Kupang, Vox NTT- Peneliti senior dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan, tugas pokok mahasiswa antara lain berpikir melampaui Pemilu demi penyempurnaan demokrasi di Indonesia.
“Kehadiran saya di sini untuk memprovokasi adik-adik mahasiswa bagaimana berpikir Pemilu tidak sekedar deretan angka-angka atau tidak sekedar permainan satu hari di bilik suara,” ujar Karus saat membawakan materi dalam seminar nasional di Aula Fisipol Universitas Nusa Cendana Kupang, Kamis (25/10/2018).
Seminar nasional tersebut bertema “Evaluasi Pilkada Serentak 2018 Dalam Rangka Sukseskan Pemilu 2019”.
Menurut dia, Pemilu tidak hanya sekadar proses dan tata laksana. Jika sekadar itu, demokrasi di Indonesia menjadi sangat kering.
Kata dia, keringnya demokrasi itu sudah dimulai sejak proses legislasi di DPR. Di dalam naskah akademik pembahasan UU Pemilu, tidak ada riset atau dokumen akademik yang dianalisis.
Akibatnya, Pemilu di Indonesia masih berkutat pada hal-hal yang prosedural.
Dikatakan, Bawaslu dan KPU bicara soal teknis prosedural. Hasilnya penyelenggaraan pemilu dari tahun ke tahun hanya beda di angka.
Karus meyakini satu-satunya elemen masyarakat sipil yang tidak terkontaminasi oleh kepentingan partai politik hanyalah mahasiswa.
Karena itu, ia berharap mahasiswa tetap konsisten pada idealismenya memperjuangkan demokrasi yang substansial dan bukan semata-mata prosedural.
Dikatakan Karus, dalam seminar itu, dirinya diberi tema soal peran civil society dalam mengawal demokrasi yang bermartabat.
Ia berpendapat gerakan civil society sangat tidak maksimal.
“Ada banyak ormas yang diharapkan jadi representasi dari gerakan masyarakat sipil yang justru terjebak dalam kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu tidak ada kelompok penyeimbang dan suara masyarakat sipil itu suara partai politik juga,” ujar Karus.
Suara masyarakat sipil, kata Karus, tidak signifikan dan sudah terkontaminasi kekuasaan dan hal itu yang membuat kita tidak bergerak kemana-mana.
“Di mana masyarakat sipil kita. Bagaimana masyarakat sipil menjadi tiang penyangga utama demokrasi kita, agar demokrasi tidak tergerus maknanya menjadi dari sebagian rakyat, oleh sebagian rakyat dan untuk sebagian rakyat,” tuturnya lagi.
Ia pun berharap, gerakan masyarakat sipil terkonsolidasi baik mulai dari gerakan mahasiswa di kampus-kampus.
“Konsolidasi gerakan mahasiswa menjadi satu-satunya harapan agar demokrasi kita bergerak dari ranah prosedural ke demokrasi substansial,” katanya disambut riuh tepukan tangan Mahasiswa Fisipol Undana Kupang.
Menurut Karus, gerakan masyarakat sipil di Indonesia yang diharapkan memberi kontribusi bagi perbaikan kualitas demokrasi justru lebih banyak berperan jadi wajah lain dari gerakan politik.
Baca Juga: Bawaslu NTT Ajak Mahasiswa Undana Ikut Awasi Pemilu
“Satu-satunya harapan adalah mahasiswa. Sekalipun harus diakui konsolidasi gerakan mahasiswa sekarang tidak sedahsyat angkatan 98,” ujarnya lagi.
Penulis: Ardy Abba