Ruteng, Vox NTT- Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai untuk menghibahkan tanah di Reo kepada PT Pertamina hingga kini menuai banyak kritikan dari berbagai kalangan.
Salah satu kritikan datang dari lembaga Justice, Peace, and Integration of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng.
Koordinator JPIC Keuskupan Ruteng, Pastor Marten Jenarut, Pr menilai kebijakan menghibahkan bidang tanah kepada PT Pertamina bukan dikategorikan sebagai hibah untuk kepentingan umum atau pembangunan.
”Karena itu agak lucu kalau aset tanah milik masyarakat Manggarai dihibahkan kepada lembaga bisnis, untuk selanjutnya menjadi milik penerima hibah sekaligus menguntungkan penerima hibah,” ujar Pastor Marten saat dihubungi VoxNtt.com, Senin (10/12/2018).
Menurut dia, tanah seluas 24.640 meter persegi di Kelurahan Wangkung Kecamatan Reok itu tentu saja diberikan kepada badan usaha yang melakukan investasi dan padat modal, serta berorientasi pada bisnis.
”Lalu pemberi hibah dapat apa?” tanya salah satu imam yang bertugas di Keuskupan Ruteng itu.
Sebab itu, Pastor Marten menganjurkan agar penetapan hibah tanah kepada Depot BBM Pertamina Reo itu perlu dievaluasi kembali.
”Kita coba cari model kerja sama yang sama-sama menguntungkan atau lakukan saja jual beli,” imbuhnya.
Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, Bupati Manggarai, Deno Kamelus tetap memberikan tanah di Kelurahan Wangkung Kecamatan Reok dengan sistem hibah kepada PT Pertamina.
Meski banyak pilihan lain terkait penyerahan tanah milik Pemkab Manggarai tersebut, namun tekad Deno tampak sudah bulat untuk menyerahkannya kepada PT Pertamina secara cuma-cuma.
Ia mengaku memang ada pilihan lain yang bisa diambil dalam penyerahan tanah seluas 24.640 meter persegi tersebut kepada Depot BBM Pertamina Reo.
Misalnya, sebut dia, dalam bentuk jual beli. Namun, pilihan ini tidak diterima oleh PT Pertamina. Jika tetap dipaksakan, maka risikonya PT Pertamina memutuskan untuk hengkang dari Reo.
”Untungnya pertamina untuk pendapatan Negara, bukan untuk kami. Ini perusahan Negara bukan swasta,” ujar Deno saat menerima para demonstran dari PMKRI Cabang Ruteng di Aula Nuca Lale Kantor Bupati Manggarai, Sabtu (8/12/2018).
Pilihan lain yakni, kerja sama pemanfaatan. Menurut Deno pilihan ini tidak bisa dilakukan, berhubung PT Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
”Kalau bilang penyerahan modal, tidak ada penyertaan modal daerah kepada BUMN, yang boleh hanya kepada BUMD. Itu aturannya,” ujar Deno.
Tak hanya itu, ada pula bill operational transfer (BOT). Ia menjelaskan, PT Pertamina misalnya membangun gedung di atas tanah tersebut selama 30 tahun dan disewakan. Selanjutnya, Pemerintah bisa mengambil kembali atau bisa diperpanjang.
Kalau hak pakai, kata dia, harus memakai Perda tentang sewa tanah dengan hitungannya per meter persegi.
”Saya tidak hafal ya, mungkin tidak sampai 30 juta, Jadi uang yang masuk APBD 30 juta. Dibandingkan, dengan manfaat ekonomi secara makro. Kehadiran pertamina cukup besar. Karena dia merupakan komoditas utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Manggarai,” katanya.
“Kita memilih bukan itu semua, kita memilih hibah,” ujar Bupati yang berpasangan dengan Victor Madur itu.
Atas nama Bupati Manggarai, Deno tidak menginginkan Depot BBM Pertamina hengkang dari Reo. Kata dia, jika tidak hibah, maka Depot BBM Pertamina Reo memutuskan untuk pindah ke kabupaten lain.
Ia berpandangan bahwa BBM merupakan salah satu komoditas penting yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Itu terutama pertumbuhan ekonomi makro.
Ekonomi secara makro itu, jelas Deno, adalah bicara tentang produk domestik regional bruto (PDRB). Dalam konteks ini, PDRB adalah pendapatan kotor dari Kabupaten Manggarai sebagai sebuah entitas.
”Sekarang PDRB kita berdasarkan harga yang berlaku kurang lebih 4 sampai 5 triliun,” tandas Ketua DPC PAN Manggarai itu.
Dikatakan, PDRB tersebut diperoleh dari berbagai sektor. Misalnya sektor perdagangan, migas, industri, dan lain-lain.
”Saya ambil contoh konkret satu saja, tahun 2007 ada bencana alam di Manggarai, Gapong. Selama satu minggu aktivitas ekonomi di Ruteng dan Manggarai pada umumnya lumpuh. Kenapa lumpuh? Karena akses minyak dari Reo tidak bisa, karena longsor di beberapa titik dari Reo,” contoh Deno.
Kala itu, lanjut dia, BBM dipasok dari Ende selama satu minggu. Akibatnya, Manggarai tidak bisa mendapatkan supply BBM secara penuh.
”Dengan demikian terjadi kemacetan ekonomi. Memang tidak ada riset. Berapa kerugian secara ekonomi sebagai akibat dari lumpuhnya perdagangan barang dan jasa selama satu minggu itu,” katanya.
”Tapi hampir pasti tidak ada perdagangan. Jadi, kalau mau orang perorangan saja misalnya, orang yang jual minyak tanah saja tidak dapat keuntungan,” imbuh dia.
Padahal jika bicara PDRB, maka salah satu komponen yang dihitung adalah sektor perdagangan minyak.
Sebab itu, berangkat dari hitungan semua kerugian-kerugian pribadi akibat tidak ada BBM, maka keberadaan Depot BBM Pertamina di Reo lebih banyak menguntungkan orang Manggarai.
Ia menambahkan, Pemkab sudah mendapatkan aspirasi rakyat Manggarai melalui persetujuan DPRD untuk menghibahkan tanah di Reo kepada PT Pertamina.
”Jadi secara politik tidak masalah. Jadi DPRD sebagai lembaga politik mewakili seluruh rakyat Manggarai. Mereka sudah memberikan persetujuan bahwa ini dihibahkan ke pertamina,” tukas Deno.
Penulis: Ardy Abba