Ruteng, Vox NTT – Wahana Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT) menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai telah melanggar Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Persampahan.
Ketua WAHLI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi mengatakan, penilaian itu setelah melihat persoalan sampah di TPA Poco Kecamatan Wae Ri’i, Kabupaten Manggarai.
Menurut Umbu, di TPA Poco dikabarkan tidak ada lagi aktivitas pengelolaan sampah. Kini tempat itu sepertinya sudah menjadi pembuangan akhir.
Sampahnya pun terus menumpuk. Apalagi dengan adanya aksi pembakaran sampah.
Umbu mengatakan, amanat UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Persampahan tidak diperbolehkan adanya pembuangan akhir, melainkan tempat pemrosesan terakhir.
“Acuannya Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Persampahan, yang dilakukan oleh pemerintah di Manggarai telah melanggar, karena dalam Undang-undang itu tidak diperbolehkan adanya pembuangan, yang ada hanya tempat pemrosesan akhir,” jelas Umbu ketika dihubungi VoxNtt.com melalui telepon selulernya, Minggu (09/06/2019).
Umbu menegaskan hal itu karena hingga kini Pemkab Manggarai masih menggunakan logika pembuangan akhir. Tapi sebenarnya logika itu, kata dia, tidak berlaku lagi untuk sekarang.
Bahkan, lanjut dia, UU mengharuskan enam tahun pasca diterbitkan, sudah tidak ada lagi pelaksanaan tempat pembuangan akhir.
“Warga berhak melakukan gugatan karena pemerintah menyalahi aturan itu. Kami (WALHI NTT) sudah menyusun gugatan ke PTUN untuk melaporkan seluruh Pemda di NTT yang melanggar Undang-undang tersebut,” ungkapnya.
Menurut Umbu, jika sampah bercampur di TPA, maka akan berdampak buruk terhadap warga sekitar. Itu terutama berdampak pada air dan pencemaran udara.
Ia mengungkapkan, luas TPA Poco hanya 1,3 hektare. Menurut Umbu, luas lahan tersebut sangat tidak memadai sebagai tempat pemrosesan akhir untuk skala kabupaten.
“Sampah di TPA tersebut (TPA Poco) kan tidak terpilah, itu saja sudah bermasalah. Kedua, berbahaya juga untuk lingkungan karena di situ ada sampah organik, sampah plastik dan sampah limbah berbahaya seperti oli baterai dan sebagainya,” ujar Umbu.
Amanat Undang-undang Nomor 18 tahun 2008, menurut Umbu tempat pemrosesan terakhir itu hanya pintu terakhir.
Pintu pertamanya yaitu pengurangan dari hulunya. Sebab produsen terbesar sampah berasal perusahan (plastik dan kemasan). Sedangkan produksi dari masyarakat hanya sampah organik saja.
Umbu mengatakan, masyarakat hanya sebagai distributor sampah plastik, sementara hulunya adalah perusahan.
Sehingga ia meminta agar Pemkab Manggarai harus bekerja sama dengan perusahan penyuplai sampah.
Langkah yang harus dilakukan adalah Pemkab Manggarai harus melakukan pendataan ulang berapa penghasilan sampahnya per hari. Selanjutnya, bisa mencari tahu akar permasalahan sampah di TPA Poco.
Menurut Umbu, sebagian besar akar masalah di NTT rata-rata industri dan pemerintah daerah yang tidak punya political will terkait pengelolaan sampah.
“Pengelolaan lingkungan pemerintah selama ini masih basis faritatif, hanya sebatas tanam pohon dan jangan membuang sampah sembarangan. Tapi bagaimana cara mengelola sampah itu tidak ada dalam logika pemerintah,” ujarnya.
Ketika mengunakan pendekatan NTT sebagai provinsi kepulauan, kata dia, seharusnya pemerintah memiliki political will di dalam pengelolaan sampah. Sebab, pada umumnya sampah yang masuk ke NTT termasuk Manggarai sebagian besar datang dari luar.
”Segala bentuk produk yang kemudian menjadi sampah. Itu akan berbahaya bagi pulau-pulau yang ada di NTT baik air, laut maupun udara yang tercemar akibat sampah yang dibakar,” ujar Umbu.
Pemerintah Harus Bertanggung Jawab
Menurut Umbu, persoalan sampah di Manggarai tidak bisa disalahkan ke masyarakat.
Sebab dalam kehidupan bernegara, pemerintah yang bertanggung jawab atas semua persoalan yang terjadi di masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kebijakan publik.
Persoalan sampah, kata Umbu, termasuk dampak dari kebijakan publik.
Sebab itu, ia meminta Pemkab Manggarai untuk segera membuat kebijakan yang bisa menyelesaikan persoalan sampah.
Pemkab Manggarai harus melakukan pengurangan sampah dari hulunya.
“Supaya beban sampah ke masyarakat berkurang dan masyarakat juga harus bisa melakukan pengurangan sampah mulai dari rumah tangga,” ujar Umbu.
Hal itu bisa dilakukan jika ada Peraturan Daerah (Perda). Itu terutama untuk bisa mengatasi persoalan sampah. Pemerintah harus memiliki semangat untuk menegakkan aturan tersebut.
Umbu juga menyoroti Pemkab Manggarai yang menuduh ada oknum yang melakukan aksi pembakaran sampah di TPA Poco.
Menurut Umbu, aksi pembakaran di TPA Poco karena pemerintah sudah gagal mengelola sampah. Akibatnya, ada amarah publik yang direpresentasikan oleh oknum itu.
Baca Juga: Bupati Deno Duga Ada Oknum yang Sengaja Bakar Sampah di TPA Poco
Seandainya sampah itu tidak menumpuk atau dikelola dengan baik, kata dia, tentu tidak ada aksi pembakaran sampah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
“Itu merupakan gaya pemerintah yang mencuci tangan, karena sekalipun itu oknum yang melakukannya, bisa saja karena oknum itu marah karena persoalan sampah ini sangat menganggu kehidupan warga sekitar,” tegas Umbu.
Umbu kembali meminta agar Pemkab Manggarai jangan mencuci tangan atau menyalahkan pihak lain terkait persoalan TPA Poco.
Karena yang dibutuhkan masyarakat hanya solusi bukan pembenaran. Sebab itu merupakan dampak atas kesalahan pemerintah sendiri dalam mengelola sampah.
“Menurut kami dalam aksi pembakaran sampah tidak bisa dialihkan ke oknum. Pemerintah yang harus bertanggung jawab,” tegas Umbu.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba