Larantuka, Vox NTT-Hingga November 2018 data yang dihimpun oleh media VoxNtt.com dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Flores Timur(Flotim) ditemukan sebanyak 350 penderita Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang tersebar di 21 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau Kecamatan di Flores Timur.
Dari 350 penderita ODGJ ini, 12 diantaranya dalam keadaan dipasung. Para penderita ODGJ ini belum ditangani secara baik oleh petugas kesehatan Kabupaten Flores Timur.
Jumlah ODGJ Akan Bertambah
Data jumlah penderita ODGJ yang dikantongi oleh Dinkes Flotim diperoleh dari hasil pendataan yang dilakukan oleh tiap-tiap puskesmas di Flores Timur.
Jumlah penderita gangguan jiwa dipastikan akan bertambah sebab pendataaan dari tiap-tiap puskesmas belum dilakukan secara menyeluruh.
Masih banyak desa berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau karena medan yang sulit untuk dilalui. Selain itu data ini, belum terhitung dengan ODGJ atau gelandangan psikotik yang tersebar dijalanan dalam wilayah kota Larantuka.
Kondisi dalam pendataan ODGJ ini hampir terjadi di setiap Puskesmas di Flores Timur. Monitoring VoxNtt.com di Puskesmas Lewolema misalnya saat ini terdata 18 penderita ODGJ, salah satu diantaranya sedang dipasung.
Data ke 18 penderita ODGJ ini baru diambil dari 3 desa, yakni desa Lewotala, Riangkotek, dan Painapang. Sedangkan keempat desa yang lain belum didata.
Dari 18 ODGJ ini baru empat penderita yang mendapat sentuhan medis dan salah satunya sudah dinyatakan sembuh dan kembali bersekolah. Sedangkan teruntuk penderita ODGJ di desa yang belum didata, jelas belum mendapatkan sentuhan medis.
Tenaga Medis dan Anggaran ODGJ Terbatas
Joria Parmin, Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa (PTM-Keswa) Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur mengatakan Flores Timur tidak memiliki Dokter spesialis kejiwaan.
Saat ini tenaga kesehatan yang memiliki kompentensi dalam menangani ODGJ sebanyak 8 personil dari empat tim tenaga kesehatan yang terlatih.
Keempat tim tenaga kesehatan yang terlatih antara lain: satu dokter dan satu perawat dari Puskesmas Lambunga Kecamatan Klubagolit, Puskesmas Waiwerang Kecamatan Adonara Timur, Puskesmas Menanga Kecamatan Solor Timur, dan Puskesmas Waimana Kecamatan Ilemandiri.
Dengan jumlah delapan personil tenaga kesehatan ini, Joria mengakui bahwa penanganan terhadap ODGJ belum dilakukan secara maksimal.
“Besar harapannya bahwa pada tahun 2019 ini, Dokter dan satu perawat di tiap-tiap Puskesmas di Flores Timur mendapat pelatihan untuk penanganan terhadap ODGJ sehingga tenaga terlatih di puskesmas bertanggungjawab menanganiODGJ di wilayahnya masing-masing” tutur Joria.
Harapan inipun dihadapkan dengan tersedianya anggaran.
“Kita hendak melakukan pelatihan itu tetapi tidak ada anggaran yang tersedia. Dinkes Flotim tidak memiliki dana untuk melakukan pelatihan. Pelatihan membutuhkan anggaran yang besar dan kita tidak punya anggaran” ungkap Joria.
Senada dengan kepala Seksi PTM-Keswa Dinkes Flotim, Theodorus Maran Kepala Dinas Sosial Flores Timur mengatakan tantangan yang dihadapi dalam penanganan ODGJ di Flores Timur adalah tidak adanya tenaga ahli yang mampu menangani ODGJ dan ketersediaan anggaran.
“Tantangan utama yang dihadapi adalah kita tidak punya tenaga ahli dan anggaran. Kita sudah mengusulkan terkait anggaran namun ditolak oleh tim penyusun anggaran. Tim mengusulkan anggaran untuk ODGJ dapat diambil dari dana Bantuan sosial” kata Theo kepada VoxNtt.com, Senin (12/11/2018).
Sementara itu kampanye bebas pasung mengahadapi kendala dengan tidak adanya panti rehabilitasi jiwa. Theo menerangkan saat ini Flores Timur hanya memiliki Rumah Perlindungan dan Trauma Center. Itupun hanya bisa menangani pasien yang mengalami trauma atau depresi.
Puskesmas Harus Aktif dan Serius Menangani ODGJ
Hadirnya Program Indonesia Sehat dan Kunjungan Keluarga (PIS-PK)yang seharusnya menjadi angin segar bagi ODGJ nyatanya belum dilaksanakan secara baik oleh tiap-tiap puskesmas di Flores Timur.
Joria mengatakan yang kita harapkan adalah adanya perawatan secara berkala yang dilakukan oleh tenaga kesehatan ditiap-tiap puskesmas.
“Pengelola program di tiap-tiap puskesmas mesti membuat jadwal khusus untuk dokter dan perawat di puskesmas. Sehingga ODGJ mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara berkala di rumah” tutur Joria.
Sementara itu Theo mengungkapkan penanganan terhadap ODGJ butuh kerjasama multi pihak dari instansi pemerintahan.
“Kita akan membangun koordinasi dengan DinasKesehatan Flores Timur, pemerintah kecamatan hingga desa atau kelurahan, dan aparat keamanan (Polisi setempat) untuk penanganan ODGJ” tutur Theo.
Catatan VoxNtt.com, pada tahun 2018 ini ditemukan 2 kasus ODGJ yang meninggal dipasungan. Kedua ODGJ yang meninggal dipasung tersebut antara lain: ODGJ atas nama Markus Merato Manuk penderita ODGJ warga desa Lamaole, Kec. Solor Barat. Meninggal dianiaya oleh keluarganya sendiri, yakni saudara ipar korban.Salah satunyapenderita ODGJ wargaKonga, Kecamatan Wulanggitang.
Penulis: Sutomo Hurint
Editor: Irvan K