(Permenungan Kecil dari Bukit Kalongbuku-Gereja Sta.Maria Fatima Kalongbuku, Alor, NTT)
Oleh: RD.Florens Maxi Un Bria*
Perbincangan tentang siapa menang dan siapa yang kalah pada pesta demokrasi 2019 ikut mewarnai persiapan Perjamuan Suci di Hari Kamis Putih.
Sebagai warga negara, kita telah menyelesaikan tahapan pemilihan dengan baik, kini giliran KPU menghitung dengan jujur dan teliti untuk dapatkan hasil yang riil.
Kita doakan semoga kasih suci rakyat Indonesia dalam memilih presiden dan wakil rakyatnya dikawal dengan baik sembari dinanti dengan sabar sampai pengumuman resmi dari KPU RI.
Bukankah kasih itu sabar? Bukankah kasih itu suci? Bukankah kasih itu tidak memegahkan diri? Bukankah kasih itu tidak menghinakan yang lain? Bukankah kasih itu tidak manipulatif?
Sebagai Umat Katolik yang baik, kita sepatutnya memaknai semboyan menjadi 100% Katolik dan 100% Indonesia yang diserukan Mgr.Soegiopranoto.
Semboyan ini sangat relevan untuk dihidupi dalam konteks hiruk pikuk demokrasi sekaligus perayaan Kamis Putih hari ini.
Dalam rangka Pesta Demokrasi, kita diutus untuk ikut terlibat secara waras dalam mensukseskan pemilihan umum dan dalam perayaan Iman Gerejawi, kita juga diundang untuk terlibat secara sadar merayakan Pesta Paskah dengan penuh hikmat.
Makna Kamis Putih
Sebagai warga negara yang baik, tahapan pemilihan umum telah kita lalui. Sebagai warga gereja, kini saatnya kita merenungkan kembali perayaan Kamis Putih hari ini yang menegaskan nilai-nilai berikut ini.
Pertama, Kasih Suci Yesus Kristus terhadap para murid ditandai dengan tindakan Yesus membasuh kaki mereka. Pembasuhan kaki sebagai pernyataan pembersihan dan penyucian diri sebelum melaksanakan perjamuan akhir.
Yesus bersabda” Tidak semua kamu bersih.”. Yesus tahu bahwa tidak semua murid yang akan ikut dalam perjamuan akhir memiliki hati dan motif yang suci. Pembasuhan kaki para murid oleh Yesus adalah teladan kasih dan pelayanan yang sejati. Para murid dan umat Allah dapat belajar bersikap rendah hati dan melayani dengan kasih yang tulus dan total.(Yoh. 13:14 -15)
Kedua, Perjamuan Kudus antara Yesus dan para murid adalah Perjamuan terakhir, pada waktu yang terbatas dan terdesak sebelum Yesus menjalani hukuman dan siksaan yang berat.
Ketiga, Ekaristi Kudus itu Perjamuan persaudaraan yang bernilai abadi. Dalam Ekaristi Kudus kita merayakan dan menghadirkan kenangan agung dan suci pristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus.
Tuhan membagikan diri dan hidup-Nya bagi para murid dan umat beriman sebagai tanda persatuan dan persaudaraan di dalam kasih yang abadi.
Keempat, dalam Perjamuan Akhir di Hari Kamis putih, Yesus menghadirkan Sakramen Ekaristi melalui pristiwa perjamuan dan pada saat yang sama Yesus menghadirkan Sakramen Imamat yang kudus.
Ia berperan sebagai Imam Agung yang membagi-bagikan tubuh dan darah-Nya bagi para murid. Agar mereka memiliki hidup yang sejati dan hidup yang kekal.
Kasih Suci di Kamis Putih memproklamasikan Sakramen Imamat dan Sakramen Ekaristi Kudus yang kelak dihidupi para murid dan Gereja sebagai umat Allah yang berziarah di bumi.
Perayaan Kamis Putih pada momentum Tri Hari Suci ini, semoga mengembalikan kasih suci kita yang mungkin sempat ternoda oleh kebohongan, tipu daya, amarah, ambisi, keangkuhan dan dengki serta sikap-sikap terhinakan yang menjauhkan diri kita dengan Tuhan dan sesama.
Kasih Suci di Kamis Putih mudah-mudahan membersihan hati dan pikiran kita, agar mampu bersikap waras sebagai pribadi yang berdimensi individu dan sosial dalam interaksi hidup bersama baik di lingkup gereja maupun di lingkup hidup berbangsa dan bernegara.
Akhirnya Perayaan Kamis putih memperbaharui dan menegaskan kasih yang suci dalam melayani dengan segala kerendahan hati dan pengosongan diri demi meneguhkan communio dalam keluaga, komunitas dan masyarakat.
Yesus rindu makan bersama para murid dan Gereja umat Allah dengan kasih yang suci. Kasih Suci mengasihi sampai terluka dan bahkan wafat di Salib.
*Penulis adalah Imam Diosesan Keuskupan Agung Kupang