Ruteng, Vox NTT- Sejumlah warga yang mengatasnamakan diri Forum tokoh masyarakat, adat, dan pemuda Desa Bere Kecamatan Cibal Barat mendatangi Polres Manggarai, Rabu (20/2/2019).
Mereka datang untuk melaporkan dugaan korupsi dalam proyek penyedian air minum dan sanitasi masyarakat (Pamsimas) di Desa Bere tahun 2018.
Warga menduga kuat adanya praktik korupsi yang dilakukan Kepala Desa Bere Ignasius Beon dan fasilitator Pamsimas.
Dalam laporan tertulis Forum masyarakat Desa Bere yang diterima VoxNtt.com sedikitnya memuat 16 poin uraian sebagai dasar mereka melaporkan dugaan tindakan korupsi tersebut.
Pertama, warga menulis pengerjaan Pamsimas di Desa Bere tanpa ada keterlibatan dan partisipasi masyarakat. Proyek tersebut berjalan tanpa melalui musyawarah desa.
Menurut warga, perbuatan ini telah melanggar aturan hukum. Bahkan sangat merusak prosedur hukum demokratis di Indonesia.
Kedua, papan informasi proyek Pamsimas tidak dipasang di lokasi. Sebab itu, warga menilai pengerjaan proyek Pamsimas dilakukan secara ”gelap” dan melanggar asas transpransi.
Ketiga, warga menguraikan, papan informasi proyek baru dipasang di lokasi setelah sekitar tiga minggu terlaksananya Pamsimas di Desa Bere. Papan ini pun dipasang atas desakan warga setempat.
Keempat, dari papan informasi kegiatan Pamsimas tahun 2018, Forum tokoh masyarakat, adat, dan pemuda Desa Bere memeroleh data yakni; pagu anggaran sebesar 80% dari APBN sebesar Rp 120.000.000 dan kontribusi masyarakat in-cash 4% (uang tunai murni) sebesar Rp 6.000.000 dan in-kind 16% (tenaga) sebesar Rp 24.000.000.
Untuk diketahui, berbagai sumber menyebutkan kontribusi masyarakat dalam proyek Pamsimas minimal sebesar 20% dari total biaya rencana kegiatan masyarakat (RKM), dalam bentuk tunai (in-cash) minimal 4% dan natura (in- kind) minimal 16%.
Dana ini merupakan dana pendukung bagi pembiayaan kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat, direncanakan oleh masyarakat dan dituangkan di dalam RKM.
Kontribusi masyarakat dimaksudkan sebagai wujud dari komitmen ‘sense of belonging’ dan ‘sense of responsibility’ terhadap kegiatan maupun hasil kegiatan yang dilakukan masyarakat sendiri.
Semakin besar kontribusi masyarakat, semakin tinggi komitmennya untuk memiliki dan bertanggung jawab pada pelaksanaan kegiatan Pamsimas.
Dengan demikian dana bantuan Pamsimas pada hakekatnya merupakan stimulan dan penghargaan atas tumbuhnya kepedulian, prakarsa, inisiatif dan rasa memiliki dan bertanggung jawab masyarakat.
Untuk itu, dana bantuan langsung masyarakat (BLM) Pamsimas hanya dapat dicairkan apabila masyarakat telah merealisasikan swadaya, baik in-cash maupun in-kind.
Kelima, merujuk pada informasi tersebut, warga menilai proyek Pamsimas tidak bisa dijalankan tanpa ada partisipasi masyarakat. Sebab, partisipasi masyarakat sangat penting untuk memenuhi dana kontribusi dalam bentuk in- cash dan in-kind.
Keenam, warga mempertanyakan alasan proyek Pamsimas tetap terlaksana di Desa Bere, sementara tidak ada partisipasi masyarakat dalam bentuk in- cash dan in-kind.
Ketujuh, warga menduga kuat bahwa ada “transaksi gelap” antara fasilitator Pamsimas dengan Kepala Desa Ignasius Beon sebagai penanggung jawab utama Desa Bere.
Kedelapan, warga mencium ada penyalahgunaan anggaran dalam proyek Pamsimas di Desa Bere tahun 2018. “Sebab kalau tidak demikian, dari mana mereka dapatkan dana in-cash dan in-kind untuk penuhi syarat tersebut? Apakah mereka mencopot Dana Desa atau memanfaatkan APBN 80% Rp 120.000.000 yang dihibahkan dari Pamsimas itu?” tulis warga dalam laporannya ke Polisi.
Kesembilan, warga kembali menekankan bahwa proyek Pamsimas itu tidak dilakukan secara transparan. Dari informasi yang didapatkan Forum tokoh masyarakat, adat, dan pemuda Desa Bere, ada dugaan bahwa proyek Pamsimas sebesar Rp 126.000.000, tidak terhitung in-kind ”dikorupsi” Kades Bere dan fasilitator.
Kesepuluh, dari informasi yang didapatkan pelapor, dana senilai Rp 126.000.000 tersebut hanya dipakai untuk pembelian pipa dan meteran air.
Pembelian dua jenis barang tersebut, diduga kuat rinciannya, untuk pembelian pipa sebesar Rp 36.000.000.
Sedangkan meteran air hanya 33 unit, dengan harga perunit berdasarkan informasi yang diperoleh hanya sebesar Rp 600.000. Jika dikalikan 33 unit meteran senilai Rp 19.800.000.
Kesebelas, warga menegaskan, jika benar informasi tersebut, artinya total pengeluaran dan pembelajaan dalam proyek Pamsimas di Desa Bere hanya senilai Rp 55.800.000.
“Dengan demikian, pertanyaan ialah ke mana sisa dana Pamsimas itu, yakni dana senilai Rp 70.200.000? Karena tidak ada transparansi, bagi kami, dana tersebut diduga kuat dikorupsi oleh kepala desa Bere dan fasilitator Pamsimas,” tulis warga.
Keduabelas, menurut Forum tokoh masyarakat, adat, dan pemuda Desa Bere, proyek Pamsimas ini dilakukan di atas jaringan air milik Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) tahun 2015/2016 dengan total dana sebesar Rp 250.000.000.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadi tumpang tindih proyek Pamsimas dengan PPIP.
Padahal, sebut warga, dari keterangan Koordinator Pamsimas Kabupaten Manggarai Yohanes Lamba Loy, sebagaimana diberitakan di media online dawainusa.com, program Pamsimas ini bersifat hibah khusus yang bertujuan untuk mengoptimalisasi jaringan Pamsimas yang sudah pernah ada dan tidak berfungsi, bukan dibangun di atas jaringan PPIP.
Ketigabelas, warga menegaskan, dampak dari tumpang tindih pembangunan ini, jaringan air PPIP mubazir. Pipa PPIP tersebut dicabut, padahal masih sangat baik atau masih dapat dipakai untuk penyaluran air. Hal ini tanpa melalui persetujuan dan kesepakatan warga.
“Karena itu, kami mempertanyakan ke mana pipa-pipa PPIP tersebut? Kami menduga kuat bahwa pipa-pipa PPIP tersebut telah dijual oleh kepala desa Bere dan fasilitator Pamsimas untuk kepentingan pribadi,” tulis warga.
Keempatbelas, warga juga memeroleh sejumlah informasi bahwa kelompok kerja masyarakat (KKM) Pamsimas ini diduga kuat ditentukan secara sepihak oleh Kades Bere Ignasius Beon. Warga menduga hal ini dilakukan melalui kerja sama dengan fasilitator Pamsimas.
Kelimabelas, anggota KKM tersebut diduga kuat merupakan keluarga dari Kades Bere. Bendaraha diketahui istri dari Kades Bere sendiri.
“Apabila hal ini benar adanya, maka kami menilai bahwa kepala desa Bere, Ignasius Beon telah melakukan praktik nepotisme. Praktik seperti ini sangat jelas melanggar konstitusi karena sangat merusak peradaban bangsa dan Negara,” tulis warga.
Keenambelas, informasi lebih lanjut terkait dugaan korupsi dalam proyek Pamsimas di Desa Bere dapat dilihat dan dicermati melalui berita media online dawainusa.com. Berita-berita ini dilampirkan dalam materi laporan warga ke Polres Manggarai.
Kasat Reskrim Polres Manggarai, AKP Wira Satria Yudha mengatakan, pengaduan masyarakat tentang kasus korupsi bakal diselidiki.
Ia menegaskan, jika ditemukan bukti-bukti yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsinya, maka disusul ke tingkat penyidikan sembari berkoordinasi dengan Inspektorat untuk diaudit.
”Untuk dumas (pengaduan masyarakat) tentang kasus korupsi, tentu kita laksanakan proses penyelidikan dulu, nanti kalau ditemukan bukti-bukti yang cukup terkait dugaan TP (tindak pidana) korupsinya, baru kita gelar dan naikan status ke tahap penyidikan, sambil berkoordinasi dengan Inspektorat untuk audit,” kata Kasat Yudha saat dikonfirmasi VoxNtt.com, Kamis sore.
Bantah
Sementara itu, Koordinator Pamsimas Kabupaten Manggarai Yohanes Lamba Loy menegaskan, dugaan tidak dilakukannya musyawarah sebelum pelaksanaan program tidak benar.
”Kalau tidak ada musyawarah sangat tidak mungkin, karena Pamsimas ini program pemberdayaan dimana masyarakat harus terlibat aktif mulai dari awal program ini masuk ke desa . Sebelum sosialisasi di desa, ada juga sosialisasi di kabupaten,” ujar Yohanes saat ditemui VoxNtt.com di Kantor Bappeda Manggarai, Kamis (21/2/2019).
Yohanes juga menampik adanya tindakan korupsi di balik Program Pamsimas di Desa Bere.
Ia membeberkan, program Pamsimas di Desa Bere tahun 2018 mendapat Hibah Khusus Pamsimas (HKP) dengan alokasi dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp 120.000.000 (80%). Sedangkan kontribusi masyarakat berupa in-cash Rp 6.000.000 (4%) dan in-kind sebesar Rp 24.000.000 (16%).
Yohanes menegaskan, in-cash dan in-kind ini merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh desa – desa yang mendapatkan program HKP.
Sebelumnya pada tahun 2011 lalu, kata dia, Desa Bere juga pernah mendapat program Pamsimas.
Sehingga tahun 2018 di desa itu mendapat lagi HKP untuk perbaikan atau optimalisasi jaringan – jaringan air minum yang sudah rusak atau berfungsi sebagian, bahkan yang tidak berfungsi.
Menurut Yohanes, HKP menunya memang untuk perbaikan sarana yang sudah rusak, bukan untuk pembangunan baru.
“Sehingga jaringan pipa yang dikerjakan PPIP yang sebagian pipanya sudah rusak, Pamsimas masuk untuk memperbaikinya,” ujar Yohanes.
“120 juta dari APBN itu yang ada uangnya. Sedangkan Rp 24.000.000 itu tidak ada uangnya karena itu dalam bentuk swadaya atau tenaga masyarakat dan in-cash Rp 6.000.000 digunakan untuk operasional KKM,” sambung dia.
Yohanes menambahkan, uang senilai Rp 120.000.000 dari APBN itu dialokasikan untuk pekerjaan perbaikan pipa yang sudah rusak.
Hal tersebut di antaranya pipa transmisi 1000 meter dan distribusi 1000 meter, serta pembelanjaan material untuk 33 unit sambungan rumah (SR). Totalnya sebesar Rp 116.500.000.
Selanjutnya, kata Yohanes, ada pula Pelatihan Badan Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (BPSPAM) atau OPAM sebesar Rp 3.500.000.
Sedangkan swadaya in-kind sebesar Rp 24.000.000 (16%) berupa tenaga kerja untuk mengerjakan jaringan pipa.
Pihaknya memperbaiki jaringan pipa 1,5 Dim yang sudah rusak, yang sebelumnya dikerjakan oleh program PPIP. Program Pamsimas 2018 menggantinya menjadi pipa 2 Dim dan untuk peningkatan ke sambungan rumah (SR) sebanyak 33 unit.
”Jadi kalau soal dugaan korupsi itu tidak benar, karena item kegiatan yang direncanakan sudah dikerjakan semuanya dan telah dilakukan uji fungsi dan serah terima,” tandas Yohanes.
Terpisah, Kepala Desa Bere Ignasius Beon tidak menampik bahwa istrinya menjabat sebagai bendahara dalam proyek Pamsimas tahun 2018 tersebut.
Namun demikian, Kades Ignasius menegaskan, selama proses pengerjaan proyek Pamsimas, istrinya hanya memegang uang harian orang kerja (HOK). Sedangkan, uang yang lainnya langsung ditransfer ke nomor rekening supplier.
“Tetapi untuk pegang uang, untuk membelanjakan barang itu, tidak,” ujar Kades Ignasius saat dihubungi melalui teleponnya, Rabu sore.
Ia mengatakan, dalam proyek Pamsimas tersebut tidak ada gaji khusus untuk bendahara. Istrinya sebagai bendahara, kata dia, hanya untuk memperlancar proses proyek Pamsimas di Desa Bere.
“Dan semua bukti transaksi uang itu, istri saya masih pegang datanya,” tandasnya.
Sementara terkait KKM, Kades Ignasius menampik dugaan para pekerja merupakan keluarganya. Menurut dia, di dalam KKM proyek Pamsimas tahun 2018 tidak ada keluarganya.
Selanjutnya, terkait dugaan tumpang tindih proyek dengan PPIP, Kades Ignasius menjelaskan, hal tersebut berdasarkan identifikasi dari fasilitator Pamsimas. Hasil identifikasi tersebut ditemukan banyak pipa PPIP yang rusak.
“(Proyek PPIP) Bukan 2015/2016 pak. (Tetapi) 2014, akhirnya 2015,” tegasnya.
Sedang menyangkut anggaran Pamsimas, Kades Ignasius menegaskan, dirinya tidak pernah terlibat. Sebab, uang Pamsimas tersebut tidak bersumber dari dana desa dan alokasi dana desa Bere.
Penulis: Ardy Abba