagi ditulis dengan mata. Tetapi dengan tangan.
Tangan juga memiliki mata.
Lalu adakah alasan untuk menyangkal bahwa cinta itu berasal dari mata?
Mata bisa melihat
Bisa mengecap,
Bisa merasa.
Lalu apa yang terjadi setelah mata mati?
Tidak ada apa-apa yang terjadi,
Selain gelap.
Terlebih setelah matahari terbenam.
Saumlaki, Agustus 18
Arloji Ayah
Perempuan,
Kau masih ingat
Arloji ayah waktu itu?
Di ujung jarumnya ada rindu.
Ada rindu ibu.
Jika kau ingin,
Aku akan memutar jarumnya.
Biar kita lihat kisah cinta mereka
Sebelum detak jarumnya sekarat dan mati.
Maumere, November 16
Kau Bisa Apa
Kau bisa menulis sajak?
Tidak.
Bibir saya kaku,
Tanganku gemetar.
Kepala ikut membesar
Jika aku menulis.
Lalu kau bisa apa?
Aku hanya bisa menulis rindu,
Dan menitipkannya pada angin.
Wairpelit, September 16
Air Mata
Saya pernah bermimpi,
Kau tidak akan turun lagi
Semenjak sebilah pedang menembus hatinya.
Lalu kau masih saja sakit?
Aku tak ingin terjaga.
Di sakitnya ada kau yang tertahan.
Dan di sakitmu ada dia yang tertawa.
Dia tersayat di hati.
Kau tak kunjung merintih.
Wairpelit, 16
*Putra Niron adalah penulis kumpulan berjudul ‘Kami dan Perjamuan Terakhir’, penerbit Carol Maumere, 2018. Saat ini penulis tinggal di Ambon.