Kupang, Vox NTT-Polemik keputusan gubernur NTT yang memecat Kepala Dinas Nakertrans, NTT, Bruno Kupok masih bergulir di kalangan masyarakat. Itu terbukti dengan ramainya pembahasan kasus itu oleh netizen di media sosial.
Pro kontra ini dipicu oleh keputusan gubenur yang terkesan tergesa-gesa. Tak heran, pakar hukum tata negara dari universitas Nusa Cendana, John Tuba Helan menilai keputusan gubernur NTT cacat hukum.
Di lain sisi, kebanyakan masyarakat membenarkan cara sang gubernur bertindak. Sebagian besar netizen mendukung langkah Gubernur Viktor lantaran begitu banyaknya kasus perdagangan manusia di NTT.
Namun di balik pro-kontra tersebut, Bagaimana sesungguhnya rekam jejak Bruno Kupok? Apa saja yang dia lakukan selama menjabat Kadis Nakertrans NTT? Berikut penelusuran VoxNtt.com.
Bruno mengawali karir sebagai sebagai Kepala Dinas Nakertrans, NTT sejak akhir tahun 2016 menggantikan, Simon Tokan.
Bruno sebelumnya menjabat sebagai kepala dinas perhubungan provinsi NTT.
Pertama, Perketat Satgas
Bruno mulai menunjukkan geliatnya dalam kasus perdagangan manusia dengan merperkuatnya fungsi Satuan Tugas (Satgas) yang ditempatkan di Bandara El Tari Kupang dan Pelabuhan Laut Tenau Kupang.
Ini terbukti, pada Selasa (23/8/2016) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi NTT menggagalkan dua warga asal Kabupaten Malaka yang hendak ke Denpasar, Bali. Dua warga itu hendak ke Denpasar untuk bekerja di sebuah restoran dengan status Tenaga Kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD).
Tak hanya itu, dilansir Tribunnews, jumlah TKI yang berhasil ditangkap oleh Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Pengawasan TKI Ilegal, baik melalui Bandara El Tari Kupang maupun melalui Pelabuhan Tenau Kupang, terhitung cukup banyak.
Tahun 2016 sebanyak 443 orang, tahun 2017 sebanyak 510 orang dan tahun 2018 (data sampai dengan tanggal 30 April 2018) sebanyak 207 orang.
Kedua, Pembentukan Kantor Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) TKI
Pada Selasa, 4 April 2017, Bruno beserta jajarannya melakukan kunjungan sekaligus pertemuan dengan Kakanwil Kemenkumham NTT, M. Diah.
Pertemuan tersebut membahas bahwa Pemerintah Provinsi NTT akan membentuk Kantor Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kota Kupang untuk memudahkan pelayanan bagi para TKI .
Keberadaan kantor ini akan diisi beberapa instansi pemerintah, seperti : Imigrasi, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Nakertrans, dan beberapa instansi terkait.
Selain membahas keberadaan LTSA sebagai kantong TKI yang bekerja di luar negeri, mereka juga membahas isu-isu aktual dan permasalahan yang dihadapi terkait perlindungan bagi TKI, pencegahan TPPO, pengawasan orang asing, dan lain-lain.
Sebelumnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi NTT sudah merintis berdirinya Kantor Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) TKI di dua daerah. Dua daerah itu, yakni Kabupaten Kupang dan Kabupaten Sumba Barat (Sumbar).
Ketiga, Sinergisitas Basmi Trafficking dengan Pemerintah Kabupaten se-NTT
Masalah human trafficking di NTT, bagi Bruno adalah tugas kolektif yang perlu diperangi. Ini tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi melainkan pemerintah kabupaten se-NTT.
Pemprov NTT pun membuat kesepakatan bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT tentang Sinergisitas Pelaksanaan Pembangunan dan Penanganan Masalah Krusial Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian.
Hal ini dibuktikan dengan surat kesepakatan Nomor:TKT.075/54/PDE/2018 tanggal 15 April 2018 yang ditandatangani Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT, Drs. Bruno Kupok selaku pihak pertama dan para kepala dinas/sekretaris dinas.
Dilansir Citra-News, menurut Bruno, masalah TKI khususnya tenaga kerja illegal perlu dicarikan jalan keluar. Terlebih Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ilegal asal Provinsi NTT yang meninggal di luar negeri (LN) menunjukkan trend meningkat.
Keempat, Usulan Menaikan UMP NTT
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memutuskan Upah Minimum Pekerja (UMP) untuk tahun 2017 di angka Rp 1.525.000.
UMP pada tahun depan tersebut naik sebesar Rp 100 ribu jika dibandingkan dengan tahun 2016 yang ada di angka Rp 1.425.000.
UMP 2017 tersebut telah ditetapkan melalui Keputusan Gubernur NTT Nomor: 347/KEP/HK, tanggal 31 Oktober 2016.
“Upah diterima pekerja atau buruh atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya, sehingga upah diterima harus sebanding dengan kontribusi pekerja atau buruh dalam produksi barang atau jasa tertentu,” ujar Bruno Kupok, dilansir dari Liputan6, Selasa (15/11/2016).
Pada November lalu, Nakertrans NTT juga menyampaikan usulan kenaikan dari dewan pengupahan NTT ke Pemerintah Provinsi (Pemrov) NTT agar dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur NTT.
Menurut Bruno usulan tersebut sudah disampaikan kepada gubernur NTT dan sampai saat ini pihaknya masih menunggu SK Gubernur.
Selama ini UMP NTT mengacu SK Gubernur NTT tahun 2016.
“Usulan perubahan UMP sudah disampaikan oleh dewan pengupahan kepada Pemprov NTT. Selanjutnya, Pemprov akan mengeluarkan SK, yakni SK Gubernur NTT,” kata Bruno dilansir Pos Kupang.
Penulis: Sandry Hayon
Editor: Irvan K